Chapter 11 - The Last Day

Author's POV

Hari ini tepat menjadi hari terakhir bagi hubungan (Y/n) dan Kenma. Sebulan berlalu dengan cepat. Banyak hal yang telah mereka lalui. Terlalu banyak hingga melibatkan perasaan mereka yang seharusnya tak diperlukan.

(Y/n) duduk termenung di kursinya seraya menatap ke jendela. Jam sekolah hari ini baru saja berakhir beberapa menit yang lalu. Namun, gadis itu masih belum ingin pulang. Yachi sudah pulang lebih dulu. Awalnya sahabatnya itu khawatir membiarkan (Y/n) yang baru sembuh dari sakitnya berada seorang diri di sana. Namun, karena sifat keras kepala (Y/n) yang terus memaksa Yachi untuk pulang, akhirnya Yachi pun pulang dengan terpaksa.

Pikiran (Y/n) tiba-tiba saja dipenuhi oleh hari-hari yang telah ia habiskan bersama dengan Kenma. Meskipun hanya sebulan, namun kenangan-kenangan itu tersimpan dengan baik di dalam kepalanya. Menyelipkan perasaan yang hangat di setiap kali kenangan itu muncul.

(Y/n) bangkit dari duduknya. Sudah saatnya ia mengatakan apa yang seharusnya ia katakan pada Kenma.

Ya, isi hatinya selama ini.

***

(Y/n) melangkah dengan mantap menuju belakang sekolah. Suasana sekolah masih belum terlalu sepi karena ada kegiatan klub yang berjalan seperti biasanya. Karena (Y/n) tak mengikuti kegiatan klub apapun, ia bisa berjalan dengan santai ke mana saja. Tanpa mempedulikan bagaimana repotnya kegiatan klub itu.

Setelah (Y/n) mulai dekat dengan belakang sekolah, jantungnya berdegup dengan kencang. Ia yakin jantungnya itu bisa berpindah tempat jika frekuensi detaknya menjadi semakin cepat dari sekarang.

Kenma duduk di sana. Seorang diri. Ditemani oleh beberapa pohon sakura yang telah mekar. Angin yang berhembus tidak terlalu kencang. Yang berhasil membuat suasana menjadi sejuk seketika.

(Y/n) bergerak mendekati lelaki itu. Ia berdiri beberapa meter di belakangnya sambil berusaha mengumpulkan keberaniannya yang terpecah-pecah. Ya, ia akan segera menyelesaikannya saat ini juga.

"Kenma," panggilnya, "-kun."

Mengapa kau bisa telat menambahkan -kun di belakang namanya, Bodoh?! batinnya kesal.

Sedetik setelah dipanggil namanya, Kenma menoleh ke belakang. Gadis yang sedari tadi ia tunggu kedatangannya telah berdiri di sana. Kepalanya menunduk ke bawah. Menghindari tatapan milik Kenma.

"Kenma," (Y/n) mendongak, "maaf."

Kenma yang sedang duduk bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke arah (Y/n). Lalu berdiri dua meter di depan gadis itu.

"Untuk apa kau meminta maaf?" Perasaan Kenma mulai tak enak.

"Karena aku tak bisa membalas perasaanmu. Maaf!" (Y/n) membungkuk. Ia mencengkeram rok seragam yang dikenakannya. Perasaannya campur aduk. Namun, ia sudah membulatkan tekadnya.

"Mengapa kau tak bisa? Apakah aku tidak cukup baik bagimu?"

Cengkeraman (Y/n) pada rok seragamnya semakin mengerat. "Apakah kau lupa perjanjian kita waktu itu?"

Kenma diam. Ia ingat. Sangat ingat bahkan.

"'Jika aku kalah, maka aku harus menjadi pacarmu selama satu bulan'. Tetapi, hari ini tepat satu bulan. Kau tahu apa artinya?" (Y/n) menengadahkan kepalanya, menatap pada Kenma. "Ya, perpisahan."

Kenma terdiam akibat perkataan (Y/n). Ia tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuknya.

"Maaf. Aku lupa untuk menambahkan satu syarat waktu itu. 'Di antara kita, tidak boleh ada yang jatuh cinta'. Jika seandainya aku mengatakan itu, aku yakin kau pasti akan mengerti, Kenma," ujar (Y/n) lagi. Membuat Kenma merasa semakin tersakiti.

"Tetapi, jikalau kau mengatakan kalimat itu juga, perasaanku padamu tidak akan berubah, (Y/n)."

(Y/n) langsung mendongak. Menatap tepat pada mata milik Kenma. Air mata mulai merebak di pelupuk mata (Y/n).

"Perasaanku padamu bukanlah karena perjanjian yang kita ikrarkan saat itu. Namun, perasaan ini benar-benar apa yang kurasakan padamu, (Y/n). Seperti yang kukatakan waktu itu." Ia menatap sendu pada gadis bersurai (h/c) itu.

"A-Aku—"

"Kau tidak perlu mengatakan apa-apa sekarang," sela Kenma. "Kau ingat jepitan rambut pemberianku?"

(Y/n) mengangguk perlahan. Tentu saja ia ingat. Jepitan itu adalah satu-satunya pemberian dari Kenma dan pastinya ia tak mungkin melupakannya apa lagi membuangnya.

"Jika kau merasakan perasaan yang sama denganku, kau bisa mengenakan jepitan itu. Namun, jika sebaliknya, maka kau tidak perlu memakainya," ujar Kenma dengan tatapannya yang sulit diartikan oleh (Y/n).

Lagi-lagi (Y/n) hanya mengangguk.

"Kutunggu kau esok hari di taman dekat rumahmu pukul empat sore," ujarnya sebelum melangkah pergi meninggalkan (Y/n) dalam kesedihannya.

***

Sejak tadi, (Y/n) menatap jepitan dengan hiasan kepala kucing itu di tangannya. Ia masih bimbang. Bagaimana perasaannya yang sebenarnya pada Kenma? Lelaki itu sudah sangat baik padanya. Lantas, apakah ia layak menerimanya?

Ia menghela napas panjang. Semalam ia tak bisa tertidur. Insomnia-nya kambuh. Selain itu, perkataan Kenma juga sudah cukup membuatnya tak bisa tidur. Untungnya, hari ini sekolah libur. Jadi (Y/n) tak perlu bertemu dengan Kenma di saat ia masih belum siap.

Jam menunjukkan pukul tiga sore. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum janji temu antara (Y/n) dan Kenma berlangsung.

Gadis itu masih merasa bimbang. Ia sendiri tak paham mengapa ia merasa demikian. Padahal ia hanya perlu mengatakan isi hatinya dengan to the point seperti apa yang selama ini selalu ia katakan kepada orang lain.

Setelah berkutat lama dengan pemikirannya, (Y/n) beranjak dari kamarnya. Menuju taman yang berada tak jauh dari rumahnya.

***

Kenma melirik jam tangannya. Pukul 03:45. Masih ada lima belas menit sebelum pukul tepat empat sore.

"Kenma."

Kenma tak sempat melihat siapa yang memanggilnya karena pandangannya tiba-tiba tertutupi oleh surai (h/c) sebahunya. Namun, hanya dari suaranya saja ia sudah tahu.

Rasa hangat menjalar dari punggung Kenma yang berasal dari tangan mungil milik gadis di dekapannya. Kenma awalnya terkejut namun dengan segera ia membalas pelukan (Y/n) itu.

"Jangan tinggalkan aku," ucap (Y/n) dari balik punggung Kenma.

"Aku belum melihat apakah kau memakai jepitan rambut itu atau tidak," celetuk Kenma.

(Y/n) melepaskan pelukannya. Ia menatap Kenma sejenak.

"Ternyata kau menggunakannya," ujar Kenma lega disertai senyuman tipis.

"Kau masih saja pelit untuk tersenyum," komentar (Y/n) tak suka.

"Maaf. Aku sudah terbiasa begitu," ujar Kenma sambil memandang ke arah lain.

(Y/n) terkekeh, "Lain kali akan aku ajarkan bagaimana cara untuk tersenyum lebar."

"Apa kau merasa senang?" (Y/n) menatap Kenma lagi dengan wajah sumringah.

"Ya. Aku merasa senang."

(Y/n) mendekat pada Kenma. Gadis itu sedikit berjinjit untuk mengatakan sesuatu di telinga lelaki itu. "Aku, mencintaimu, Kenma-kun," bisiknya.

(Y/n) menarik dirinya lagi untuk melihat bagaimana respon lelaki itu. Reaksinya benar-benar di luar dugaan. Raut wajah Kenma berubah merah hingga ke telinganya. (Y/n) seketika terkekeh. Kenma terlihat imut di matanya.

"Jangan tertawa, (Y/n)."

Namun, kekehan pelan (Y/n) berubah menjadi tawa.

"Aku tidak paham di bagian mana yang lucu," celetuk Kenma.

(Y/n) mengusap sudut matanya yang menitikkan setetes air mata. Ia mendekat lagi pada Kenma. Lalu, ia mengecup pipinya singkat.

"Sebagai permintaan maaf dariku," (Y/n) tersenyum.

Kenma menyentuh pipinya di tempat yang sama dengan kecupan dari (Y/n). Seketika pipinya merona lagi.

"(Y/n)."

"Hm?"

"Jangan lupa, aku juga mencintaimu. Sangat."

(Y/n) terkekeh. "Aku tahu."

Hari itu berakhir bahagia. Disertai senyum lebar milik (Y/n) dan senyum tipis milik Kenma. Ya, mereka bahagia.

— Tamat —

Yo minna!

Yeay akhirnya tamat!🥳✨

Happy ending ya🗿

Yang sudah baca dan juga vomment hingga detik ini, terima kasih ya!!🥺❤✨

Eits, masih ada Epilog. Jadi, jangan hapus cerita ini dari library-mu dulu!💃✨

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top