Bab Sembilan

Sedari tadi aku masih terjaga. Kantuk tampaknya belum mau mendatangiku hingga mataku masih terbuka lebar meski sang waktu sudah merangkak naik ke angka 2. Aku sudah membaca semua data yang diberikan Aster, bahkan mengingatnya di luar kepala. Tapi tetap saja aku merasa tidak enak menghadapi investigasi yang akan aku lakukan pagi nanti.

Aku bergerak gelisah di atas ranjang. Pikiran-pikiran buruk mulai berkecamuk di pikiranku. Berulang kali aku menghela napas panjang, mensugesti diriku bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Dan itu sedikit berhasil. Sejam kemudian aku sudah mulai bisa menetralkan detak jantungku.

Aku bangkit berdiri, mendekati meja di sudut ruangan dan mengambil salah satu map. Kubuka map itu, membaca kembali data yang sudah aku baca di kantor tadi. Aku mendesah, menutup map itu dan meletakkannya ke posisi semula sebelum kembali ke tempat tidurku.

Aku bergeming di pinggir ranjang. Tidak tahu apa yang tengah mengganggu pikiranku hingga aku sulit tidur seperti ini. Tiba-tiba aku kembali gelisah, takut, tidak tenang. Bahkan hingga pagi menjelang dan aku selesai melaksanakan semua aktifitas pagi hariku, aku masih belum sepenuhnya tenang.

Aku mencoba fokus ke jalanan. Ini hari pertamaku melakukan investigasi terhadap Silver Group. Aku harus mempusatkan pikiranku pada apapun yang terkait terhadap perusahaan raksasa itu, tanpa terkecuali.

Aku memarkirkan motorku sekitar lima meter dari Silver Group. Gedung perkantoran dua puluh lantai itu tampak menjulang di antara kantor-kantor kecil dan rumah warga. Aku mendongak, menatap puncak gedung, berdecak saat menyadari gedung Silver Group berdiri dengan megah. Setelah memastikan motorku terparkir dengan rapi dan aman, aku melangkah menuju Silver Group.

Pedestrian yang kulalui tampak lenggang. Hanya ada beberapa pejalan kaki, termasuk aku, yang melaluinya. Diam-diam aku melirik seorang lelaki berpakaian kantoran yang melangkah terburu-buru. Lelaki itu kemudian melewatiku, bahkan bahunya tak sengaja menubrukku. Ia melirikku sekilas sebelum kembali melanjutkan langkah.

Dalam hati aku merutuk kesal. Di jaman secanggih ini apa sulitnya meminta maaf langsung setelah melakukan kesalahan?

Aku ingin mengabaikan lelaki itu kalau saja ia tidak berbelok dan memasuki gerbang Silver Group yang terbuka sebagian. Gegas aku melangkah, tak sedetik pun melepaskan pandang dari punggung lelaki itu. Tampaknya lelaki itu merasakan tatapanku karena ia tiba-tiba menoleh. Aku langsung memainkan ponselku dan pura-pura sibuk dengan benda mungil itu.

Dari ekor mataku kulihat lelaki itu kembali melangkah. Tak acuh padaku yang sibuk bermain ponsel. Syukurlah. Tanpa sadar aku menghela napas lega.

Aku melirik sekeliling. Merasa aman, aku kembali mendekati gedung Silver Group. Kueratkan jaket yang membungkus tubuhku. Merasa jantungku berdegup kencang melihat deretan penjaga keamanan yang menjaga gerbang masuk.

Tuguh tegap mereka sangat sinkron dengan ekspresi datar yang tergambar di wajah.

Kudukku seketika meremang saat pandangan salah satu penjaga itu terarah lurus ke jalan. Ke arahku. Aku meneguk ludah susah payah. Tidak ingin dicurigai lebih jauh, aku meneruskan langkah. Melewati gedung Silver Group yang begitu menggoda untuk didatangi.

Meski aku melangkah dengan cepat, aku masih dapat merekam jelas seperti apa visual depan gedung Silver Group. Dinding kaca yang berdiri kokoh itu memperlihatkan lobi utama yang terlihat elegan dan mewah itu. Di sisi kiri dekat pintu masuk aku dapat melihat walk-through metal detector yang dijaga oleh dua penjaga keamanan yang berdiri dengan sigap di kedua sisinya.

Aku masih berdiri di pinggir gerbang masuk saat sebuah sedan melintas dan masuk ke kantor Silver Group. Tak lama pintu mobil terbuka dan memuntahkan seorang lelaki berjas rapi yang kemudian melangkah memasuki gedung. Di belakang lelaki itu ada sekitar lima orang pengawal berpakaian tak kalah rapi. Kalau aku tak salah lihat dan duga, salah satu lelaki berseragam itu memiliki pistol di pinggangnya. Sesuatu yang tak sengaja terlihat saat lelaki itu memasukkan sesuatu ke saku dalam jasnya.

Aku langsung berjongkok saat tatapan salah satu pengawal itu mengarah kepadaku. Aku menunduk, pura-pura mengikat tali sepatuku yang sebenarnya terikat erat. Dari ekor mataku kulihat pengawal yang tadi memperhatikanku sudah melenggang masuk, mengekori lelaki berusia sekitar 50 tahunan yang tampak berkuasa itu.

Masih dengan posisi jongkokku, aku mengeluarkan kamera dari saku jaketku. Mengambil beberapa potret hal-hal yang aku anggap penting, termasuk lima pengawal berseragam rapi itu. Meski aku yakin tidak semua pengawal aku dapatkan potretnya, namun hal itu sudah bisa aku jadikan sebagai bahan investigasiku.

Tak lama, aku kembali menyimpan kamera ke saku jaket dan berdiri. Kuteruskan langkah yang sempat terhenti dengan degup jantung yang jauh dari kata normal. Entah kenapa, meski Silver Group dibangun dengan megahnya, aku merasakan aura kelam dari kantor itu. Seperti sebuah rahasia yang berbahaya jika terkuak.

***

Setelah melakukan sedikit pengintaian terhadap kantor Silver Group, aku tidak lantas kembali ke kantor. Mengingat perutku yang belum terisi sedari tadi aku memutuskan menuju warung tenda yang tak terlalu jauh dari Silver Group. Warung tenda itu tampak ramai saat aku mendekat.

Aku melongokkan kepala, mencari space kosong. Setelah sekian detik memindai sekeliling, aku mendapatkan tempat di ujung tenda. Langsung saja aku menyebutkan pesananku sebelum menuju tempat dudukku. Saat aku duduk seorang lelaki menyunggingkan senyum ramah padaku di sela aktifitasnya menyuap makanan yang kubalas dengan senyuman tipis. Aku duduk berhadapan dengan lelaki itu, di samping kiriku duduk seorang ibu-ibu dengan anaknya yang masih kecil.

Selagi menunggu pesananku, aku meraih ponselku. Mengetikkan Silver Group di mesin pencarian Google. Tak menunggu waktu lama hingga layar ponselku menampilkan hasil pencarian yang berhubungan dengan Silver Group. Aku langsung membuka satu per satu artikel mengenai Silver Group. Dengan cermat, aku membacanya tanpa melewatkan satu kata pun.

Sejauh ini semua artikel selalu membahas keberhasilan Silver Group. Tidak ada satu pun artikel yang memberitakan penyimpangan dari perusahaan yang sudah melebarkan sayapnya hingga ke Inggris itu. Saat hendak menutup hasil pencarianku di internet, tak sengaja mataku menangkap salah satu pranala yang membuatku tertarik.

Tanpa pikir panjang jemariku langsung mengklik pranala itu.

Sebuah website mengenai beberapa perusahaan yang diduga berhubungan dengan dunia bawah langsung tersaji di mataku. Ada beberapa nama perusahaan asing yang diduga terhubung dengan orang-orang yang tidak tersentuh ataupun beberapa orang yang memiliki kekuasaan tertentu. Mataku melebar saat mendapati Silver Group termasuk di daftar nama perusahaan yang dicurigai tersebut.

Belum hilang rasa terkejutku tiba-tiba aku dikejutkan dengan semangkuk lontong sayur yang mendarat di atas meja. Aku terpekik tanpa sadar, membuat semua pasang mata beralih padaku. Gegas aku menunduk, meminta maaf atas kegaduhan kecil yang kulakukan. Setelah meng-lock ponselku, aku memindahkan perhatianku pada lontong sayur pesananku.

Meski aku berusaha mengalihkan pikiranku, tetap saja penemuan yang baru saja aku dapati tidak begitu saja hengkang dari benakku. Ada berbagai spekulasi yang menari-nari di pikiranku saat ini.

Setelah menandaskan lontong sayurku, aku kembali meraih ponselku. Kali ini aku mengetikkan nama pemilik Silver Group di mesin pencarian. Benar saja, nama George Smith tersedia di wikipedia. Dengan jantung yang berdegup kencang, aku membaca profil George di website itu.

George, lelaki yang kini berusia 52 tahun merupakan warga keturunan Amerika yang hidupnya berpindah-pindah. Ia pernah tinggal di berbagai benua dalam tempo waktu yang cukup lama, di atas 3 tahun. Satu-satunya negara yang ia tinggali dalam waktu singkat adalah Jepang, yakni 3 tahun 8 bulan.

Tanpa sadar aku meringis saat membaca beberapa penghargaan yang diterima George dari berbagai negara juga beberapa aksi sosialnya yang aku baca di salah satu laman. Aku tidak tahu aku mesti memercayai yang mana. Kebaikan George yang tanpa cela, atau sisi gelapnya yang saat ini tengah diselidiki untuk bahan investigasi kantorku.

Di sekian banyak penghargaan dan pujian yang ia terima, rasanya tidak mudah untuk percaya kalau pengusaha satu itu memiliki dosa seperti melakukan perdagangan gelap.

Entah berapa menit yang aku habiskan untuk berselancar di dunia maya, saat aku menoleh ke sekitar warung tenda yang aku tempati kini sudah lenggang. Bahkan lima meja yang sebelumnya penuh hanya berisi dua meja saja, itupun hanya dua-tiga orang yang menempati.

Aku lantas berdiri dan membayar makananku. Dengan langkah pelan aku kembali melewati kantor Silver Group untuk mengambil motorku. Kantor Silver Group terlihat sepi, penjaga keamanan yang tadi berjaga di pos satpam pun tidak kulihat batang hidungnya. Iseng, aku mendekat ke pagar. Dari sela pagar besi itu aku mencoba merekam setiap sisi luar Silver Group. Ada sebuah air mancur di taman yang ada di depan pintu masuk. Taman itu terlihat sekali dirawat oleh tangan-tangan yang memang ahli di bidangnya.

Dengan tangan sedikit gemetar, kukeluarkan ponsel, membuka fitur kamera dan membidikkannya diam-diam ke sisi luar kantor tersebut. Aku menahan napasku saat kameraku berhasil menangkap pergerakan di pintu masuk. Buru-buru aku memundurkan tubuhku saat melihat sosok George keluar dari kantor, lima pengawalnya dengan setia mengekor di belakangnya.

Kutambah kecepatan langkahku menjauh dari kantor itu. Setelah aku yakin sudah cukup jauh melangkah, kuputar kepalaku ke belakang. Tenggorokanku tercekat saat menyadari sosok laki-laki berdiri di tempatku mengintai Silver Group tadi. Lelaki itu menggunakan jaket hoodie dan kacamata hitam yang membuatku tidak bisa melihat rupanya. Aku tidak tahu siapa laki-laki itu dan kenapa ia berdiri di tempatku berdiri tadi. Tapi satu yang pasti, perasaan tidak enak yang kurasakan kemarin kembali menyergapku.

Sebelum lelaki itu mengalihkan pandangnya, aku bergegas pergi dengan berlari. Tidak kupedulikan tatapan heran orang-orang, aku hanya ingin secepatnya pergi. Aku merasa tidak tenang.

***

Halo! Ada yang menantikan cerita ini? Kalau ada, semoga nggak bosan, ya, dan nantikan terusan lanjutan kisah ini.

Terima kasih sudah membaca, mengkritik, memvoting dan bahkan memasukkan ATM ke library dan reading list kalian. Kalau berkenan, bisa juga membagikan atau merekomendasikan cerita ini ke teman kalian. Tenang aja, aku usahakan cerita ini bisa dibaca untuk semua umur.

Happy reading. 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top