16. Korban yang Tak Diinginkan
Besok harinya...
"Han, kau kenapa? Dari kemarin bengong mulu. Kau masih kepikiran kenapa Auri membiarkan Senon hidup, ya? Kan Aga sudah bilang, Auri tahu Senon sang MC."
"Kau serius menanggapinya, Sasaya?"
Cielo mengedikkan bahu. Apa salahnya? Toh, celetukan Aga benar kan. Demikian maksud ekspresinya sembari menatapku.
"Ah, ini tidak asik. Tak ada Noura yang bisa kuajak duet untuk meninju Hanya."
Abigail manyun. "Dyra, jangan jahat begitu dong. Kecuali kalian mengajakku."
"Hanya nistable sih." Cielo menyengir.
"Kalau kau ada dendam padaku, bilang. Sudahlah, aku mau ke ruang ketos dulu. Semak otakku melihat kalian. Bye."
Hanya melambaikan tangan, keluar dari kelas sambil menguap. Dasar picik! Anak itu pasti mencari alasan untuk tidur.
Aku menopang dagu. Walau suasana sekolah hari ini terasa damai, Auristella masih bergentayangan. Aku akui, aku salah bermain di TKP sendirian kemarin. Memang lebih bagus kalau ada Hanya.
Tunggu. Aku lupa menanyakan kepada Hanya, di mana dia mendapatkan surat teror miliknya. Kutanyakan nanti deh.
*
"Hanya... Hanya... Hanya..."
Siapa sih yang berisik? Noura kah? Atau Sasaya? Biarkan aku tidur! Pemilik nama membuka mata yang berat. Kenapa juga badannya terasa lemas begini. Padahal Hanya kan baru tidur beberapa menit.
Yang menyambut Hanya ketika dia melek sepenuhnya adalah aku yang bersedekap sebal bersama Serena yang kebingungan mengapa aku menutup matanya.
"Hoo, kau rupanya, Alsenon. Ngapain?"
"Ngapain lagi coba? Membangunkanmu lah, dasar kebo. Kau pikir sekarang jam berapa heh? Bisa-bisanya ketos membolos empat jam. Lalu..." Aku mendesah kasar. "Kenapa kau menyalakan AC dengan seragam yang terbuka? Kau cari mati?"
"Huh?" Hanya menatap seragamnya yang ternganga setengah, melotot, langsung mengancingikan kembali. "Apa-apaan? Kok bajuku terbuka? Kyaa! Aku diperkaos—"
Plak! Aku menempeleng kepalanya.
"Jangan melindur kau. Cuma kau sendiri yang ada di ruangan ini. Cepat bangun sebelum Noura dan Dyra datang lalu menghajarmu. Kau mau dibogem lagi?"
"Iya, iya!" Hanya menyahut malas.
Aku bilangnya ketus begitu... Tapi tetap saja aku penasaran apa yang terjadi pada Hanya. Dia bukan tipe pria yang melakukan hal tak senonoh di sekolah.
Aku menoleh tajam ke sekitar. Entah kenapa aku merasa... Seseorang sengaja menyalakan pendingin. Kutatap kamera CCTV yang menyorot ke dinding.
Dia bahkan mengubah arah cctv. Apa mungkin Auristella baru saja ke sini?!
*
Pulang sekolah, kami berlima berencana akan pergi ke arkade mumpung sekarang hari sabtu dan besok minggu. Tak apa lah mengakhiri hari bermain di sana.
Belakangan otakku kusut masai dihantui oleh Auristella. Belum lagi duka atas kematian Graciana dan Chausila. Jadi tidak ada salahnya refreshing sebentar.
Tentu saja kami juga akan mengajak Aga, Noura, dan Mimo di kelas sebelah.
"Alsenon? Ah, kalian di sini."
Satu alisku naik. Kenapa ekspresi Noura tidak baik begitu? "Ada apa?" tanyaku.
"Seharian ini Buk Ardena tidak masuk sekolah. Padahal dia mengajar di jam pelajaran ke-4. Kelas kalian juga, 'kan?"
Hm, benar juga. Tadi kelas kami kosong karena Buk Ardena tidak hadir. Apa beliau izin cuti karena ada urusan? Atau beliau sakit? Ah, tidak mungkin. Kemarin kan Buk Ardena masih sehat walafiat.
"Kita ke rumahnya saja," cetus Hanya. "Kebetulan ada yang mau kusampaikan."
"Apa memangnya?" Aga penasaran.
"Ada deh. Urusan OSIS. Kepo ente."
"Ya sudah. Kita mampir ke rumah Buk Ardena dulu baru ke arkade. Kau tahu alamatnya kan, Han?" Awas sajabilang tidak. Akan langsung kutumbuk dia.
"Kau tahu berapa IQ-ku, kan?" Hanya tersenyum jemawa. "Serahkan padaku."
"Apa hubungannya sih, anying?!"
Arghh! Si pemalas ini sombong banget! Gemes ingin menerjang! Tapi dia pintar!
*
Kami tiba di rumah Buk Ardena pukul 17.45 sore. Sepi sekali di kawasan itu. Yah, wajar merujuk beliau masih lajang.
Teng Nong! Teng Nong! Teng Nong!
Teng Nong! Teng Nong! Teng Nong!
PANG! Tas Noura melayang ke kepala Hanya. "Dua kali saja mencetnya dong!"
Tidak ada jawaban. Kami saling tatap. Apa benar Buk Ardena sedang sakit? Noura sekali lagi memencet bel, tak sengaja mendorong pelan daun pintu.
Kriet! Pintu depan berdecit pelan.
"Huh? Kok pintunya tidak dikunci? Buk Ardena ini ceroboh sekali. Nanti ada maling gimana," celoteh Aga, menyelonong masuk. Menyusul Serena dan Noura.
Aku masuk paling akhir setelah Hanya—anak itu malah asyik mandangi jendela.
Piiittttt!!!!
Kami menoleh ke sumber suara. Asalnya dari dapur. Astaga! Apa Buk Ardena sedang menjerangkan ketel air? Cielo tergesa-gesa memadamkan kompor gas.
Aku mendesis. Ini aneh. Buk Ardena bukan wanita yang lalai. Dia selalu fokus dan disiplin terhadap pekerjaannya.
Brak! Gedebuk!
Aku menoleh cepat ke Mimosa yang tiba-tiba terduduk di lantai. "Kenapa denganmu..." Aku seketika mematung demi melihat apa yang Mimosa saksikan.
Di sebuah ruangan yang kemungkinan kamarnya Buk Ardena, tampak siluet seseorang mengambang di udara. Kakinya tak menyentuh permukaan lantai.
Aku berbinar-binar. "Apa yang...?"
Buk Ardena ditemukan gantung diri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top