CHAPTER 18 : DEFINITION OF "THAT" PLACE

Title: Bangtan Fear Street

Cast: Jin, Suga, Namjoon, Hoseok, Jimin, Taehyung, Jungkook

Lenght: Chapter

Rating: 15+

Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95}

Semua visualisasi member Bangtan disini based on MV "Blood, Swet, Tears" ya.

CHAPTER 18 : DEFINITION OF "THAT" PLACE

.

JIMIN POV

Aku terbangun dan kepalaku masih terasa sangat pusing.

Tubuhku juga terasa sangat lemas.

Apa yang terjadi padaku?

Aku duduk di atas kasurku dan memejamkan kedua mataku, berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

Aku.. Bercinta dengan Yoongi hyeong..

Lalu... Aku... Berciuman sambil berpelukan dengannya.

Dan rasa sakit itu tiba-tiba datang...

Rasa sakit seperti yang kurasakan beberapa hari yang lalu.

Dadaku terasa sangat sesak dan tenagaku seolah terkuras...

Ada apa dengan ini semua sebenarnya?

Ini sudah kedua kalinya aku merasakan kesakitan seperti ini.. Ada apa sebenarnya dengan semua yang menimpaku?

Ah! Yoongi hyeong! Bukankah kemarin ia bilang akan memberitahuku jika aku menjawab jujur pertanyaannya?

Aku melihat jam di dinding kamarku.

Pukul 04.40 PM.

Sudah sesore ini? Berapa lama aku tertidur sebenarnya?

Aku berjalan keluar dari kamarku dan menuju dapur untuk mengecek apakah ada piring-piring yang perlu kucuci, namun ternyata Jin hyeong sedang membuat kue di dapur.

"Ah, kau sudah bangun, Jimin a?" tanya Jin hyeong sambil tersenyum menyapaku.

Aku menganggukan kepalaku. "Mian, hyeong... Akhir-akhir ini aku sering melalalikan tugas-tugasku disini..."

Jin hyeong menatapku sejenak, lalu menganggukan kepalanya. "Aku tahu betapa sakit rasanya, Jimin a... Makanya, gwenchana... Jika kau merasa sesakit itu, beristirahatlah yang banyak... Aku takut... Kau bisa terkapar karena terlalu lelah.."

Aku bingung. Apa yang dikatakan Jin hyeong?

Ia.. Tahu betapa sakitnya yang kurasakan?

Mengapa ia tahu aku sakit?

Apa Yoongi hyeong yang memberitahunya? Tapi.. Mengapa ia bilang ia tahu rasa sakitnya?

Apa Jin hyeong.. Pernah merasakan yang kurasakan?

"Hyeong.. Bagaimana kau tahu? Aku kesakitan tadi..." sahutku sambil menatap penuh kebingungan ke arah Jin hyeong.

Jin hyeong hanya tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya. "Intinya, aku tahu... Aku yang paling tahu betapa sakitnya yang kau rasakan..."

"Hyeong.. Sebenarnya... Ada apa dengan rumah ini?" tanyaku.

Setelah selama ini aku berusaha untuk menganggap semua ini adalah halusinasiku, akhirnya aku memberanikan diriku bertanya padanya.

Jin hyeong meletakkan mixer di tangannya ke atas meja, lalu menatapku. "Ada kalanya tahu terlalu banyak justru akan membahayakanmu.. Jadi sebaiknya, kau jangan terlalu banyak memikirkan semua ini..."

"Waeyo?" tanyaku.

"Karena ada banyak hal yang tidak seharusnya kau ketahui.. Dan akan lebih baik jika kau tidak mengetahuinya.." sahut sebuah suara di belakangku.

Aku membalikan tubuhku dan menatap Hoseok hyeong yang entah sejak kapan ada di belakangku.

"Hyeong..." sahutku sambil terkejut.

"Maaf mengejutkanmu, hehehe~" sahutnya sambil menepuk pelan bahuku dan berjalan menghampiri Jin hyeong.

"Belum jadi kuenya?" tanya Hoseok hyeong.

"Sebentar lagi.." sahut Jin hyeong.

"Jimin a~ Apa kau ada waktu?" tanya Namjoon hyeong, yang entah sejak kapan juga ada di belakangku.

"Aigoo!" Aku terkejut mendengar suara Namjoon hyeong.

"Mengapa kau terkejut?" tanya Namjoon hyeong sambil menatapku kebingungan.

"Sejak kapankau disana, hyeong?" tanyaku.

"Barusan saja..." sahutnya.

"Ahhhh.." sahutku sambil membuka mulutku lebar-lebar.

"Jadi, apa kau ada waktu? Bisakah kau temani aku berjalan sore sejenak? Kurasa kau butuh angin segar agar tubuhmu tidak sering sakit-sakitan begini..." sahutnya.

"Uh... Oke... Sekarang, hyeong?" tanyaku.

Namjoon hyeong menganggukan kepalanya, dan kami berdua berjalan menuju pintu depan.

.

.

.

HOSEOK POV

"Mengapa kau bicara kau memahami sakit yang dideritanya, hyeong? Ia akan semakin merasa bingung! Bagaimana jika nantinya ia mencari tahu semua tentang kita?" sahutku ketika Jimin dan Namjoon sudah berjalan menjauh dari kami.

Jin hyeong menatapku. "Molla... Aku juga bingung mengapa aku bisa mengatakan hal itu padanya.. Di satu sisi, aku cemburu karena sekarang V lebih memilih menidurinya daripada aku... Tapi di sisi lain, aku sangat merasa kasihan melihatnya kesakitan begitu,,, Karena aku yang memiliki kekuatan ini saja merasa sangat kesakitan.. Bagaimana ia yang hanya sekedar manusia biasa? Pasti rasa sakitnya sangat luar biasa..."

"Kukira.. Kau berusaha menyindirku... Karena ia merasakan rasa sakit itu setiap Taehyung meniduriku.." sahutku sambil menundukan kepalaku.

"Yaishhh~ Sudah kubilang, aku sama sekali tidak marah padamu... Memang aku dan Taehyung... Rasanya tidak pernah ditakdirkan untuk bersatu..." sahut Jin hyeong sambil menundukkan kepalanya juga.

Aku seolah bisa merasakan, betapa kejam takdir mempertemukan mereka dengan cara seperti ini...

"Jika saja Jinnie tidak berdiam dalam dirimu... Kau pasti sudah berakhir bahagia bersama Taehyung..." sahutku.

"Dan kau yang akan sakit hati karena melihat kami bersama.. Hehehe~" sahut Jin hyeong sambil mengusap pelan kepalaku.

"Tapi.. Hingga detik ini pun, Taehyung tetap tidak bisa memberikan hati dan cintanya seutuhnya untukku, hyeong... Apa karena.. Aku hanya sekedar manusia biasa? Bukan seperti kalian?" sahutku.

Jin hyeong menatapku.

"Benar.. Diantara kami, hanya kau yang tidak didiami siapapun dalam tubuhmu... Karena itu kami terkadang sangat iri padamu.. Karena sebenarnya, jika kau berpisah dengan kami, kau bisa menjalani kehidupanmu secara normal..." sahut Jin hyeong.

Aku menatap Jin hyeong.

"Aku dengan sangat biadabnya membunuh ayahku sendiri... Tanpa didiami oleh siapapun dalam tubuhku.. Sementara kalian menjadi aneh dan mengerikan karena didiami dan dipengaruhi para dewa kegelapan itu dalam tubuh kalian... Bukankah sebenarnya... Aku ini lebih mengerikan daripada kalian semua? Aku yang paling tidak berperikemanusiaan diantara kita..." sahutku.

Benar.. Aku.. Seringkali merasa.. Bahwa aku yang sebenarnya paling sadis dan kejam diantara kami berenam...

Mereka berbuat kriminal, dan dibuang keluarga mereka, karena keanehan yang mereka miliki.. Sementara aku? Aku sepenuhnya normal dan hanya manusia biasa, tapi aku tega melakukan hal itu pada ayahku sendiri.. Bukankah aku monster sesungguhnya diantara kami berenam?

Jin hyeong menatapku, lalu merangkul pundakku... "Kalau begitu, memang bersama kamilah tempat yang paling cocok untukmu... Ya kan? Hahaha~"

.

.

.

NAMJOON POV

Aku dan Jimin jalan-jalan sore bersama sambil membahas beberapa hal sehari-hari.

"Aku penasaran apa sebenarnya pekerjaan kalian~ Mengapa kalian bisa sekaya dan sesukses ini?" sahut Jimin tiba-tiba ketika kami sedang duduk di bangku taman yang ada di Bangtan Fear Street sambil memakan es krim.

Aku memiringkan kepalaku. Mengapa ia tiba-tiba ingin tahu? Atau ia, hanya sedang asal bicara? Mencari topik pembicaraan?

"Pekerjaan kami... Sesuatu yang bergerak di bidang technologi... Kau tidak akan mengerti, hehehe.." sahutku sambil tersenyum.

Jimin menganggukan kepalanya. "Aku memang tidak terlalu paham mengenai technologi, hyeong.. Hehehe~"

Aku menatap Jimin. Bingung harus mengatakan sesuatu yang ingin kukatakan padanya mengenai Jungkook.

Aku ragu, haruskah aku memberitahunya, atau jangan?

Bagaimana jika ia curiga? Bagaimana jika ia jadi semakin merasa ada banyak kejanggalan di rumah kami?

Tapi.. Kalau aku tak mencoba memperingatkannya, bagaimana jika nasibnya berakhir seperti yang sudah-sudah?

Aku sebenarnya juga bingung, mengapa aku begitu takut kalau nasib Jimin berakhir tragis seperti pelayan-pelayan kami sebelumnya? Padahal biasanya aku cuek terhadap nasib semua pelayan kami sebelum-sebelumnya.

Seperti yang Jungkook, Hoseok, Taehyung, Yoongi hyeong, dan Jin hyeong katakan.. Aura Jimin.. Mengapa terasa begitu berbeda? Mengapa kami... Begitu menyukai dan menyayanginya?

Siapa sebenarnya Park Jimin yang ada disampingku ini?

"Hyeong? Apa yang kau pikirkan?" sahut Jimin, membuyarkan lamunanku.

"Uhm... Jimin a... Ada yang ingin kukatakan padamu, tapi tolong jangan tanya kenapa.. Jangan tanyakan apapun... Kau hanya perlu mendengar semua ucapanku... Araseo?" sahutku, diiringi anggukan kepala Jimin.

"Jungkook... Kau sangat dekat dengannya kan?" sahutku.

Jimin, dengan polosnya, menganggukan kepalanya.

"Jika ia tiba-tiba mendatangi kamarmu malam-malam.. Dan sorot matanya seolah ingin menghabisimu... Segera hubungi nomor handphoneku... Araseo?" sahutku.

Jimin memiringkan kepalanya. "Apa maksudmu, hyeong? Mengapa Jungkook ingin menghabisiku?"

Aku memutar otak, dan akhirnya terpikirkan sebuah alasan briliant!

"Jungkook, akhir-akhir ini sering berjalan dalam tidurnya.. Ia pernah hampir mencekikku malam-malam... Karena bermimpi buruk dan tanpa sadar berjalan ke kamarku..." sahutku, tentu saja berbohong.

"Jinjja?" Jimin membelalakan kedua bola matanya.

Aku menganggukan kepalaku. "Jinjja, Jimin a.. Makanya, lain kali kau harus berhati-hati jika ia mendatangimu malam-malam, araseo?"

"Ne, hyeong.. Araseo.." sahutnya.

Sudah kuduga ia akan percaya. Karena ia memang sepolos itu.

.

.

.

JIN POV

Aku berusaha tertidur namun tetap saja rasa kantuk itu tak kunjung tiba.

Aku jadi memikirkan ucapan Hoseok tadi dapur, ketika mengatakan justru sebenarnya ialah yang paling sadis diantara kami.

Membuat ingatanku kembali ke beberapa tahun yang lalu.

Aku terlahir dengan didiami sosok bernama Jinnie. Sang penguasa kegelapan terkuat dari Anyang.

Sejak kecil aku memiliki daya tahan tubuh yang terlalu baik, hingga menimbulkan banyak tanya di lingkunganku.

Sejak kecil aku sama sekali nyaris tidak pernah menangis, dan selalu tertawa.

Bahkan ketika umurku masih dua tahun dan tak sengaja aku terserempet mobil ketika main di sebuah jalan, tubuhku baik-baik saja. Tidak ada luka, dan aku bahkan tidak menangis sama sekali.

Namun, karena aku terlalu kuat, aku bahkan tidak pernah menangis ketika melihat nenekku, kakekku, dan sepupuku meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Aku tidak pernah menangis ketika aku bermain pisau dan jariku tersayat pisau itu.

Membuat keluargaku jadi takut padaku.

Dan parahnya lagi, ketika sore itu aku tengah bermain dengan kucing peliharaanku..

Kakinya terjepit diantara jaring-jaring penutup got depan rumahku.

Aku berusaha mengeluarkan kakinya namun tetap tidak bisa. Kucingku terus bersuara seolah merintih kesakitan.

Jadi aku masuk ke dalam rumah, mengambil gergaji milik ayahku, dan menggergaji kakinya yang terjepit itu hingga kakinya terputus dari badannya.

Niatku baik... Aku ingin menolong kucing kesayanganku itu.. Tanpa kusadari bahwa apa yang kulakukan ternyata sangatlah tidak wajar bagi ukuran manusia normal.

Tetanggaku dan ibuku yang melihat kejadian itu langsung membawaku ke sebuah psikiater karena menurut mereka aku sudah mengidap gangguan kejiwaan.

Dan setelah ibuku berkonsultasi dengan psikiater sialan itu, aku dibawa ke sebuah tempat terpencil di pinggiran Seoul.

Sebuah gedung tua.

Tempat rehabilitasi yang baru saja dibangun dengan dana ala kadarnya. Mengapa aku dibawa kesana, bukan ke tempat rehabilitasi yang lebih baik?

Karena hanya tempat rehabilitasi itu yang bersedia menampung secara gratis.

Dengar-dengar tempat itu memang dibangun untuk aksi sosial kemanusiaan oleh pemerintah setempat, demi merehabilitasi para pasien yang mengidap ganggung kejiwaan, secara cuma-cuma tanpa perlu membayar biaya apapun.

Lebih tepatnya menurutku tempat itu disebut sebagai tempat penampungan para penderita gangguan kejiwaan yang dibuang oleh keluarganya!

Dibuang? Tentu saja!

Jika keluarga kami tidak berniat membuang kami, seharusnya kami dititipkan ke sebuah pusat rehabilitasi yang lebih layak! Bukan tempat kumuh yang dibangun dengan aksi sosial seperti itu!

Nyatanya? Tidak ada seorangpun anggota keluargaku yang mengunjungiku selama aku dirawat disana.

Bersyukurlah, tak lama kemudian Yoongi bergabung denganku di tempat terkutuk itu.

Kemudian Namjoon, Taehyung, Hoseok, dan terakhir Jungkook, bergabung menemaniku disana sebagai anak yang dibuang oleh keluarga.

Dan disitulah aku pertama kali jatuh cinta... Kepada Taehyung...

Dan pertama kali aku menangis adalah... Ketika Taehyung memutuskan hubunganku dengannya.

Sejak saat itulah entah mengapa aku melemah..

Aku jadi sering menangis di pundak Namjoon setiap merindukan Taehyung...

Apa sosok Jinnie yang mendiami tubuhku ini... Selemah ini terhadap sebuah rasa cinta?

.

.

.

YOONGI POV

Malam sudah tiba.

Aku duduk di kasurku, menatap ke arah piano coklat tua dihadapanku itu.

Apa benar Suga sudah kembali?

Aku ingat betul saat itu aku begitu mengamuk dan berusaha menghancurkan piano dihadapanku itu.

Karena ia dengan brengseknya merasuki tubuh Jungkook dan membuat Jungkook membunuh ketiga pria tak bersalah itu dengan sangat biadab.

Jika saja aku tahu, Suga ternyata sosok seposesif itu... Seharusnya aku membuangnya dan membuang piano itu sejak dulu!

Ingatanku kembali ke masa kecilku, ketika eomma membelikanku piano itu.

Aku dengan polosnya menekan jari-jariku di tuts-tuts piano itu.

Dan tiba-tiba sebuah bayangan hitam berbentuk menyerupai asap keluar dari piano itu.

Aku, yang masih sangat kecil dan tidak mengerti apa-apa, tanpa rasa takut menatap bayangan hitam itu.

Bayangan itu berusaha menakut-nakutiku agar aku membuang piano itu, namun karena aku masih sangat kecil, aku sama sekali tidak takut.

Aku ingat betul pertama kali suaranya terdengar di telingaku.

"Kembalikan piano ini ke tempatnya semula! Siapa yang mengijinkan ibumu membawa piano itu kesini? Piano ini seharusnya berada di toko tua itu!"

Dan dengan polosnya aku menjawab, "Bukankah eomma sudah membayar piano ini? Itu berarti, piano ini memang sudah selayaknya ada di kamarku, kan?"

"Kau tidak takut padaku?" sahutnya saat itu.

Dan lagi-lagi, dengan polosnya aku menganggukan kepalaku. "Aku sangat menyukai bunyi nada yang keluar dari piano ini.. Aku.. Menyukai piano ini... Dan aku tidak takut padamu, jadi jangan paksa aku meminta eomma mengembalikan piano ini ke toko tua itu!"

Dan seketika itu juga aku mendengarnya berbicara, "Aku rasa... Aku menyukaimu... Baiklah, aku tak akan menyuruhmu mengembalikan piano ini ke toko tua itu.. Tapi sebagai imbalannya, kau mulai detik ini hanya milikku seorang.."

"Kau siapa sebenarnya? Kau berasal darimana?" tanyaku dengan segala kepolosan yang kumiliki.

"Aku Suga.. Aku adalah jiwa dari piano yang sangat kau sukai ini... Aku sudah berdiam ratusan tahun lamanya dalam piano ini... Karena kau menyukai piano ini, itu artinya kau juga menyukaiku... Dan aku rasa aku juga menyukaimu.. Jadi mulai detik ini kau milikku seorang dan aku milikmu seorang... Araseo?" sahutnya.

Dan tololnya, aku mengiyakan ucapannya.. Tanpa kutahu, bahwa keberadaannya dalam kamarku justru menjadi musibah besar dalam kehidupanku.

Siapapun yang jatuh cinta padaku atau dekat denganku, akan dihabisinya.

Ia merasuki tubuhku dan membuat kedua tanganku ini berlumur darah membunuh mereka yang tak berdosa...

Membuatku dibuang keluargaku.. Ke tempat itu... Membuatku bertemu dengan kelima sahabatku ini...

Saat itu aku membentak Suga habis-habisan karena merasuki tubuhku seenaknya dan membuat kedua tanganku melakukan pembunuhan-pembunuhan keji itu..

Aku mengancam akan membakar piano itu dan melenyapkannya selamanya jika ia berani-beraninya merasuki tubuhku lagi. Membuatnya berjanji tidak akan lagi merasuki tubuhku untuk membunuh..

Tanpa kusadari, bahwa ia memang tidak pernah lagi merasuki tubuhku sejak itu.. Namun, ia justru merasuki tubuh Jungkook dan membuat kedua tangan Jungkook berlumuran darah membunuh ketiga pria malang itu.

Dan ketika mengetahui ia merasuk tubuh Jungkook untuk membunuh, amarahku kembali naik ke permukaan, membuat Suga seketika itu juga menghilang dari hadapanku... Membuat Suga pergi dari dalam piano itu... Entah kemana ia pergi..

Yang kutahu hanya satu.. Jika aku membakar piano itu, saat itu juga Suga juga akan menghilang selamanya dari muka bumi ini.

Aku nyaris membakarnya, namun aku teringat semua kenangan indah yang kumiliki bersama piano itu. Apalagi, piano itu pemberian eomma.. Hanya piano itu satu-satunya kenangan eomma yang kumiliki.

Jadi, aku memutuskan membiarkan piano itu tergeletak dalam sudut kamarku.

DUAR!

Sebuah petir tiba-tiba bergemuruh.

Dan seketika itu juga hawa dingin seolah berputar disekitarku.

Aku menatap piano itu lekat-lekat... Dan benar saja dugaanku!

Tuts-tuts piano itu bergerak dengan sendirinya, melantunkan sebuah nada yang begitu sedih.

"Suga?" sahutku.

Dan tak lama kemudian, bayangan hitam itu kembali menampakkan wujudnya dihadapanku...

"Aku kembali, Min Yoongi..."

.

-TBC-


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top