Chapter 5 - Ketika Kesialan Menyukaimu (You)

Pagi-pagi sekali (Y/n) sudah bangun. Gadis yang biasanya selalu bangun beberapa belas menit sebelum bel sekolah itu tiba-tiba terbangun ketika hari masih gelap. Alasannya? Alasannya sangat sederhana. (Y/n) baru saja ingat jika ia belum mengerjakan pekerjaan rumahnya. Seolah keadaan belum terlalu buruk, pekerjaan rumahnya itu adalah pelajaran yang paling ia benci selama masa sekolahnya.

Matematika.

Angka-angka yang diketik secara teratur di atas buku paket menunjukkan betapa menyulitkannya pelajaran Matematika itu. Jujur saja, (Y/n) lebih memilih lari mengelilingi Bumi daripada disuruh untuk mengerjakan tugas pelajaran eksak yang bisa membuat depresi itu.

"Mengapa aku bisa lupa?" gumamnya kesal di saat (Y/n) tengah mencari keberadaan buku tulisnya.

Tangannya secara cepat mencari buku tulisnya di dalam tas. Namun, ia tidak menemukannya di sana. Alhasil, (Y/n) pun mencari hingga ke sudut kamarnya. Bahkan hingga ke dalam tempat sampah. Barangkali ia membuang buku tulisnya karena terlalu membenci pelajaran Matematika. Tetapi, hasilnya tetap sama. Bukunya tidak ada di manapun. Bahkan di tempat sampah sekalipun.

"Argh! Mengapa kesialan harus menimpaku pagi ini?!" serunya seraya menjambak surainya sendiri, frustasi.

(Y/n) pun membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan sebuah buku tulis baru dari dalam sana. Setelah puas menghirup bau khas dari kertas, (Y/n) mulai fokus untuk mengerjakan tugasnya.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Bahkan hingga lima menit berlalu, buku tulis di hadapannya masih kosong. Penyebabnya adalah ia merasa terlalu bodoh hanya untuk mengerti kalimat pertama soal yang ia kerjakan. Ditambah dengan buku tulisnya yang lenyap tak berbekas. Beserta catatan penting demi hidupnya selama satu semester atau enam bulan ke depan.

Tak kehabisan akal, (Y/n) menyalakan ponselnya. Ia mengetuk-ngetuk meja belajarnya saat menunggu ponselnya menyala. Padahal seharusnya tidak akan memakan waktu yang lama hingga menyala sepenuhnya. Setelah ponselnya menyala, (Y/n) membuka obrolan terakhir yang ia lakukan dengan Yuuna. Jarinya pun bergerak dengan lincah mengetik beberapa kata pada kolom pesan. Ibu jarinya pun menekan tombol kirim ketika ia telah selesai.

"Kumohon, Yuuna. Semoga kau sudah mengerjakan pekerjaan rumah itu," mohon (Y/n) sambil menggigiti bibirnya bagian dalam.

Sambil menunggu balasan dari Yuuna, (Y/n) pun mencoba mengerjakan sendiri terlebih dahulu. Tentu saja ia tidak boleh menyerah hanya karena pelajaran bernama Matematika itu. (Y/n) membuka buku paketnya, mencari materi tentang soal yang akan ia kerjakan. Selama beberapa menit, ia fokus untuk memahami materinya. Namun, fokusnya pun buyar ketika ponselnya bergetar.

(Y/n) sudah berharap jika getaran ponselnya itu adalah karena pesan baru dari Yuuna. Namun, ketika ia melihat pesan baru yang masuk, rasanya ia ingin membanting ponselnya.

Kuota internet Anda tersisa 100 MB. Untuk terus berlangganan dengan paket sebelumnya, harap isi pulsa Anda. Jika ingin berhenti berlangganan, silakan kirim STOP MENGHALU ke 09XXX.

(Y/n) hanya bisa menghela napas. Ia benar-benar harus sabar menghadapi cobaan di pagi ini. Apa yang membuatnya menjadi sangat sial hari ini?

Waktu benar-benar bergulir dengan sangat cepat. Saat ini tersisa satu jam lagi sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Namun, karena jarak antara rumah (Y/n) dan sekolahnya cukup dekat, gadis itu pun tak merasa khawatir jika ia akan terlambat.

Karena (Y/n) sudah putus asa dan merasa lelah-padahal ia tidak berbuat apa-apa-akhirnya gadis itu memutuskan untuk bersiap ke sekolah. Yang ia tahu, tersisa empat puluh lima menit lagi sebelum gerbang sekolahnya ditutup rapat. Itu artinya sudah lima belas menit ia melamun sejak tadi.

Selesai bersiap, (Y/n) pun memasukkan buku tulis Matematika-nya ke dalam tas sekolah. Dengan harapan Yuuna sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya sehingga (Y/n) bisa melihat miliknya. Karena hingga saat ini Yuuna belum membaca ataupun membalas pesannya.

(Y/n) keluar dari kamarnya. Ia melirik ke atas meja makan. Ada sebuah roti bungkus yang ia beli kemarin. Gadis itu beranjak mengambil roti itu. Kemudian, ia memakannya hingga habis. Segelas air putih pun menyapu bersih kerongkongannya.

Kunci rumahnya yang menggantung pada dinding diambilnya. Seusainya (Y/n) mulai berjalan menuju sekolahnya. Seketika ia lupa dengan pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan di sekolah nanti. Fokusnya hanya tertuju pada pemandangan di sekitarnya.

Pintu gerbang sekolahnya tampak telah dibuka. (Y/n) melangkah memasuki area sekolahnya. Hari masih cukup pagi, namun area sekolahnya itu seperti tidak pernah mengenal kata "sepi" jika hari ini merupakan hari efektif. Banyak siswa-siswi yang berlalu-lalang di sekitar (Y/n).

Tak mempedulikan sekitarnya yang ramai, (Y/n) langsung bergegas menuju kelasnya. Meskipun ia merasa aneh karena saat ini sekolahnya sudah ramai padahal hari masih pagi.

Setibanya di kelas, (Y/n) langsung mencari tempat duduknya. Ia duduk di sana dan mendapati Yuuna yang duduk di kursi sampingnya tengah sibuk menulis sesuatu.

"Yuuna, mengapa kau tidak membalas pesanku?" tanya (Y/n) langsung.

Yuuna masih sibuk menulis. Ia tidak melirik (Y/n) yang berdiri sambil berkacak pinggang di sebelahnya.

"Yuuna."

(Y/n) memanggil sekali lagi. Namun, Yuuna masih belum menjawab panggilannya.

"Yuuna!"

Setelah menaikkan oktaf suaranya, Yuuna pun akhirnya menoleh. Ia tampak terkejut melihat (Y/n) yang sudah berdiri di sebelahnya dengan raut wajah kesal karena tak digubris sejak tadi.

"Y-Ya? Ada apa, (Y/n)-chan?" Ia meletakkan pensilnya ke atas bukunya.

"Kau sudah mengerjakan tugas Matematika?" tanya (Y/n) tanpa nada.

"A-Aku sedang mengerjakannya sekarang. Kau ingin lihat?" tawar Yuuna. Ia bahkan menyodorkan buku miliknya.

"Lalu, mengapa kau tak membalas pesanku di LINE?"

"Sepertinya aku belum menyalakan ponselku. Gomen, (Y/n)-chan." Yuuna menunduk.

(Y/n) hanya menghela napas. Ia melirik Yuuna yang memasang wajah menyesal. Ia memang kesal, namun ia tak bisa marah kepada Yuuna. Entahlah, rasanya sangat sulit untuk bisa marah kepada gadis bersurai cokelat itu.

"Kau mengerjakan tugasmu sendiri?" (Y/n) menarik kursinya mendekati meja Yuuna. Lalu, ia pun duduk di sana.

"Umm... tidak. Aku melihat jawaban salah satu teman sekelas kita," jawab Yuuna pelan.

"Jawaban milik siapa?" tanya (Y/n) lagi.

"Milik..." Yuuna tampak ragu saat ingin mengatakan jawabannya. Karena ia tahu, (Y/n) pasti akan marah jika (Y/n) tahu milik siapa jawaban itu.

"Sudah, jangan kau pikirkan, (Y/n)-chan. Lebih baik kau menyalinnya sekarang. Sebentar lagi pelajaran akan dimulai!" Yuuna berusaha membujuk (Y/n) untuk melupakan pembicaraan mereka sebelumnya.

Mendengar kalimat terakhir yang Yuuna katakan, (Y/n) pun sontak melirik ke arah jam dinding. Hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Rasa panik mulai menyelimuti (Y/n). Sebelumnya gadis itu sangat yakin jika masih ada waktu sekitar empat puluh lima menit lagi. Namun, ternyata hanya tersisa lima belas menit saja. Sekarang ia tahu. Inilah alasan utama mengapa keadaan di sekolah sudah cukup ramai ketika ia masuk tadi pagi.

Secara panik dan tergesa-gesa, (Y/n) menyalin semua jawaban Yuuna. Meskipun bukan benar-benar jawaban Yuuna, namun gadis itu terpaksa harus menyalin semuanya. Ya, dikarenakan waktu yang tersisa sedikit lagi.

Dengan perasaan kesal dan panik, (Y/n) pun memutuskan hari ini sebagai hari paling sialnya.

***

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-76🇮🇩
Semoga pandemi cepat berakhir dan kita semua bisa kembali beraktivitas seperti biasanya. Merdeka!

Hari ini sekolahku justru ngadain upacara virtual—

Kan, kan rasanya gimana gitu. Aneh gak sih? Tapi, ya sudahlah, jalani saja :>

Untuk kalian yang sudah baca dan vomment, terima kasih yang sebanyak-banyaknyaa (๑•ᴗ•๑)♡

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top