14. Perseteruan: Bukan Kali Pertama

"Derara! Kenapa kau melakukan sesuatu yang tidak bisa kau tangani, hah?! Aku sudah bilang, segera tutup kasusnya. Kau justru menyelidiki tanpa izinku dan lihatlah, aish, korban lain telah jatuh."

"Makanya kita harus menginvestigasi ulang, Pak. Graciana tidak bunuh diri, sebagaimana tewasnya Chausila. Atau anda ingin menutup kasus Chausila juga? Menganggap anak itu bunuh diri dengan menusuk tubuhnya dengan jari-jari sepedanya sendiri?" Pakailah otakmu! lanjut Sasan dalam hati, belum berani mengungkapkannya terang-terangan.

Beliau memijat pelipisnya. "Aku sudah menerima laporannya. Terdapat tanda V di lehernya yang berarti penyebab kematian adalah tercekik hingga tulang hyoidnya patah. Apalagi di TKP (ruang OSIS) ditemukan tali karmantel dengan simpul hangman's knot. Hal itu sudah menjelaskan jika Chausila gantung diri."

[Note: Tanda V atau bekas jeratan, jejak di kulit karena tekanan dari tali. Hangmans knot; simpul gantung.]

Apa? Sasan menatap tidak percaya atasannya yang sangat pandai menulis cerita detektif. "INSPEKTUR! Tidak ada mayat yang bisa menindik tubuhnya sendiri dengan jari-jari sepeda. Anda serius berpikir Chausila bunuh diri?"

"AKU TAHU! KAU PIKIR AKU BODOH?!"

"Lalu kenapa, Inspektur?!" desak Sasan.

"Jika kau terus bergerak agresif seperti ini, anak-anak itu bisa dalam bahaya. Karena ini bukan kali pertama terjadi pembunuhan di SMA Kitare Hatsejena."

Tubuh Sasan seketika membeku. "Apa... maksud anda, Pak? Jangan bilang—"

*

Klik. Klik. Klik. Klik! Klik! Klik!
KLIK! KLIK! KLIK! KLIK!

"Sudahlah, Hanya... Kau sudah mencarinya 24 jam lebih. Tidak ada yang berubah dari cctvnya." Cielo merasa tidak tega karena cowok itu terus memelototi layar laptop, memeriksa tiap detik, tiap menit, rekaman 31 Mei, tanggal kematian Sila.

Pasti ada... Pasti ada yang luput oleh Hanya. Dia akan menemukan sesuatu! Seperti sosok mencurigakan yang masuk ke ruang OSIS atau siapa lah. Masa pelaku sejeli itu menghindari titik buta cctv?! Ayolah, cctv, berikan petunjuk.

Aku mengembuskan napas panjang, menoleh ke Abigail yang dihibur oleh Aga. Sebenarnya Aga juga butuh dihibur, namun aku dan yang lain tak bertenaga. Bahkan untuk menangis... Ah, sudahlah.

Batinku sudah terlalu lelah.

Sebelumnya Graciana, sekarang Chausila. Sebenarnya apa yang diinginkan Auris hingga dia berani membunuh begini? Tidak hanya satu, melainkan dua orang. Tambahan seekor kucing tak berdosa.

Tidak hanya mencekik Chausila, tetapi juga menancapkan jari-jari sepeda ke tubuhnya. Tak pelak lagi, Auris psikopat.

Bagaimana cara kami menangkapnya? Jejaknya saja tak dapat ditemukan. Aku tak bisa diam berpangku tangan begini.

Grep! Aku menoleh. Serena menahan lenganku. "Mau ke mana?" tanyanya.

"Ke ruang osis," sahutku datar.

*

Otakku dihujani oleh pertanyaan sama: apa yang membuat Graciana ke rooftop dan Chausila ke ruang osis. Lagi pula mereka berdua adalah tipe gapil. Jika mereka tidak diteror, aku yakin Gracia dan Sila tak mau tahu soal Auristella.

Tapi merujuk Gracia dan Sila tiba-tiba keluar dari zona aman mereka, punya ambisi mencari jejak Auristella, tak salah lagi, ada sebuah konspirasi di sini.

"Baiklah Gracia, Sila... Sebenarnya apa yang kalian dapatkan di tempat ini sehingga Auristella membunuh kalian?"

Layaknya di film-film kriminal, aku tak lupa memakai sarung tangan. Meski aku masih level amatiran, aku tak seceroboh itu meninggalkan sidik jari di TKP.

Aku mengusai ruang osis—biarkan saja petugas kebersihan sekolah yang merapikannya nanti. Lagian, woi, Sila terbunuh dan ditemukan di sini. Jadi tak apalah sekalian kuacak TKP-nya.

Wong aku tidak sedang bermain-main.

Selagi sibuk memeriksa laci atau apa pun benda yang kemungkinan disentuh oleh Chausila, kakiku menendang sebuah buku yang tergeletak di bawah meja. Buku itu tersembunyi dengan baik (hanya tampak bagian kepalanya saja) mungkin menggelincir ke situ sebab lantai licin.

"Buku Induk Siswa? Tahun kemarin? Kenapa ada di tempat seperti ini—Slap!" Selembar kertas jatuh begitu aku membuka halaman pertama. "Apa ini?"

Itu sebuah data personal seorang murid yang disobek terpisah. Mungkinkah Sila atau Graciana yang menyelipkannya...?!

Buru-buru aku membacanya. Murid itu laki-laki. "Namanya Alpha Astara—"

Jleb! Terlalu fokus dengan penemuanku, aku lupa kalau penjagaanku tidak ada sama sekali alias terbuka lebar.

Entah apa itu—sepertinya suntik—menusuk leherku. Pandanganku memburam. Kertas biodata di tanganku terlepas. Bruk! Aku terjatuh lemas ke lantai. Tampak siluet seseorang berdiri di belakangku.

Gelap. Aku tidak bisa melihat mukanya. Tapi yang jelas, dia tersenyum smirk.

"Kau harus tunggu giliranmu, Alsenon."






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top