10

Si Penculik menyandarkan tubuh Watson. Temannya sudah menunggu di sebuah gudang penyimpanan lama. Ruangan itu gelap dan berdebu. Jaring laba-laba memenuhi kanopi gudang.

"Apa kita harus membunuhnya sekarang?" tanya Si Penculik menatap kosong. Karena disibukkan oleh aksi, tak ada yang menyadari pakaiannya berupa jas hitam.

"Tidak. Pertama yang kita lakukan adalah memberi peringatan." Temannya menjawab dengan ekspresi sama, kosong. Pencahayaan temaram menyinari celah ruangan. Yang satu ini berpakaian sekolah.

Si Penculik mengeluarkan benang dan kayu-kayu pendek. Temannya menyangkutkan katrol ke kuda-kuda bangunan.

Tanpa basa-basi Si Penculik mengikat pergelangan tangan Watson dengan benang. Juga kedua kaki. Tak lupa siku, lutut, dan leher. Persis dengan pose korban Mupsi: boneka marionette.

Ini situasi gawat.

*

[Mobilnya berhenti di penyimpanan bahan kimia tua. Pabrik Parandor. Bergegaslah, Tim Dispatch! Mobil itu sudah berhenti lima belas menit di sana. Kemungkinan korban sudah dipindahkan.]

Deon datang paling akhir di lokasi, menarik rem tangan. Aiden, Grim, dan Jeremy berlompatan turun. Mereka bergabung dengan tim dispatch dua sampai empat. Mobil yang digunakan penculik terparkir di bak sampah.

"Tidak ada apa pun di sini, Inspektur. Hanya ada bercak darah di kursi penumpang."

"Itu darah Watson. Dia terluka saat kutemukan." Deon mendesis melihat jejeran blok di pabrik tersebut layaknya rusun. "Keluarkan anjing pelacak. Kita bisa memanfaatkan bau darah di kursi. Max! Shani! Terbangkan drone dan alihkan kameranya pada Call Center. Jika kalian menemukan pelaku, tidak perlu harus menunggu komandoku, segara ringkus dan amankan korban. Bergerak sekarang!"

"Siap, Pak!"

Deon menoleh ke Aiden. "Kalian ikut denganku atau menunggu di sini?"

"Kami ikut!"

"Baiklah. Tapi tetaplah waspada. Kalian harus dekat-dekat denganku. Tolong jangan bertindah gegabah. Aku tidak mau lagi ada yang lolos dari jarak pandangku."

Mereka pun menyusuri Pabrik Parandor. Memeriksa blok demi blok. Lima buah drone lepas landas di langit, menyensor keseluruhan konstruksi bangunan.

Tapi sepuluh menit kemudian, Watson tak berhasil ditemukan. Begitu sampai jarum jam berhenti di angka 12. Pukul sebelas siang. Sudah dua jam Watson diculik.

"Sial!" Aiden mengusap muka. "Ini seperti mencari Roxano di Stadion Terminus! Bagaimana cara kita menemukan Dan di jiranan blok ini? Mustahil. Kita kehabisan waktu. Entah apa yang akan dilakukan penculik."

Napas Grim tersengal. "Kamu benar, Aiden. Kita tidak bisa mencarinya manual. Kita harus memakai otak."

"Kamu detektifnya sekarang, Sky! Pikirkan solusinya." Mana mungkin Aiden bisa berpikir logis di suasana tegang begini.

"Tapi aku tidak tahu caranya."

"Ayolah, Sky! Kamu ini Si Genius Madoka! Kita harus menemukan Dan!"

Oh, jangan salah paham. Aiden tidak bermaksud menyebut gelar yang salah. Julukan itu memang milik Grim. Secara, jargon Watson bukanlah 'Si Genius Misteri' atau 'Si Genius Madoka'. Mereka tahu bahwa Watson tidak suka disebut pintar, genius, brilian, atau sebagainya.

Jargon Watson sendiri adalah "Aku Bukan Detektif, Aku Hanya Fans Holmes" yang menekankan kalau dia cinta mati terhadap Sherlock.

Grim mengelus dagu. Otaknya mulai bekerja, berpikir keras. "Jika memakai pendekatan yang tepat, mengaplikasikan inisial Mupsi, mungkin saja penculikan menyembunyikan Watson di blok M-P."

"Tapi di sini tiap blok ditulis dengan akhiran angka bukan kap ataupun abjad kecil."

"P adalah huruf ke-16. Mungkin saja M-16."

Mereka bersitatap.

*

Suara gesekan tuas besi saling beradu mengisiki ruangan berdebu. Watson selesai "dipereteli". Tubuhnya perlahan terangkat ke udara, perlahan meninggalkan pijakan. Tali yang melilit leher membuat Watson terbangun. Ekspresinya kebingungan.

Semakin dikayuh, semakin tinggi badan Watson diangkat. Roda katrol bergoyang. Merasakan sesuatu terpasang di kepala, Watson mendongak, terbelalak melihat kayu silang menempel. Watson tidak bisa bergerak. Jangan bilang dia mau dibunuh?

Setiap kali Watson berusaha meloloskan diri, benang-benang melukai pergelangan tangannya. Darah menetes. Gawat...

Watson tercekik. Kakinya sudah tidak memijak lantai lagi. Dia tak bisa bernapas. Ini benar-benar celaka.

"He-hentikan..." lirihnya di sela-sela kecekik.

Mana mau Si Penculik mendengarkan. Yang ada mereka makin mengayuh tuas besi, semakin mengangkat tinggi Watson dari permukaan.

Cekikan mengerat. Watson kejang. Ini menghancurkan leherku! batinnya mencoba mempertahankan pernapasannya.

Mata Watson berkunang-kunang, kehilangan harapan. Air ludahnya muncrat ke sudut bibir. Belum lagi bekas luka di leher makin terbuka berkat lilitan tali. Inikah ajalnya?

Katrol bergoyang kencang. Rasanya kepala Watson mau putus. Dia memejamkan mata.

Dor! Sebuah peluru memotong tali yang melilit leher Watson. Dia terlepas dari katrol, jatuh berdebam ke bawah. Belum selesai mengambil napas, dia ditarik mundur oleh seseorang. Si Penculik menembak dari tepi ruangan.

Aiden memeluk Watson. Buru-buru memberikan tabung oksigen padanya. "Syukurlah kami tidak terlambat... Terima kasih sudah bertahan, Dan," gumam Aiden gemetar.

Teman Si Penculik keluar dari persembunyian. Berlari ke arah Aiden sembari memegang pisau. Ceroboh sekali. Apa dia berniat ingin menyerang Aiden dan Watson sekaligus?

Jeremy menghadang langkahnya, menahan tangannya yang menggenggam pisau. Dengan gerakan menyakinkan, Jeremy memutar tangannya ke bawah dan menendang mukanya. Andai situasinya bagus, Jeremy tampak keren sekali.

Dor! Si Penculik menembak kedua kalinya, tak membiarkan temannya dikalahkan remaja ingusan.

Giliran Grim beraksi, refleks mendorong Jeremy, lantas mengayunkan piringan besi tipis yang dia ambil acak di antara kardus. Benda itu melayang dan mengenai lengan musuh.

"INSPEKTUR! SEKARANG!"

Deon dan rekan-rekannya mengambil alih pertarungan singkat di ruangan berdebu. Betapa kagetnya Deon demi melihat kedua mata Si Penculik kosong. Jauh dari definisi bahaya.

Apa-apaan ini sebenarnya? Apa benar mereka penjahat? Atau benar yang dia katakan... Deon menoleh horor ke Watson. Soal anak itu kunci untuk mempermainkan semua orang?

Penculikan Watson Dan case closed!

*

Sementara itu di Madoka, setelah penyelamatan Watson berhasil, Hellen dan Erika kembali berseteru.

"Apa maksudmu, Hellen?"

"Aku tahu Watson mengulur waktu atau menunggu suatu hal. Dia tak mungkin tak mengetahui anagram Mupsi. Mu, nama huruf ke-21 abjad Yunani. Psi, huruf ke-23 Yunani. Yang tidak kumengerti, apa hubungannya peristiwa-peristiwa pembunuhan dengan Yunani kuno?"

"Aku tidak peduli arti kata Mupsi! Aku minta kamu jelaskan maksud perkataanmu tadi. Kenapa kamu berprasangka buruk terhadap Kak Anlow?"

Hellen mengembuskan napas panjang. "Kalian tidak tahu atau Aiden tidak memberitahu? Dia bersikap biasa seakan tidak mengerti apa-apa padahal menyimpan satu petunjuk."

"Petunjuk?"

"Ya." Hellen menatap Erika intens. "Kak Anlow bisa menghipnotis orang. Makanya Aiden menyembunyikan keterkejutannya Watson mampu menebak keahlian Mupsi. Tampaknya Aiden punya rencana sendiri."

Erika terperangah. Anlow Eldwers jagoannya, bisa menghipnotis? Kenapa Anlow memiliki kemampuan yang sama dengan Mupsi? Mungkinkah ini—

"Aku tidak mau sembarangan menuduh, tapi kurasa Kak Anlow tidak sebaik yang kita kira." Hellen mengepalkan tangan. Kamu tahu soal itu kan, Aiden? Tapi kenapa kamu tutup mulut?! Apa kamu terlalu takut membuka rahasia gelap kakakmu?

Karena keegoisan sang adik demi melindungi kakaknya, yang diharapkan terlibat marabahaya beruntun. Hellen harus melakukan sesuatu di luar pengetahuan Aiden, Grim, dan Erika.

Terlalu banyak telinga yang mendengar. Klub Detektif Madoka tidaklah aman.

Ting! Satu pesan datang ke ponsel Hellen. Ah, dari Aiden rupanya. Hellen tersenyum mendengar Watson sudah ditangani dokter dan baik-baik saja.

"Aku ingin kita bekerja sama," kata Erika tiba-tiba membuyar lamunan Hellen.

"Maksudmu?"

"Kelihatannya kamu kenal dekat dengan Watson Dan dan mempunyai siasat. Ceritakan padaku tentang penyelidikan kalian berempat sepanjang tahun ini. Aku ingin mengenal cowok itu lebih dalam."

Hellen tersenyum. "Orang-orang bisa salah paham lho. Aku dan Watson itu ibarat pasien-dokter. Makanya aku punya insting tertentu jika pasienku dalam bahaya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top