50. Mimpi Terindah (dan Terburuk)

"Alsenon, bangun dong. Sen, bangun."

Bisikan halus dan goyangan yang lembut. Aku membuka mata. Tanganku kesemutan karena menjadi bantal kepala. Remang di sekelilingku. Ini di mana? Kelas lamaku?

"Bangun juga akhirnya." Noura berkacak pinggang. "Kenapa kau tidur di sini?"

Mimosa selingkuh sebentar dari ponsel. "Kalau kau gak enak badan, seharusnya kau istirahat di rumah. Tapi kau keras kepala mengikuti acara perkemahan ini."

Aku diam sejenak, mencoba mencerna. Bukannya aku duel dengan Auristella di Sky Starry? Kami terjatuh menghantam permukaan tanah. Apa yang terjadi?

"Sen, gak apa-apa?" tanya Serena risau.

"Kita ada di mana? Sedang apa kita di kelas malam-malam begini?" kataku kikuk.

Aga dan Gracia bersitatap, khawatir. "Sen, kau lupa? Ini hari terakhir acara kemah sekolah. Kau tergelincir saat mencari kayu bakar di gunung belakang sekolah, tapi kau menolak pulang dan tidur di sini."

"Aneh memang. Bukannya pulang atau ke UKS, malah tidur di kelas," cibir Cielo.

Tes, tes, tes!

Mereka terkejut melihatku menangis. "Duh, Sen, kenapa sih? Kau bersikap aneh dari tadi. Apa kau bermimpi buruk? Ini semua salah Hanya! Dia mengejutkanmu!"

Hanya melotot. "Kok jadi aku sih? Kan kita sepakat ngeprank Alsenon karena hari ini ulang tahunnya? Mana kutahu dia syok!"

Abigail datang memelintir telinga Hanya. "Tapi tidak dengan membuatnya pingsan! Kau merusak pesta persiapannya, ketos payah!" Beralih menatapku. "Tapi, kau yakin kau baik-baik saja, Sen? Ada yang luka? Apa benar kau bermimpi buruk?"

"Entahlah." Aku juga tidak paham kenapa air mataku terus mengalir. "Kayaknya iya deh. Aku bermimpi buruk yang panjang. Terima kasih sudah membangunkanku."

Kejadian Auristella... semua tragedi itu cuma mimpi. Aku benar-benar bersyukur.

"Guys!" Kepala Chausila muncul dari pintu. "Kembang apinya akan segera dimulai. Ayo cepat keluar. Btw, kau sudah bangun, Sen? Happy birthday, ya. Kadonya menyusul."

Cielo menepuk bahuku. "Selamat ulang tahun. Maafkan kelakuan ketos payah itu," katanya, menyusul Chausila keluar kelas.

"Ayo! Kita gak boleh kelewatan!" seru Aga, menggandeng tangan Gracia dan Mimosa.

"Jangan tarik-tarik aku dong..." desah Gracia dan Mimosa kompak. Tipe pemalas.

Abigail menatap Hanya yang menggerutu disalahkan, tersenyum. "Haruskah kita juga pergi? Tenang saja. Aku akan menolongmu dari tinju kombinasi Dyra dan Noura."

Hanya berbinar-binar. "Benarkah?"

"Yaps. Dengan membantu menghajarmu!"

"HUWEEE!!! BUKAN ITU YANG KUINGINKAN!"

Aku menelengkan kepala heran. "Kenapa mereka semangat nonton kembang api?"

"Itu karena pertunjukan kembang apinya cuma 7 menit," gumam Noura, menyusul Abigail dan Hanya. "Setelah itu ayo kita adakan pesta ulang tahun sesungguhnya."

"APA?! 7 menit doang?" Serena beranjak bangun dari kursi, menoleh kepadaku yang mengerjap. "Kalau begitu kita gak boleh sampai kelewatan juga. Ayo kita pergi!"

Mau tak mau aku ikut berdiri. Siapa juga yang mau melewati pemandangan kembang api, apalagi setelah bermimpi buruk.

Serena dan Noura telah keluar dari kelas. Begitu aku ingin meninggalkan kelas, lamat-lamat aku mendengar suara mesin elektrokardiograf beserta suara tangisan.

Aku menoleh. Kelas kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana kecuali aku yang tertahan di ambang pintu. Apa aku salah dengar? Atau aku masih bermimpi?

"Sen! Ngapain masih di dalam? Dasar kau ini. Ayo cepat ke sini! Kembang apinya mulai nih!" Serena melambaikan tangan.

Aku tersenyum. Keluar dari kelas.

"Maaf aku lama, teman-teman."

*

AUTHOR PoV

Sasan dan bawahannya meletakkan sebungkus bunga ke masing-masing batu nisan Alsenon, Hanya, Aga, Gracia, Mimosa, Serena, Chausila, Noura, Cielo, dan Abigail.

"Sepertinya ini jalan yang tepat untuk Alsenon dan teman-temannya."

"Iya." Ingin mengangguk, tersenyum tipis. Adiknya sekarang sudah bisa istirahat dengan tenang. Begitupun yang lain.

Orangtua Alsenon juga ada di sana. "Kami dengar gadis bernama Hoshia Asteris itu berhasil selamat dari maut. Di mana dia?"

"Ah, dia jadi gila setelah insiden itu. Kami harus membawanya ke pusat kejiwaan karena penjara bukan tempat yang cocok."

"Inspektur Sasan! Sudah saatnya kembali!"

Sasan mengangguk, membungkuk pada semua keluarga korban yang hadir.

"Kalau begitu saya permisi. Saya sarankan pada ibu dan bapak sekalian, jangan terlalu sedih pada kepergian mereka. Alsenon mungkin sudah bersatu kembali dengan teman-teman terbaiknya, begitupun sebaliknya. Mereka pasti bahagia di atas..."

Sasan mengusap air matanya. "Mereka tidak lah mati sia-sia. Mereka mati untuk melindungi teman. Mereka pasti bahagia di alam sana. Saya berani menjaminnya."

Ingin tersenyum. "Kau benar..."

"Kalau begitu ayo kita pamitan supaya Alsenon dan teman-temannya bisa bebas."

Ingin menatap nisan adiknya, mengusap pelan baru nisan itu. Sementara orangtua Alsenon, mencium nisan anak mereka.

"Selamat bersenang-senang di surga, Nak."

*****THE END*****




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top