15
Dulu ada 002562. Sekarang ada 1223. Watson menangis dalam hati. Kenapa selalu ada permainan angka pada kasus besar. Hiks, menyebalkan! Tidak adil!
Belajar dari kasus penjahat pedofil, angka itu merupakan nomor loker Hellen yang dibalik, 265200. Apakah yang sekarang juga sama?
Watson izin pergi ke toilet, tapi sebenarnya dia menyelinap ke loker siswa, menatap was-was sekitar. Mana tahu ada guru lewat dan menuduh Watson melakukan tindakan mencuri atau lainnya.
Tapi tunggu deh, Watson mengelus dagu. Digit loker murid-murid Madoka kan maksimal 6. Mana ada loker bernomor 1223 atau 3221.
Watson menjentikkan jari. "Mungkinkah digabung dan ditambahkan? 1223-3221 jadi 143341. Mantap. Aku memang pintar."
Tapi tunggu deh, Watson menepuk dahi. Hitungan loker Madoka kan 26 total kelas dan 5000 ribu penghuni sekolah (termasuk para guru, murid, antek-antek dewan siswa). Mana ada loker bernomor 143341.
"Jadi apa artinya?! Ah, sudah cukup. Aku tak bisa berpikir lagi. Ini membuatku pusing." Watson meremas rambut frustasi.
Dia tidak tahu, Aiden, Erika, dan Jeremy mengikutinya. Cekikikan melihat kebuntuan Watson, sembunyi di pot bunga koridor. Mereka juga tidak tahu, Watson menyadarinya.
Lupakan itu. Sekarang masalahnya adalah angka keramat baru yakninya 1223.
"Aku harus menjabarkannya," suara Watson perlahan melemah. "Kalau tidak penyelidikan ini takkan maju-maju."
*
Di klub tertinggal Grim dan Hellen yang larut dalam keheningan lama. Tidak ada yang mau membuka percakapan.
Grim menatap angka 1223 di buku catatan. Petunjuk baru yang Watson temukan. Mereka mesti mencari makna angka tersebut.
Mungkinkah ditambah? 143? Grim mencoret-coret buku. "Menggabungkan huruf M dan P," gumamnya mengernyit. "Mp 143?"
Hellen menatap Grim yang berdeham. "Kenapa? Menemukan sesuatu?" tanyanya sudah terbiasa akan tabiat Watson.
"Tolong carikan apa itu Mp-143, Hellen."
Hellen mengangguk, mulai membuka peramban. Matanya membaca serius artikel yang ditampilkan. Jemarinya menyecroll cepat bacaan yang menurutnya membantu.
"Kurasa itu singkatan deh, Grim."
"Singkatan?"
"Tidak salah lagi. MP-143 adalah nama hotel
Martenpuce143. Itu berada di Distrik Uinate. Dua puluh kilometer dari sini."
Great. Sekarang ada hotel. Terlalu banyak misteri melebar ke sana-sini. Grim tidak tahu harus melakukan apa.
Mata Hellen memicing. "Lho? Kelihatannya hotel itu sudah ditutup tujuh bulan yang lalu karena protes warga," katanya menatap Grim gugup.
"Kapan hotel itu diresmikan?"
"14 mei 2018."
"Aneh. Umur hotelnya sudah cukup tua lalu tiba-tiba ditutup. Aku yakin ada insiden besar yang disembunyikan oleh intrik hotel."
"Sayangnya tidak ada informasi detail."
Mereka berdua menoleh ke pintu karena suara bising Aiden dan Erika.
"Kalian ini tidak punya malu?" tukas Watson mendengus masam. Dia sampai ditungguin selesai dari toilet. Ya ampun! Malunya sampai ke ubun-ubun.
Aiden sok-sokan berdeham, berdiri gagah. "Mantap! Aku memang pintar!" serunya menambah rona merah di muka Watson.
"Aduh, lucunya Tuan Detektif Pemurung. Sedetik pede sedetik pesimis. Kamu punya alter ego, ya?" Erika mencolek bahu Watson.
"Eh, ada apa ini." Grim menyela. "Apa Watson mendapatkan sesuatu?"
"Sebaliknya, Grim." Aiden masih tertawa, mengelap ujung mata yang berair. "Melihat Dan lagi kebingungan itu seru."
Mengabaikan ledekan Aiden dan gelak tawa Erika, Watson menatap Grim—dia melihat cowok itu habis berbincang dengan Hellen. "Kalian sendiri bagaimana, dapat sesuatu tidak?"
"Ada sebuah hotel telantar di Distrik Uinate, Watson. Grim brilian memecahkan kode 1223 dalam waktu cepat. Nama hotel itu Martenpuce134. Sah ditutup 7 bulan lalu."
Aiden berhenti tertawa, menoleh cepat. Watson terbelalak syok. Jeremy menangkap keganjilan mereka berdua. "Kenapa, kenapa? Kalian teringat sesuatu?"
Bibir Aiden bergetar. "7 bulan lalu... Itu ketika Kak Anlow menghilang."
Deg! Sukses mengejutkan semua orang di klub.
Watson menghela napas panjang. "Aiden, aku tahu ini berat untukmu. Tapi izinkan aku bertanya, apa yang dikatakan Kak Anlow padamu terakhir kali sebelum menghilang?"
"Kakak bilang dia punya saksi (bab 1)."
"Saksi?" Mereka mengulangi.
"Satu-satunya saksi yang bisa menolongnya. Aku tidak tahu merujuk pada apa 'tolong' di sini, yang jelas kakak mati-matian melindungi saksi tersebut."
Hee... Kak Anlow menemukan saksi, ya? Watson menatap papan kaca yang padat seliweran pembunuhan Mupsi.
"Watson!" Jeremy menepuk bahu Watson. "Kamu terlalu keras menggigit bibir. Tuh, kan, berdarah. Kamu hobi sekali berdarah."
"Maaf, maaf. Aku melamun." Watson menerima tisu yang disodorkan Hellen. "Jadi, di mana saksi itu kira-kira?"
Aiden menggeleng. "Aku tidak tahu. Kak Anlow tidak memberitahu tentang saksi itu. Katanya berbahaya mengingat Mupsi bisa menghipnotis. Dia bisa dengan mudahnya mendapat informasi. Tidak ada yang tahu saksi yang dilindungi kakakku ada di mana sekarang."
"Kalau begitu kita harus mencarinya! Mupsi kembali, bukankah itu artinya dia dalam bahaya?"
Erika mengernyit. "Kamu sendiri yang menyimpulkan kali ini korban Mupsi berasal dari Madoka."
"Itu sebelum aku tahu tentang saksi." Watson mendengus. "Adanya petunjuk tambahan bisa merubah alur penyelidikan."
Hening sesaat.
"Apa yang harus kita lakukan?" Itu adalah pertanyaan kedua Grim.
Erika berkacak. Dia tidak bisa diam saja ketika sekelilingnya sibuk berdeduksi. "Hei, Tuan Detektif Pemurung, tadi kamu bilang TKP kasus Mupsi memiliki ciri khas yang sama; tempat lembap dan daerah perairan."
Watson mengangguk.
"Hellen, di mana titik persis hotel Martenpuce itu berdiri?" Erika menoleh.
"Sebentar," Hellen menelusuri peramban sekali lagi. Terdiam. "Hotel itu berada di dekat tebing pantai..."
Aiden menelan ludah. "Jangan-jangan..."
"Bukan jangan-jangan lagi, ini sudah jelas. Mupsi akan membunuh seorang murid dari Madoka dan meletakkan jasadnya di bangkai hotel tersebut."
"Kalau begitu kita harus—"
"Tidak tunggu, Aiden!" Watson mencegah. Fokusnya kembali ke topik pembicaraan. "Selama kita tidak tahu siapa targetnya, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Setidaknya 1-0, kita mengetahui lokasi yang akan dipakai Mupsi."
"Ada apa denganmu? Kamu terlihat tidak fokus," celetuk Hellen.
"Soal saksi yang Aiden bilang. Aku jadi kepikiran. Kalau dia ada, datang ke sini, investigasi kita bisa mendapat titik pencerahan."
Tapi mau bagaimana lagi? Saksi itu sudah menghilang, menjalani kehidupan baru entah di mana.
Selagi yang lain menimbang-nimbang segala kemungkinan, atensi Watson ditarik lagi oleh lambang sekolah Madoka. Mengganggu pikiran saja!
Tanda itu membuatku kemelut. Apa benar tidak ada hubungannya? Tapi kenapa aku sangsi menganggapnya tidak berhubungan? Watson mendesah panjang, menatap pohon-pohon yang tertanam di lingkungan sekolah.
Ini sudah hari ke-11 bulan musim panas. Mereka masih berkutat dengan Mupsi. Kapan klub detektif Madoka mendapatkan liburan musim panas yang asli?
Korban berselang-seling wanita dan pria. Mupsi mengincar korban yang punya saudara. Keganjilan TKP tiap korban. Hotel Martenpuce134. Simbol Madoka. Semuanya campur aduk di kepala Watson.
Ahh, Watson mau liburan...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top