🈀 · ᝰ cuatro ˊˎ-
Semenjak (Y/n) setuju dengan undangan Shinichiro untuk datang ke rumahnya, di sinilah mereka berada. Di depan sebuah rumah yang tampak minimalis namun sederhana. Sebelum datang ke sini, (Y/n) sudah lebih dahulu meminta izin pada ayahnya. Entah sekarang ayahnya itu akan membacanya atau tidak-mengingat beliau masih berada di kantornya-namun yang terpenting (Y/n) sudah mengabari bahwa ia akan pulang terlambat hari ini.
Setelah bel ditekan dua kali, pintu pun dibuka. Seorang laki-laki bersurai piranglah yang membuka pintu tersebut. Di antara sela bibirnya, terjepit sebuah kue taiyaki.
"Masuklah, (Y/n)."
Seusai Shinichiro berkata demikian, laki-laki bersurai pirang itu pun menyingkir. Memberikan ruang bagi (Y/n) dan Shinichiro untuk masuk ke dalam. (Y/n) langsung mendudukan dirinya di atas sofa di ruang tamu.
Rupanya, laki-laki yang membukakan pintu tadi pun ikut duduk di hadapan (Y/n). Ia masih memakan taiyaki itu sambil menatap ke arah (Y/n). Tatapannya tersebut tampak sulit diartikan. Namun, sepertinya ia terlihat berbinar-binar.
"Jadi, Nee-san adalah kekasih Aniki?"
(Y/n) pun mengangguk pelan. "Apakah kau adalah adiknya Shinichiro-Senpai?" tanyanya balik.
Dengan semangat, lelaki itu mengangguk. "Ya, aku adiknya! Namaku Sano Manjirou. Senang bertemu denganmu, Nee-san," ujarnya sopan.
Mendengar perkataan Manjirou itu, sontak (Y/n) pun tersadar akan suatu hal. Ia kembali menatap Manjirou. Yang ditatap pun hanya bisa merasa heran.
"Terima kasih atas bekal buatanmu kemarin," ucap (Y/n) seraya membungkuk singkat.
"Bekal?" ulang Manjirou. Namun, seketika ia tergelak. Menciptakan keterkejutan sontak menyelimuti (Y/n).
Mengapa Manjirou malah tertawa? Apakah mengucapkan terima kasih itu terdengar lucu di telinganya? Bahkan Shinichiro pun pernah tertawa karena perkataan (Y/n) saat itu. Apakah keluarga Sano ini gemar tertawa karena hal yang tidak ia pahami?
"Bukan, bukan aku yang membuatnya, Nee-san. Itu adalah adikku, Sano Emma," jelas Manjirou setelah tawanya lenyap. Ia masih merasa geli karena perkataan (Y/n) itu.
Mendengar penjelasan singkat namun membuatnya malu itu, sontak wajah (Y/n) memerah. Tentu saja, memerah karena malu. Kini ia menyesali perkataannya itu tanpa bertanya lebih dahulu.
"Memangnya Aniki tidak memberitahumu jika ia memiliki dua orang adik, Nee-san?" tanya Manjirou lagi.
"Aku memberitahunya."
Bukan (Y/n) yang menjawab, melainkan dari sumbernya langsung, Shinichiro. Lelaki itu kembali dengan sebuah nampan di tangannya. Yang kemudian nampan tersebut diletakkan ke atas meja.
"Minumlah, (Y/n)." Segelas ocha diberikan pada (Y/n). Gadis itu pun mengangguk. "Tetapi, sepertinya aku lupa mengatakan bahwa aku memiliki dua orang adik," tambah Shinichiro sembari terkekeh.
"Salahku juga karena tak menanyakannya padamu," timpal (Y/n), yang seketika membuat mereka, baik Manjirou maupun Shinichiro, menatap ke arah gadis itu. "Maaf, Manjirou-san. Aku tidak tahu," ujarnya pelan. Pun disertai rasa bersalah.
Shinichiro dan Manjirou pun bersitatap. Sesaat setelahnya keduanya saling melemparkan senyum geli. Ya, dikarenakan tindakan (Y/n) yang tak terduga itu, namun memberikan warna di sana.
"Panggil aku Manjirou saja, Nee-san."
Tanpa ragu, (Y/n) pun mengangguk. Permintaannya itu tidaklah sulit untuk dilakukan.
Seketika, Manjirou menjadi merasa lebih bersemangat. Ia pikir, kekasih kakaknya itu merupakan seorang gadis yang terlampau ceria seperti Emma. Namun, rupanya ia salah. Tidak ada sifat ceria yang seperti demikian. Justru sikap dewasanya tampak kentara dari perkataannya tadi. (Y/n) tak menyalahkan Shinichiro karena kakaknya yang bodoh itu lupa memberitahu bahwa ia memiliki dua orang adik. (Y/n) malah mengakui kesalahannya dan bahkan meminta maaf pada dirinya.
Seketika gadis itu tampak keren di mata Manjirou.
"Tadaima!"
Suara feminin yang berasal dari pintu masuk membuat atensi mereka beralih ke sana. Seorang gadis masuk ke dalam. Di tangannya terdapat dua buah kantung plastik berisi berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Dari warna surai gadis itu yang sama dengan milik Manjirou, (Y/n) pun tahu bahwa ia adalah Sano Emma.
"Ah, Nee-san ini pasti kekasihnya Nii-chan, ya?" tebak Emma antusias. Melihat (Y/n) yang duduk manis di sofa membuat Emma lupa dengan barang belanjaannya. Ia menggeletakkan barang-barangnya itu begitu saja. Sehingga Shinichiro-lah yang langsung berinisiatif membawanya ke dapur. Dibantu oleh Manjirou secara terpaksa, tentunya.
"Ya."
"Rupanya Nee-san sangat cantik. Mengapa Nee-san ingin menjadi kekasihnya Shinichiro nii-chan?" tanya Emma penasaran. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. Sementara tatapannya berbinar-binar, menunggu jawaban (Y/n).
Apa alasannya? Well, (Y/n) memang memiliki beberapa alasan dan alasan yang paling kuat tentang mengapa dirinya menerima ajakan Shinichiro menjadi kekasihnya. Namun, sangat tidak mungkin jika (Y/n) memberikan alasan itu pada Emma yang notabene merupakan adiknya sendiri, 'kan?
"Karena Shinichiro-Senpai merupakan dirinya sendiri."
Jawaban klasik dan klise memang lebih baik daripada berbohong, bukan?
Sejenak Emma terdiam. Namun, kemudian ia mengangguk-angguk paham. "Oh, begitu. Meskipun aku tidak paham, tetapi aku tetap senang karena jawaban Nee-san itu!" serunya.
(Y/n) akui kini perasaan bersalah mulai menggandrungi dirinya perlahan.
***
Menjelang malam hari, (Y/n) sudah berniat untuk pulang. Namun, niatnya itu pudar karena kedatangan kedua orang tua Sano bersaudara itu. Melihat ayah dan ibu Shinichiro, sontak (Y/n) memberi hormat. Di manapun itu, tata krama tak pernah boleh dilupakan.
Alhasil, (Y/n) pun ikut makan malam bersama di kediaman Sano itu. Ia merasa tidak enak hati apabila menolaknya. Terlebih, sepertinya ibu Shinichiro tampak ingin berbicara banyak hal dengan (Y/n). Entah mengapa, semua orang di rumah ini bersikap kekeluargaan dan juga penasaran akan diri (Y/n).
Selesai makan malam, barulah (Y/n) kembali memutuskan untuk pulang. Ia hanya tidak ingin ayahnya sendiri merasa khawatir apabila dirinya belum kembali ke rumah. Dengan alasan itulah, (Y/n) pun diperbolehkan pulang. Toh ia juga tak ingin berdiam terlalu lama di dalam rumah seseorang.
"Biar aku antar."
Ucapan itu menghentikan (Y/n) yang sedang menatap ke arah ponselnya. Mengecek tarif harga untuk naik taksi online. Namun, gadis itu pun tak jadi melakukannya dikarenakan harganya taksi itu sama dengan uang jajannya selama beberapa hari. Pun ditambah dengan tawaran Shinichiro yang tepat waktu.
"Naiklah."
Sebuah motor terpampang di hadapan (Y/n). Shinichiro sudah mengenakan helmnya dan duduk di atas jok motor, sementara (Y/n) masih sibuk mengenakan helm. Setelah berhasil, barulah gadis itu naik ke atas jok motor.
"Mungkin kau berpikir mengapa aku tidak mengantarmu pulang jika aku memiliki sebuah motor," ujar Shinichiro tiba-tiba. Membuat perhatian (Y/n) tertuju padanya. Ia menatap Shinichiro balik melalui kaca spion. Setengah wajah lelaki itu tertutup oleh helm.
"Saat itu, motorku ini masih dalam keadaan diperbaiki. Aku sudah mencoba memperbaikinya dengan kemampuan yang kupunya. Namun, sepertinya malah memperparah kondisi motorku ini." Ia terkekeh. Pikirannya pun melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu ketika ia mencoba memperbaiki motornya.
"Oh, begitu rupanya. Tidak apa-apa. Itu bukanlah masalah besar," balas (Y/n) singkat dan jujur. Toh gadis itu memang tak ambil pusing tentang dirinya yang tak diantar pulang. Ia bahkan tak bertanya-tanya mengapa Shinichiro tidak melakukannya.
"Karena motor ini sudah selesai diperbaiki, jadi mulai besok aku akan mengantar dan menjemputmu pulang. Setiap hari."
Ujaran Shinichiro itu menyentak (Y/n). Bak disetrum oleh listrik bertegangan jutaan volt, gadis itu pun merasa terkejut. "Kau tidak perlu melakukannya, Shinichiro-Senpai."
"Ah, satu lagi."
Jantung (Y/n) berdetak kencang kala ia menunggu perkataan Shinichiro yang selanjutnya. Tidak ada alasan yang membuat (Y/n) merasa demikian. Namun, tubuhnya bereaksi sendiri. Yang bahkan tidak ia kontrol.
"Mulai besok, panggil saja aku dengan nama depanku, Shinichiro."
Helaan napas lega lolos dari bibir (Y/n). Namun, gadis itu masih tak mampu menyingkirkan rasa penasarannya akan penyebab Shinichiro meminta hal itu. "Mengapa demikian?" tanyanya.
"Karena kau 'kan kekasihku, (Y/n)."
Saat ini, (Y/n) sibuk mencari cara agar detak jantungnya kembali netral.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top