3
"SIALAN!" Erika meninju meja. "Keparat, dia kembali di luar perhitunganku! Ini terlalu cepat."
Watson menatap datar Erika yang naik pitam setelah selesai melihat artikel tersebut. Walau Watson tidak tahu-menahu apa pun pentas drama di sana, Watson terkadang penilai baik dalam membaca situasi.
Kembali katanya? Maksudnya pelaku kasus kakak Aiden kembali bereaksi? Watson mengangkat bahu, meneruskan bacaan.
"Ini gara-garamu ke sini dan kasusnya terulang. Kenapa kamu tidak tetap diam bersama Erika dan jangan pernah menemuiku lagi?" Aiden tak bisa menahan kedongkolannya.
"Karena perasaanku, Aiden. Dengan cara apalagi untuk membuatmu sadar? Aku pergi demi mengatasi kesedihanmu. Berbulan-bulan kulalui kelayapan ke sana-sini mengali informasi kasus Mupsi." Grim putus asa menjelaskan. "Dan lihatlah, karena menjadi kasus dingin, Mupsi kembali berulah. Jika kita biarkan, Mupsi bisa membunuh banyak remaja di Moufrobi. Kita harus bekerja sama."
Aiden tertawa miring. "Bukankah kalian bilang menemukan petunjuk tentangnya? Kenapa sekarang jadi panik?"
"Kami tidak memperhitungkan Mupsi bertindak secepat ini, Aiden. Tolong mengertilah."
Watson menghela napas. Kasus Mupsi, ya? Unik sekali. Apa itu inisial, kata dalam bahasa lain, anagram? Andai ada yang mau sukarela menjelaskan rinciannya.
Tuhan mengabulkan permintaan Watson. Akhirnya Grim dan Erika menotis sosok Watson yang jadi anak bawang sedari mereka datang—mereka hanya tertarik artikel bacaan Watson bukan orangnya.
Grim melewati Aiden, berdiri di depan Watson, menatap intens. "Kamu pastilah Watson Dan, pengganti ketua klub ini. Aku sudah mendengar tentangmu."
Watson berdeham pendek. Mata sayunya asyik membaca artikel penemuan mayat di bibir Pantai Hedgelea. Dia sudah lupa remedial sejarah.
"Apa kamu tahu soal Anlow Eldwers?"
"Tidak."
"Eh?" Grim mengernyit. "Kenapa kamu tidak tahu? Dia ketua pertama di klub ini sekaligus kakaknya Aiden."
"Karena aku tidak tertarik selama tidak membutuhkan bantuanku," balas Watson datar.
Grim terdiam. Apa-apaan?
Erika tersenyum misterius. "Lelaki yang menarik."
Jeremy cekikik habis-habisan. Grim melawan si dingin Watson? Pertarungan psikologi yang hebat! Akan lebih seru jika ada pop corn di sini. Bagaimana cara Grim mengalahkan orang yang berhati beku seperti Watson, huh? Patut ditonton!
Di sisi lain, bohong Watson bilang tidak. Sudah diwanti-wanti oleh Aiden dan yang lainnya dalam tiga menit ini, dia tak tertarik? Omong kosong. Hanya saja dia bingung kepada siapa bertanya. Lihat dia dari tadi, terasingkan.
Drrt! Satu pesan masuk dari Deon.
Aku menunggumu di kafe dekat kantor pamanmu bekerja. Datanglah sekarang, ada yang ingin kubicarakan. Jika kamu mengabaikan pesan ini, akan kujemput.
Watson memandang tak minat layar ponsel. Polisi detektif yang satu itu sepertinya menaruh dendam pada Watson sehingga seenaknya memerintah. Dipikir Watson bekerja untuknya apa.
"Aku pergi dulu," ujarnya menyambar tas.
"Tunggu, Dan!" Aiden mencegah. "Bagaimana soal mayat itu? Aku tidak mau bekerjasama dengan mereka. Kita harus ke Hedgelea."
Watson berhenti melangkah. Dia sudah amat malas dengan tindakan infantilisme yang berlangsung di sana.
"Dengar, ya. Aku tidak peduli masalah kalian atau apa pun itu. Aku-tidak-peduli. Aku tidak ingin ikut campur permasalahan masa lalu kalian berlima. Jika mereka berdua tahu banyak tentang Mupsi, bukankah lebih baik kalian menerima bantuannya? Kalian kedatangan teman lama, paling tidak dengar penjelasannya dulu. Jangan main hujat."
Dan Watson berlalu pergi.
Jeremy berdecak kagum. "Berbicara sambil memunggungi boleh juga. Yosh, aku akan menirunya besok!"
Aiden mengepalkan tangan. Hellen berusaha menahan jengkel. Kalau Watson sudah berbicara seperti itu, walau sebenci apa, mereka harus berdamai. Penjahat yang membuat Anlow Eldwers terbunuh memulai pertunjukannya setelah sekian lama. Mereka butuh tenaga bantuan.
"Baiklah, aku terima tawaranmu. Lagi pula kalian juga mantan anggota klub. Kita pergi ke Hedgelea besok jam delapan pagi."
Grim dan Erika saling tatap. Klub Detektif Madoka memilih pemimpin yang tepat. Kebetulan mereka memikirkan hal yang sama.
Bagaimana tidak? Suasana seperti perang dunia dapat dia cairkan dalam untaian kata sederhana.
*
Tidak salah Watson patuh pada Deon kali ini. Polisi detektif itu membawakan profil kasus Pembunuhan Mupsi yang disinggung Aiden dan Grim. Watson berseru mantap dalam hati.
"Apa maksudnya ini? Kenapa Anda memberikan ini padaku?" tanya Watson menyipitkan mata, berbasa-basi. "Sampai memberikan informasi berharga, bukankah itu artinya Anda punya siasat tertentu?"
"Kalau tidak bisa formal jangan paksakan," kata Deon menyesap kopi. "Aku juga tidak tertarik sebelum melihat nama detektif yang tak asing di sana," lanjutnya santai. "Anlow Eldwers. Aku ingat dia adalah kakak Aiden. Si sulung dari keluarga Eldwers dikatakan tewas ketika menyelidiki Pembunuhan Mupsi."
Watson manggut-manggut, membuka dokumen, mengeluarkan catatan-catatan yang sudah dikemas. "Pembunuhan Mupsi dimulai dari kematian murid perempuan di sekolah Galatha bernama Meqalle Mamole. Korban kedua dari asrama laki-laki, Palneon Paltrado. Dibunuh dengan memisahkan anggota tubuh dan menempelinya ke boneka manekin. Sisa-sisa tubuh dibuang."
Eh? Watson tertegun sejenak. Tampaknya dia mendapatkan sesuatu.
"Usut punya usut Divisi II menyembunyikan permohonan warga yang mengeluh soal kasus ini, tidak mengizinkan timku mendapat informasi. Mereka tidak percaya Mupsi kembali ke Moufrobi. Aku sengaja membobol gudang data dan menemukan catatan ini. Beberapa remaja sekolah menghilang lantas tewas." Deon menyerahkan artikel yang dibaca Watson di klub. "Apa kamu sudah mengetahuinya?"
Watson mengangguk. "Pantai Hedgelea."
"Kamu paham artinya kan, Watson? Ini pembunuhan berantai. Pelaku penjahat Marionette yang diurus oleh Anlow Eldwers tidak terkupas sampai habis dan kasus itu menjadi terhantar. Dia kembali memangsa."
Masalahnya kasus tersebut bernotabene hak Aiden. Bagaimana cara Watson boleh ikut campur?
"Apa ada saksi?" Watson mengalihkan.
"Kami punya dua. Sepasang remaja yang sedang berlibur. Nama korban adalah Poppy Graziana, 18 tahun. Dia menghilang ketika mengikuti pariwisata sekolah."
"Apa Mupsi mempunyai ciri khas tertentu atau semacam motif?" tanya Watson lagi seraya membalikkan halaman.
Deon mengelus dagu. "Sesuai data dari forensik, kasus Mupsi identik dengan simbol aneh di tubuh korban. Soal motif, divisiku masih mendiskusikannya."
"Simbol?"
Deon mengangguk. "Bagaimana cara aku menggambarkannya, ya... Itu terlihat seperti dua tiang bendera segitiga dengan kedua ujungnya saling bertemu."
Watson diam. Bergumam sendiri.
Keduanya hening mendadak, tidak membuka dialog lagi. Watson serius membaca dokumen kasus dan Deon asyik menghabiskan kopinya.
Abu-abu. Hanya sedikit petunjuk yang Watson dapatkan. Dia harus terjun langsung ke TKP. Tidak ada pilihan selain ikut rombongan Aiden ke Hedgelea—jujur, dia tak nyaman.
"Inspektur," Watson memutus lengang. "Aku ingin mengingatkan sesuatu."
Deon menatapnya bingung. Kenapa intonasi suaranya mendadak lunak?
"Aku tidak tahu kenapa, tapi firasatku mengatakan aku tidak bisa membantu banyak pada kasus ini." Watson menyingkap lengan seragamnya. Ada sebuah tanda lahir berbentuk matahari di lengan bahunya.
"Tanda lahir? Untuk apa kamu menunjukkan itu padaku?" Deon manyun. Ada yang ganjil dengan Watson.
"Entahlah, mungkin bisa membantu." Watson membetulkan seragamnya, mengandeng tas. "Besok, Inspektur pergilah ke TKP. Aiden dan yang lain akan pergi ke Pantai Hedgelea bersama dua rekannya. Jangan lupa beri dua saksi itu petugas keamanan buat jaga-jaga. Ada yang harus kuurus hari ini, jadi pertemuan kita selesai."
"Kamu mau ke mana? Jangan berkeliaran, Watson. Musuh kita pembunuh remaja. Kamu bisa celaka."
"Aku hanya ingin pergi sebentar ke perpustakaan kota. Ada yang mengganggu pikiranku. Buku-buku di sekolah kurang membantu. Aku akan memberi pesan jika tahu sesuatu."
"Berhati-hatilah."
*
Sesampainya di perpustakaan sentral, Watson menyusuri lantai tiga. Gerakannya menyakinkan ketika memilih bacaan. Pengunjung lain sampai terbengong Watson dengan cepat menenteng lima buah buku bahasa.
Mupsi, ada yang aneh pada kata ini. Di klub Watson sempat memikirkan apakah berupa anagram, kata universal, atau kata dari bahasa lain. Dia harus mencari alternatif memecahkan.
Keanehan bertambah saat Watson membaca korban pertama serta kedua, Meqalle Mamole dan Palneon Paltrado. Lalu korban di Hedgelea bernama Poppy Graziana. Ini pasti anagram alfabet.
Dua jam berlalu, pukul enam sore. Watson sudah menghabiskan tiga buku. Dia tidak menemukan apa-apa. Watson terlalu meremehkan realita. Ini seperti mencari arti kode CL yang ternyata nomor loker Hellen.
Hal itu menjadi tanda tanya besar di kepala Watson ketika pulang dari perpustakaan. Ada tiga kebingungan mengundahnya.
Pertama, bingung akan melanjuti kasus Anlow Eldwers atau menunggu Aiden memberi briefing. Kedua, bingung tentang pola pembunuhan Mupsi. Ketiga, pikiran yang berlebihan hanya mengantarkannya pada kesesatan. Watson belajar banyak dari kasus penjahat pedofil.
Pembunuhan Mupsi. Apa pelaku menggemari Marionette sampai-sampai membuat bonekanya dari anggota tubuh manusia? Ada-ada saja jenis penjahat di kota ini. Penculik anak kecil, dan sekarang penggemar tokoh sejarah.
Sebentar, Marionette itu seorang putri, kan? Apa dia betulan ada di dalam sejarah? Duh, Watson payah sejarah lagi.
Apa, ya? Apa yang mengganggu pikiran Watson? Dia tidak tahu. Apakah sesuatu mengenai ciri-ciri pelaku? Sial. Dia hampir dekat.
Watson berhenti melangkah.
Ada yang mengikutinya sejak keluar dari perpustakaan. Tidak. Sebenarnya dia sudah dibuntuti sejak pulang sekolah. Tahu bakal lama, bagusan tadi dia minta ditemani Deon.
Bagaimana sekarang.... Musuh? Sekutu? Bawahan Deon? Aiden? Atau dua teman lamanya itu? Tidak mungkin kan pelakunya langsung mendatangi detektif yang bisa membahayakan keberadaannya.
Tangannya berpura-pura menghubungi seseorang. Dalam hitungan ketiga, langsung noleh! Satu, dua!
Watson menoleh. Tidak ada siapa-siapa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top