Chapter 10 - Nama Depan (You)
Setelah pertemuan menegangkan yang terjadi di antara (Y/n) dan Miya, kini semuanya tampak baik-baik saja. Meskipun terlihat demikian, nyatanya tidak dengan (Y/n). Gadis itu masih merasa bimbang. Ucapan Miya di saat itu masih terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Kalimat terakhir yang lelaki itu ucapkan sebelum berlalu dari atap sekolah. Meninggalkan (Y/n) yang tampak tertegun.
Kesepakatan yang ia buat dengan Miya seharusnya sudah bisa dilaksanakan. Miya bahkan sudah berpacaran dengan Yuuna. Entah apa alasannya, namun Miya menuruti perkataan (Y/n) begitu saja. Dan, begitu pula yang seharusnya (Y/n) lakukan. Seharusnya gadis itu meminta kepada Sensei-nya untuk mengganti kelompok belajarnya. Namun, bukannya melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, kini ia justru merasa bimbang.
"Argh!" (Y/n) mengacak-acak surainya.
Entah mengapa, ketika melihat Yuuna dan Miya berjalan bersama ketika pulang sekolah tadi sore membuat dirinya merasa... geram. Rasanya ia ingin menyingkirkan Yuuna dari sana. Tidak peduli jika Yuuna adalah sahabatnya sejak kecil.
Astaga, apa yang telah gadis itu pikirkan?
(Y/n) menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya dengan cepat. Pikirannya kini harus fokus pada tugas di depan matanya itu. Meskipun ia telah berusaha, namun pikirannya tetap saja tertuju pada wajah Miya yang tampak tersenyum kepada Yuuna.
Sial, kini kepala (Y/n) hanya dipenuhi oleh mereka berdua yang tampak bahagia.
Sekali lagi, (Y/n) mengacak-acak surai (h/c)nya. Ia menoleh ke belakangnya. Mencari keberadaan kucingnya yang bernama (your kitten's name). Namun, kucingnya itu tak berada di manapun. Alhasil, gadis itu menghela napas lagi.
(Y/n) beranjak ke luar kamarnya. Ia mengelilingi rumahnya yang tidak terlalu besar itu untuk sekedar mencari kucingnya. Namun, nihil. Kucingnya itu tak berada di manapun.
Tak menyerah begitu saja, (Y/n) pun berniat untuk ke luar rumahnya. Sepatunya yang tergeletak di depan pintu masuk dipakainya. Kemudian, ia membuka pintu rumahnya setelah ia selesai memakai sepatu.
(Y/n) menyusuri trotoar yang tidak terlalu besar. Ia membuka matanya dan mengedarkan pandangan. Meskipun sudah mengitari area sekitar yang tak jauh dari rumahnya, ia masih belum menemukan (your kitten's name).
Terbesit di dalam kepalanya tentang suatu tempat yang belum ia kunjungi. Alhasil, gadis itu berbelok di ujung jalan dan kemudian menyusuri jalan tersebut selama beberapa saat. Hampir saja (Y/n) berniat untuk kembali ke jalan utama kala ia mendengar suara milik seseorang, menyapa telinganya.
"Kau kabur lagi dari rumahmu ya?"
Tanpa berpikir panjang, (Y/n) langsung mendekati sumber suara itu. Setelah berjalan beberapa langkah, manik (e/c)nya menangkap sesosok lelaki bersurai hitam beberapa meter di depannya. Ia tengah berjongkok, tangannya mengusap bulu kucing di depannya, dan bibirnya terus berbicara.
"Tidak diberi makan oleh pemilikmu?"
Mendengar pertanyaan terakhir yang Miya lontarkan, (Y/n) sontak berjalan cepat mendekati lelaki itu.
"Aku memberinya makan setiap hari! Jangan mengada-ada ya!" hardik (Y/n) kesal.
"Tapi kucing ini yang mengatakannya sendiri," bantah Miya.
"Mana ada kucing yang berbicara, Bodoh," ujar (Y/n) kesal.
Miya bangkit berdiri. Kucing milik (Y/n) itu tiba-tiba melompat ke pelukan Miya. Ia menghindari (Y/n) yang merupakan pemiliknya sendiri.
"Lihat, ia bahkan tidak ingin pulang bersama pemiliknya," celetuk Miya pedas nan menusuk. Membuat (Y/n) merasa tertohok karena perkataan lelaki itu benar.
"(Your kitten's name), ayo kita pulang," ujar (Y/n) berusaha membujuk kucing berbulu putih dengan mata berwarna hazel itu.
Namun, bukannya menuruti perkataan (Y/n), kucing itu justru mengeong pelan dan mengusruk ke dada bidang milik Miya. Oke, (Y/n) iri dengan kucing itu sekarang.
Tunggu, apa yang baru saja ia pikirkan?
Untuk menghilang pikiran tidak masuk akal namun ia inginkan untuk terjadi itu, (Y/n) menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tidak boleh berpikiran aneh-aneh tentang lelaki angkuh di depannya itu.
"Argh! Tugas Matematika-ku saja belum selesai, sekarang kucingku sendiri malah menambah masalah!" seru (Y/n).
Seketika ia tersadar. Seharusnya dialog di atas ia ucapkan di dalam hatinya, bukannya mengatakannya langsung. Oke, kini (Y/n) akui ia sangat bodoh.
"Matematika?"
(Y/n) menoleh kala Miya tiba-tiba berucap. Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya sambil menatap (Y/n). Yang ditatap hanya menatap balik dengan raut wajah heran.
Sebuah ide mendadak terbesit di dalam kepala (Y/n). Ia sangat tahu, jika Miya sangat pandai di dalam pelajaran ilmu eksak atau ilmu pasti itu. (Y/n) akui—meskipun ia tak ingin mengakuinya juga—penjelasan Miya tempo hari sangat jelas. Namun, karena (Y/n) mudah lupa, maka penjelasan itu pun demikian. Lenyap tak berbekas dari dalam kepalanya.
"Bagaimana jika kau membantuku mengerjakan tugas Matematika itu? Jika kau setuju, maka (your kitten's name) boleh bermain selama sehari bersamamu. Aku... aku tak akan menganggu!" ucap (Y/n) dengan pahit di akhir kalimat.
Miya tampak tertarik. Bukan karena ia bisa bermain dengan kucing (Y/n) itu, melainkan waktunya bersama gadis itu bisa menjadi lebih sering.
Tunggu, kini apa yang ia pikirkan?
"Bagaimana? Kau setuju?" tanya (Y/n) dengan harap Miya akan setuju. Pasalnya, ia telah mengorbankan kucingnya dan yang paling penting adalah harga dirinya.
"Ya. Baiklah."
***
"Kau harus mencari nilai x-nya terlebih dahulu. Jika x-nya bisa ditemukan, maka variabel yang lain pun demikian."
Kini (Y/n) tengah duduk di kamar Miya yang ternyata cukup rapi sebagai kamar seorang lelaki. Di saat ia menginjakan kakinya tadi, (Y/n) sempat merasa kagum seketika. Ketika ia menyadari tatapan penuh ejekan dari Miya, gadis itu sontak mengubah tatapannya menjadi normal kembali.
(Y/n) pun mengangguk-angguk paham. Ia mengerti dengan penjelasan Miya yang singkat, jelas, dan padat.
"Bagaimana dengan yang ini?" tanya (Y/n) sambil menunjuk ke salah satu soal.
"Kau tidak tahu? Bahkan Yuuna sepertinya lebih pintar darimu."
Mendengar nama Yuuna keluar dari bibir Miya, (Y/n) seketika membeku. Ia mengabaikan jika Miya tengah mengejeknya. Yang lebih penting ialah lelaki itu bahkan memanggil Yuuna dengan nama depannya, bukan dengan marganya.
"Oi, (F/n)!"
"Y-Ya?"
"Kau tak mendengarkanku ya?" Miya menatap (Y/n) penuh selidik.
"Aku mendengarkanmu," jawab (Y/n) kemudian. Kini fokusnya sudah tak tertuju pada soal-soal di hadapannya lagi.
"Chinen Miya."
Mendengar (Y/n) menyebut nama lengkapnya, Miya menatapnya bingung.
"Bisakah... kau membatalkan kesepakatan kita saat itu?"
***
Yo minna!
Sudah berapa lama diriku gak update cerita ini?— ಥ‿ಥ
Bad news-nya, sampe sekarang pun cerita ini belum kuketik sampe tamat :<
Aku gak tau mau lanjutin cerita ini ke mana—🚶♀️
Tapi, aku mau kasih tau sesuatu ke kalian, yaitu gambar di bawah ini! Yup, itu gambar denah kelasnya Miya dan kamu yang berperan sebagai (Y/n). Supaya kalian gak bingung dan ngebayangin gimana kalian duduk di kelas, jadi aku buat posisi duduknya sj. Soalnya aku sendiri juga bingung gimana jelasinnya—
Kira-kira seperti ini:
Oke, makasih ya kalian udah baca, vomment juga meskipun aku jarang update huhu ╥﹏╥💓💖
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya. Kuusahakan update secepat mungkin!🏃🏻♀️
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top