Chapter 14 - Tetap Tegar Walaupun... (Yuuna)

Satu minggu. Tujuh hari. Seratus enam puluh delapan jam. Enam ratus empat ribu delapan ratus detik.

Tepat sudah semua itu dilalui oleh Yuuna dalam kebimbangan. Bukan bimbang karena Ujian Tengah Semester yang sedang ia hadapi, melainkan karena hal lain. Hal yang selama ini menghantui dirinya sekaligus membuat cairan bening mengalir dari pelupuk matanya.

Yuuna tahu, tidak seharusnya ia menangis. Ia tidak perlu mengeluarkan air mata itu. Toh hal ini juga demi kebaikan kedua orang yang cukup dekat dengan dirinya. Benar 'kan?

Manik hazel milik Yuuna melirik ke arah (Y/n) yang duduk cukup jauh di depan sana. Hampir mendekati meja guru. (Y/n) tampak sedang meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal. Kemudian, gadis itu kembali duduk bersandar dengan kepala yang ia tengadahkan menatap langit-langit kelas.

Melihat (Y/n) yang terlihat lega karena Ujian Tengah Semester telah berakhir, seketika sebuah senyum terbit pada wajah Yuuna. Dengan tekad yang bulat, gadis itu sudah siap untuk melakukan hal yang telah ia tunggu hingga hari ini tiba.

***

"(Y/n)-chan..."

Dengan keraguan yang mendadak muncul, Yuuna pun memberanikan dirinya memanggil (Y/n) lebih dahulu. Entah mengapa, melihat teman dekatnya yang tampak bahagia itu membuat Yuuna urung untuk mengatakan apa yang sudah ia pendam sejak beberapa belas hari yang lalu.

"Hm? Ada apa, Yuuna?" Dengan santai, (Y/n) menyahut panggilan Yuuna. Membuat gadis yang memanggilnya itu semakin merasa gelisah. Namun, ia kembali teringat dengan tekadnya yang sudah bulat. Ia tidak boleh mundur sekarang. Ya, demi kebaikan mereka bersama.

Sambil menyiapkan diri agar suaranya tidak bergetar, Yuuna pun akhirnya berkata, "Bisakah kau ikut denganku ke halaman belakang sekolah sekarang?"

***

Di sinilah mereka sekarang. (Y/n) berdiri di hadapan Yuuna dengan tasnya di bahu. Sementara, sejak tadi Yuuna hanya diam sambil memilin jari-jemarinya. Saliva-nya terasa sulit untuk ditelan kala ia melihat (Y/n) tengah menguap tiba-tiba. Membuat Yuuna berasumsi bahwa (Y/n) telah merasa bosan karena sejak tadi ia hanya bergeming di sana.

"Apakah ada hal yang ingin kau katakan padaku?" tebak (Y/n) tiba-tiba. Ia tidak tahu apakah tebakannya benar atau tidak. Namun, ia rasa Yuuna hendak mengatakan sesuatu tetapi terhalang oleh sebuah hal. Entah apa hal itu.

Kepalanya ia tundukkan. Sejenak Yuuna diam termenung dengan posisi seperti itu. Tangannya yang sudah berkeringat dingin masih saling memilin. Keberaniannya yang sempat terpecah-belah kini ia kumpulkan. Dengan perlahan namun pasti, Yuuna mengangkat kepalanya. Menatap lurus ke arah (Y/n) dengan manik hazel-nya.

"Aku, aku telah mengakhiri hubunganku dengan Miya-kun."

Manik (e/c) itu sontak membulat kala mendengar apa yang dikatakan oleh Yuuna. Pasalnya, selama ini mereka terlihat baik-baik saja. Tanpa ada perubahan. Ataukah (Y/n) yang salah paham dengan situasi yang sebenarnya terjadi? Miya pun tidak pernah mengatakan apa-apa kepadanya tentang hal itu.

"Jujurlah padaku, (Y/n)-chan." Yuuna diam sejenak. Khawatir dengan reaksi yang akan (Y/n) berikan nantinya. "Kau yang meminta Miya-kun menjadi pacarku 'kan?"

Usai sudah. Setelah Yuuna mengatakan satu kalimat pertanyaan yang sejak seminggu lalu mengganjal di dalam pikirannya, kini ia tidak tahu entah harus merasa lega atau khawatir. Lega karena pada akhirnya ia berhasil mengatakannya atau khawatir akan reaksi yang (Y/n) berikan. Karena jika memang benar (Y/n)-lah yang melakukannya, maka itu sama artinya dengan Yuuna merusak usaha yang telah (Y/n) lakukan demi dirinya.

"Ya, aku yang memintanya."

Kini berganti dengan Yuuna yang merasa terkejut. Ia tidak menduga jika (Y/n) akan langsung mengatakannya tanpa berpikir panjang. Gadis itu tahu (Y/n) memang lebih suka to the point daripada bertele-tele. Lantas, apa yang harus Yuuna katakan sekarang?

"Mengapa? Mengapa kau memilih untuk mengakhiri hubungan kalian, Yuuna?" (Y/n) pun bertanya dengan nada yang datar. Namun, di telinga Yuuna nada suaranya terdengar mengintimidasi. Menuntut akan sebuah jawaban.

"A-Aku..."

Yuuna kembali mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia tidak bisa dan tidak ingin mengatakannya kepada (Y/n). Jujur saja, Yuuna tahu alasannya mengapa ia memilih untuk mengakhiri hubungan penuh kepalsuan antara dirinya dengan Miya. Alasan itu pula yang membuat air mata sesekali mengalir ke luar.

Tatapan mata (Y/n) berubah menjadi lebih lunak. Ia tidak ingin membuat Yuuna merasa tertekan karena apa yang ia lakukan. "Kau tidak bisa mengatakannya kepadaku?" tanyanya lagi.

Kini gelengan kepala Yuuna menjadi jawaban akan pertanyaan (Y/n) barusan. Setelahnya Yuuna kembali diam. Sibuk mengamati pemandangan di halaman belakang sekolah. Sebuah tempat yang menjadi saksi bisu atas apa yang terjadi di antara mereka bertiga—termasuk Miya—selama ini.

Helaan napas dihembuskan oleh (Y/n). Ia tidak tahu apa alasannya Yuuna tidak ingin mengatakannya kepadanya. Namun, yang pasti ia tidak akan memaksa gadis itu untuk mengatakannya kepadanya. Ia tidak memiliki hak untuk melakukan itu pada Yuuna.

"Yuuna."

Merasa dirinya dipanggil, sontak Yuuna menatap lurus ke arah (Y/n). Semilir angin mendadak berhembus di sekitar mereka. Membuat surai mereka bertiup mengikuti irama sang angin.

"Aku tidak akan memaksamu untuk mengatakannya padaku. Namun, jika ada sesuatu yang terjadi padamu—"

"—katakan padaku," sela Yuuna lebih dahulu sebelum (Y/n) menyelesaikan perkataannya.

"Syukurlah kau selalu mengingat perkataanku, Yuuna." (Y/n) tersenyum miring. Ia menepuk-nepuk pucuk kepala gadis itu yang tengah menunduk bagaikan seorang kakak kepada adiknya.

Namun, reaksi yang diberikan oleh Yuuna tampak tidak sesuai dengan harapan (Y/n). Yang ada hanyalah tatapan sendu serta menyiratkan kesedihan walaupun tampak samar.

"Yuuna?"

"(Y/n)-chan, kumohon. Kumohon berhentilah melindungiku." Yuuna mendongak dan menatap kepada (Y/n) dengan tatapan nanar.

"Apa maksudmu? Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai tem—"

"Tidak! Kau sudah tidak perlu melakukannya lagi, (Y/n)-chan! Sesekali pedulikan juga tentang dirimu sendiri! Kumohon padamu!"

Seruan Yuuna membungkam semua perkataan yang hendak (Y/n) katakan. Bibirnya mengatup rapat. Membiarkan Yuuna mengatakan apa yang ingin ia katakan kepadanya.

Ah, pada akhirnya, perkataan Yuuna memang ada benarnya.

"Kumohon, (Y/n)-chan. Khawatirkan juga dirimu sendiri. Aku mohon..." Yuuna kembali menunduk. Menatap nanar ke arah kedua sepatu yang ia kenakan. Sepatu yang sama dengan yang dikenakan oleh gadis di depannya itu.

Namun, sepatu di depannya itu tiba-tiba melangkah mendekat. Mengikis jarak yang tercipta di antara mereka. Tangan (Y/n) merengkuh Yuuna ke dalam dekapannya. Menyalurkan kehangatan pada epidermisnya.

"Tentu saja aku khawatir pada diriku. Namun, aku tetap lebih khawatir kepadamu, Yuuna. Kau itu satu-satunya temanku! Aku tidak ingin kehilanganmu, maka dari itu aku selalu melindungimu di mana pun dan kapan pun," ujar (Y/n) dari balik punggung Yuuna.

Seketika Yuuna tertegun. Perkataan (Y/n) barusan terasa sangat menyentak dirinya. Membuat dirinya kembali sadar dengan fakta bahwa selama ini (Y/n) selalu melindunginya. Bahkan urusannya tentang percintaannya pun (Y/n) ikut andil di sana.

Tangis yang mendadak pecah membuat (Y/n) terkejut. Pelukan Yuuna kian mengerat pada (Y/n). Ia menumpahkan segala rasa sakitnya melalui tangisnya itu. Semua perasaan yang selama ini selalu ia pendam dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.

"Maafkan aku, (Y/n)-chan..."

Seusai melepas pelukan itu, Yuuna mengucapkan kalimat tersebut. Kalimat yang dibalas dengan senyuman (Y/n).

"Kau tidak perlu meminta maaf, Yuuna. Kau tidak berbuat salah apapun," ujar (Y/n).

Yuuna hanya mengerjapkan matanya berkali-kali. Kemudian, ia berganti menatap ke arah (Y/n) dengan lurus.

"Lalu, bagaimana denganmu (Y/n)-chan? Bukankah kau menyukai Miya-kun?"

Pertanyaan yang Yuuna berikan bagaikan petir di tengah hari bolong. Tanpa angin, tanpa hujan, petir itu mendadak muncul dan mengejutkan siapapun yang mendengarnya.

"A-Aku tidak menyukainya!" seru (Y/n). Lagi pula, mengapa Yuuna tiba-tiba membahas hal ini? Hal yang bisa saja membuat gadis itu menangis.

Kedipan mata Yuuna menyiratkan kebingungannya. Ia kembali mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya saat ini.

"Lantas, mengapa kau mengecup pipinya saat itu?"

Seolah belum cukup mengejutkan (Y/n) dengan pertanyaan yang sebelumnya, kini pertanyaan yang Yuuna lontarkan semakin membuat gadis itu terkejut. Lantas (Y/n) memalingkan wajahnya. Menatap ke arah lain.

"Itu, itu hanyalah kesalahpahaman! Lagi pula, bagaimana kau bisa tahu?!" tukas gadis itu.

"Eh?"

Melihat raut wajah kebingungan Yuuna, dengan terpaksa (Y/n) pun menjelaskannya. Ya, dengan terpaksa agar Yuuna tidak berpikiran macam-macam tentang dirinya dan Miya.

Seusai mendengarkan cerita (Y/n), Yuuna seketika terkekeh. "Meskipun demikian, jika (Y/n)-lah yang menjadi pacar Miya-kun, aku tidak akan merasa keberatan. Kurasa kalian berdua memang lebih cocok," ujarnya.

(Y/n) mengerjapkan matanya. Apakah ia salah dengar?

"Tidak, (Y/n)-chan. Kau tidak salah dengar." Seolah-olah bisa membaca pikiran (Y/n), Yuuna berkata demikian.

Apapun yang (Y/n) katakan padanya, gadis itu tidak bisa berbohong kepada Yuuna. Jelas sekali tersirat rasa suka dalam tatapan (Y/n) kala mereka membicarakan tentang Miya. Hanya saja gadis itu kerap kali menutupinya dengan bara api kebencian.

Pada akhirnya (Y/n) tetap mengangguk meskipun ia masih diliputi oleh kebingungan serta keheranan. Namun, gadis itu kembali mengangkat bicara setelah suasana telah kembali normal.

"Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah sudah lebih baik?" tanya (Y/n) secara beruntun.

Dengan cepat, Yuuna mengangguk. Kemudian, sebuah kurva melengkung yang terbuka ke atas dibentuk oleh bibirnya. Ia pun berucap, "Ya, aku sudah lebih baik sekarang."

Tidak masalah jika Yuuna sekali lagi berbohong kepada (Y/n), bukan?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top