29

"Astaga, Dan?!" Aiden berseru panik. "Kenapa kamu bisa terjerembab di pasir?! Tunggu sebentar! Kami akan segera mengeluarkanmu."

"Tidak usah repot-repot, Aiden." Watson bersedekap. Padahal kondisinya membingungkan, terbenam sampai pinggang. Masih saja bisa bersantai. "Inilah kebenarannya. Jawaban mengapa para korban menghilang bisa lenyap dalam waktu singkat."

"Eh?" Aiden dan Grim bersitatap konyol. Dasar Watson tak lihat waktu, dirinya itu di situasi genting tahu.

"Pasir isap. Mereka berlima bukan diculik, menghilang secara misterius, ataupun hanyut oleh air pasang, melainkan ditelan pasir hisap." Watson berkata yakin, mengangguk percaya diri.

"APA?! PASIR ISAP?" Bahkan intonasi suara Deon yang lebih tinggi dibanding Aiden, Erika, dan Grim. Tampaknya dia sangat syok dengan ungkapan Watson.

Bagaimana Deon tidak syok? Sudah dibuat kelimpungan dan gundah berkepanjangan, dituntut oleh atasan tidak bertanggung jawab, tahu-tahunya para korban menghilang secara alami.

Pasir isap, merupakan fenomena alam yang mematikan nan mampu membunuh manusia jika tidak cepat ditolong. Fenomena tersebut lumrah terjadi di pantai, gua, atau rawa-rawa.

"Stern bilang ada empat kasus serupa di Pantai Diaxva; sekelompok turis menghilang ditelan pasir isap. Tapi mengingat yang menghilang adalah remaja, Distrik Hollow menganggap Mupsi lah pelakunya. Aku yakin mereka berlima di bawah pasir sekarang.

"Momo menelepon Klub Pencari Benda Hilang untuk mencari boneka marionette yang titipkan Kak Anlow. Hubungan mereka berdua bagai guru-murid, kan? Jadi wajar jika Kak Anlow mempercayai boneka itu pada Mupsi."

"Sebentar, sebentar." Deon memijit pelipis. Banyak informasi bermasukan dua menit ini. "Kamu ingin bilang Anlow terlibat?"

Watson mengangguk.

"Kenapa bisa?" Erika tidak mengerti. "Maksudku, Kak Anlow sudah meninggal. Apa ini semacam wasiat yang ditinggalkan pada Mupsi?"

"Benar. Hadiah ulang tahun Aiden, Kak Anlow tidak sempat memberikannya dan mengandalkan Mupsi untuk mengantikannya, lantas insiden itu terjadi. Mungkin Mupsi berubah pikiran tadi malam, kemudian berniat menjalani amanah Kak Anlow." Watson angkat bahu. Dia terlihat tenang sekali.

Aiden terdiam. "Hadiah...?"

"Benar, Aiden. Boneka marionette yang dibeli oleh Kak Anlow adalah hadiah ulang tahunmu."

"Tapi kenapa harus memakai jasa Klub Pencari Benda Hilang?" Grim bertanya, mengusir jauh-jauh hawa kesedihan.

"Nah, itu lebih simpel penjelasannya. Kak Anlow tidak mau kadonya diterima begitu saja tanpa peristiwa menarik. Oleh karena itu dia membuat teka-teki. Kalian lihat surat yang dipegang Aber Admon pada rekaman cctv, kan? Itu adalah peta buatan Momo.

"Kak Anlow menyerahkan kado itu pada Mupsi dengan syarat: buatlah Aiden mencarinya. Mupsi melaksanakan perintah itu dan meninggalkan 'peta menuju hadiah ulang tahun' di Distrik Hollow.

"Kemudian, Mupsi mengarahkan Klub Pencari Benda Hilang ke tempat peta itu berada. Kenapa tidak langsung ke boneka marionette? Lagi-lagi karena Mupsi menginginkan Aiden lah yang mencarinya, sesuai amanah Kak Anlow. Jadi mereka berlima hanya perlu menyerahkan 'peta menuju hadiah ultah' dan membiarkan Aiden mengurus sisanya. Begitulah."

Hening sejenak.

Erika meringis malu. "Jadi, ini semua ulah Kak Anlow. Aduh... Apa susahnya memberi kado ultah? Kenapa harus pakai teka-teki segala? Dia membuat ribut banyak pihak."

"Kenapa korban tidak sadar tentang pasir isap, Watson? Seharusnya mereka bisa menghindarinya." Grim bertanya—sebenarnya dia juga malu.

Watson menunjuk jam kuno besar. "Aku teringat kata-kata nenek tadi. Fungsinya untuk mengingatkan keadaan air laut dan tanah. Bukankah karena itu mereka menerapkan komponen listrik di dalamnya guna mengecek kondisi pasir? Korban keliru menebak tentang apa yang akan datang; air laut pasang atau pasir isap. Mereka malah mengira jam berbunyi untuk peringatan air pasang.

"Sayangnya yang terjadi adalah sebaliknya. Mengapa tas korban berada di permukaan adalah karena mereka menggunakan tas-tas itu untuk menahan tubuh supaya tidak diisap. Pada akhirnya mereka berlima tenggelam."

Watson menatap Deon dan Morino masam. "Analisisku sampai di situ dulu. Inspektur, gunakan seluruh divisi patroli serta polisi pantai untuk menyusuri TKP. Aku teledor, seharusnya aku menjelaskan setelah mengeluarkan mereka dari jebakan pasir mengingat waktu kita tipis. Mereka berlima sudah 12 jam lebih kelelep oleh pasir isap. Aku tak bisa bertaruh mereka masih hidup atau tidak. Kita hanya bisa berharap mereka berhasil bertahan."

"Ta-tapi bagaimana denganmu, Nak? Kami harus menarikmu keluar dari situ."

Watson menggeleng halus.

"Kenapa kamu menggeleng?"

"Abaikan saja aku. Prioritaskan mereka dahulu. Di dalam sini nyaman dan hangat."

-

Pukul setengah sembilan malam.

Deon membagi tim. Polisi pantai mencari korban di belahan kiri, Klub Detektif Madoka menyusuri di belahan kanan, dan divisi patroli di bagian tengah.

Pantai Diaxva sangat luas. Para korban bisa terperangkap di mana saja. Morino menelepon Divisi Pencari. Semoga mereka tidak terlambat. Semoga korban mau berjuang melawan maut.

Sepuluh menit berlalu. Tim Pencari berhasil menemukan Letita Bolton dan Jennet Diamanda. Kondisi mereka pucat, denyut nadi rendah. Langsung saja dilarikan ke rumah sakit.

Lalu sepuluh menit lagi berlalu dengan kejam. Akhirnya kelima korban diangkut keluar dari pasir. Deon mengembuskan napas panjang. Yang tewas adalah Annabel Elwanda dan Don Ratley. Perbedaan beberapa menit masuk ke dalam pasir hasilnya bisa jadi di luar perkiraan.

"Maafkan aku... Ini semua salahku..." Aiden merasa bersalah.

Aber menggeleng lemas. "Jangan salahkan diri sendiri. Demi melihat senyum orang-orang yang mendapatkan kembali barang berharganya, kami sudah siap menanggung resiko. Termasuk kematian sekali pun."

Aber menyerahkan sepucuk surat pada Aiden, terkekeh pelan. "Kakakmu sepertinya sangat mencintai misteri, ya?"

Aiden tersenyum sedih. "Benar..."

"Carilah harta karun yang dia tinggalkan. Buat dia kagum bahwa kamu bisa memecahkan teka-tekinya."

Aber terakhir yang dibawa ke rumah sakit. Sirine ambulans perlahan menjauh dari TKP dan hilang ditelan jarak.

"Jangan terlalu dipikirkan, Aiden. Kamu harusnya bangga pada mereka berlima memiliki tujuan yang mulia," hibur Grim respek terhadap korban.

Aiden berkaca-kaca. "Mereka hebat..."

Boom!

Suara ledakan di langit-langit malam mengejutkan Aiden dan Grim. Mereka menoleh serempak, senyuman merekah. Ini sudah pukul sembilan. Festival kembang apinya dimulai.

"Cantiknya..." Aiden berbinar-binar. Grim tersenyum melihatnya.

Erika video call dengan Hellen-Jeremy, menonton pemandangan kembang api bersama-sama. Rasanya sudah lama mereka tidak menikmati momentum ini.

Deon bersungut-sungut ketika mengeluarkan Watson dari pasir. "Harusnya kamu terima tawaran Morino. Kan aku tak perlu repot."

"Tapi aku maunya bikin Anda repot," jawab Watson datar, mengibas-ngibaskan pakaian yang kotor. "Hebat juga. Bisa menarikku dalam sekali tarikan."

"Memang sialan sekali ya dirimu."

Keduanya berhenti perang mulut mendengar suara letusan, beralih mendongak. Berbagai kembang api dengan warna berbeda-beda menghiasi angkasa.

Watson duduk selonjor di atas pasir. "Ayo duduk sini, Inspektur. Mereka masing-masing punya partner menonton. Kebetulan Anda di sebelahku, jadi secara tidak langsung Anda partnerku."

"Huh. Seenaknya menyuruh." Deon mendengus, tapi mengikuti saran Watson.

Boom! Boom! Duar!

Watson berbinar-binar melihat kembang api yang ledakannya menyerupai bunga.

"Indah, bukan? Sesekali kamu harus mengistirahatkan kepalamu, Watson. Jangan dipakai terus."

Watson menampar pipi. Deon melongo.

Sadar dirilah, Watson. Mela sudah tiada. Dia takkan suka melihatmu bersedih di acara kesukaannya. Kembali Watson memandangi letusan kembang api di langit. Kali ini dia malah teringat orangtuanya.

"Aku takkan menertawakanmu," celetuk Deon sok akrab. "Laki-laki pun diperbolehkan menangis."

"Bacot. Siapa yang menangis huh."

"Bocah kurang ajar! Sudah rela kubuang gengsiku untuk menghiburmu!" Deon menjambak rambut Watson. Mereka pun saling jambak.

Dan begitulah. Akhirnya kasus Mupsi selesai sepenuhnya. Tambahan, Klub Detektif Madoka bisa menonton festival kembang api tanpa hambatan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top