Enchanting 7
Ada yang kangen Max?
Maafkan yes, aku baru menyelesaikan When the Rogue Returns dua hari lalu. So, gak bisa up akhir minggu lalu. Sesuai dengan janjiku, Pleasures of a Wicked Duke akan aku unpub setelah Max up. Jangan ada yang protes ya. Aku udah kasih waktu empat hari.
Happy Reading, Gals 😘
***
Jalanan yang dipenuhi kereta kuda memenuhi pandangan Max dari lantai dua kediaman kotanya yang berada di Berkeley Square. Kereta kuda yang membawa para ton untuk menghadiri jamuan makan pagi di awal season. Ia enggan beranjak dari jendela ruang kerjanya yang menghadap jalanan London di lantai dua kediamannya.
Melepas pandangan ke arah jalanan, Max berganti menatap rumah berlantai tiga di seberang kediamannya. Matanya menerawang karena otaknya sibuk memikirkan kejadian tiga bulan yang lalu di estat pamannya yang terasa bagai mimpi. Bukan hanya otaknya dipenuhi pikiran tentang kejadian itu. Hatinya juga ikut merasakan sesuatu yang mendesak. Hatinya yang sangat merindukan gadis itu.
Setelah pernyataan cintanya pada Gabby, mereka semakin dekat. Tentu saja, Max melakukan pendekatan dengan sopan dengan meminta izin pada orang tua gadis itu dan Duchess of Weddington yang berperan sebagai pendamping dan sponsor Gabby.
Ia mengingat kesedihan di mata gadisnya ketika salju berhenti turun dan jalan utama bisa dilewati kereta kuda dengan aman tiga hari setelah pernyataan cintanya serta kenyataan mengenai pria Texas yang selama ini diyakini Gabby sebagai seorang yang gadis itu cintai. Max bisa sedikit lega alasan gadisnya sedih adalah karena mereka harus berpisah.
Saat itu perasaan geli dan bahagia menyergapnya tanpa ampun akibat kesedihan gadisnya yang sebenarnya tidak perlu. Mereka bisa bertemu di London karena Max sudah pasti akan menyusul Gabby secepatnya. Segera setelah tenaganya tidak lagi dibutuhkan setelah pesta pertunangan kakak sepupunya.
Setelah Max berada di London, dirinya dengan sabar menanti kepulangan sepupu-sepupunya. Dan ketika akhirnya para sepupu perempuannya tiba di London, Max memaksa mereka mengadakan jamuan teh pribadi dengan Gabby sebagai salah satu tamu mereka karena Gabby belum bisa menjadi tamu di jamuan formal mana pun sebelum diperkenalkan secara resmi. Tentu saja, Max juga memaksa Juliet untuk mengadakan jamuan teh pribadi dan mengundang Gabby sebagai tamunya.
Meskipun para sepupunya memandang Max dengan tatapan curiga dan penasaran, mereka tetap meloloskan permintaan Max yang membuat dirinya bersyukur memiliki mereka. Oh, mereka memang sepupu terbaik yang ia miliki.
Saat sepupunya mengadakan jamuan teh pribadi yang Max minta, dirinya pasti ada di sana. Mencuri waktu untuk bertemu dengan Gabbyㅡyang sepertinya tidak kesulitan menerima keanehan sepupunya. Membuat perasaan lega memenuhi hatinya karena Gabby bisa dengan mudah masuk ke dalam lingkup keluarganya.
Pertemuan curian dan kecupan sayang yang mereka lakukan setelah jamuan teh pribadi membuat Max semakin yakin dengan hatinya. Meledakkan logikanya mengenai cinta menjadi kepingan partikel kecil. Ia mencintai Gabby. Seorang Maximillian Blakely yang luluh lantak karena perasaannya.
Meskipun demikian, hati Max belum bisa merasakan ketenangan pasti. Karena setiap Gabby ingin memberikan jawaban atas penyataan cinta Max, dirinya selalu menghentikannya. Beralasan agar Gabby benar-benar meyakinkan hatinya.
Sejujurnya, ia takut. Takut jika Gabby masih menganggap perasaannya terhadap pria Texas itu sebagai rasa cinta. Lalu bagaimana dengan hatinya?
Saat ini, ketika Gabby belum yakin dengan hatinya, ia akan terus memperjuangkan gadis itu. Max tidak bisa memaksakan Gabby untuk merasakan cinta seperti yang dirinya rasakan pada gadis itu. Ia semakin cemas karena awal Maret lalu, keluarga Edgerton kembali ke Amerika untuk menghargai keputusan Gabby yang ingin memastikan sendiri kebenaran mengenai pencurian ternak itu. Cemas akan hati Gabby yang telah memilih. Takut jika Max bukanlah pilihan hati gadis itu.
Pintu ruang kerjanya terbuka dengan kasar. Membuat Max yang sedang termenung sedikit berjengit kaget. Dengan kesal ia mengarahkan tatapan tajam pada seseorang yang dengan lancang mengganggu privasinya.
Seringai tanpa dosa diberikan seseorang yang masuk ke ruang kerjanya tanpa sopan santun. "Well, aku hanya ingin melihat sepupu tersayangku masih hidup setelah gadisnya kembali ke koloni," Michael berujar dengan seringai yang masih terbentuk di mulutnya yang kurang ajar itu.
Geraman kasar keluar dari dasar tenggorokan Max. "Amerika," koreksi Max dengan jengkel.
Michael semakin melebarkan seringai jahilnya. Kedua lengannya terangkat ke atas bahu seperti menunjukkan bahwa pria itu menyerah. "Baiklah, Tuan Progresif. Aku minta maaf."
"Keluarlah!" usir Max dengan mata berkilat. Sungguh, di saat seperti ini ia tidak membutuhkan godaan absurd dari sepupunya yang satu ini.
"Wow, tenang, Santo Suci. Kau harusnya berterima kasih pada sepupumu ini yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengkhawatirkan dirimu," ujar Michael yang diakhiri dengan kekehan kecil menyebalkannya.
Dengan seenaknya, Michael duduk di atas kursi kerja Max setelah sebelumnya menuang wiski dari rak minuman keras yang ada di ruang kerja Max.
Max memberikan pandangan jijik pada sepupunya. "Saat ini bahkan belum tengah hari."
Michael hanya mengangkat bahu mendengar sarkasme sepupunya. "Tidak ada salahnya menikmati wiski terbaik saat ini," ucapnya dengan nada santai. Kemudian, pria itu mengangkat gelas untuk menyesap wiskinya dengan perlahan.
Mengabaikan sepupunya, Max kembali memandang keluar jendela. Suara pelan dari gelas yang diletakkan sepupunya di atas meja kerja, membuat Max kembali menoleh. Max mengangkat alis gelapnya.
"Mengapa kau memilih menjadi Santo, Sepupu? Aku seperti kehilangan teman lama dalam berbuat dosa," ujar Michael dengan ekspresi sedih yang berlebihan.
"Masih ada Lucas dan kakakmu, Archibald, yang bisa kau ajak berbuat maksiat."
Michael berdecak. "Kau tahu usiaku sangat jauh dari kedua orang itu," gerutunya.
Satu alis gelap Max kembali terangkat. "Jika aku tidak salah ingat, jarak usia kita terpaut dua tahun. Hanya terpaut satu tahun dari Archibald."
"Aku tidak bisa bersenang-senang dengannya karena dia orang yang serius. Dan kau juga mengikuti jejaknya."
Max tidak akan mendebat hal itu. Ia memaklumi Michael yang masih ingin bersenang-senang di usia mudanya. Sama seperti dirinya tujuh tahun yang lalu.
"Ya Tuhan, aku masih 24 tahun. Dan aku memiliki kakak dan kakak sepupu yang sangat serius. Aku tidak akan mengomentari kakakku. Karena dia mulai serius baru-baru ini. Tapi kau, memulai kehidupan selibat dari saat usiamu sembilan belas tahun!" sembur Michael dengan nada tidak percaya.
"Aku hanya tidak ingin terjangkit sifilis dari pelacur," jawab Max dengan tidak acuh. Itu dan tidak adanya perasaan intim yang terbagi. Hanya hubungan fisik yang tidak melibatkan hati. Lanjut Max di dalam hatinya. Karena Michael tidak perlu tahu alasan tersebut.
"Kau bisa mengambil wanita simpanan. Dan demi Tuhan, kau bisa menemukan alat kontrasepsi di Half Moon!"
"Aku tidak bisa menerima gagasan penggunaan usus domba pada kejantananku. Kemudian aku harus mencuci dan mengeringkannya untuk digunakan kembali sewaktu-waktu. Terlalu menjijikkan," jawab Max. Masih dengan nada tidak acuh yang kental.
Alis Michael terangkat tinggi. Kemudian ia terkekeh kecil. "Kau bisa sangat rasional. Tetapi di hadapan gadis berambut merah, otakmu seperti agar-agar," goda Michael setelah usahanya untuk menarik Max kembali dalam kesenangan gagal.
"Diam, Sialan. Pergilah jika tujuanmu kemari hanya untuk membicarakan hal-hal yang tidak berguna, " geram Max.
Kekehan Michael semakin keras. "Lihatlah! Di sini ada pria yang setia menunggu gadisnya." Setelah melemparkan godaan tersebut, Michael dengan cepat menenggak sisa wiskinya. Kemudian, ketika dilihatnya sang sepupu yang siap meledak, ia memberikan senyum polos terbaiknya sebelum pergi dari ruang kerja sepupunya.
Geraman rendah kembali keluar dari dasar tenggorokan Max ketika mengamati sepupunya keluar dari ruang kerjanya dengan terburu-buru.
***
Satu bulan setelah season di mulai, Max belum menemukan tanda-tanda keluarga Edgerton kembali ke Inggris. Ia mengembuskan napas dengan kasar. Orang tuanya memaksa Max untuk menghadiri pesta dansa Earl dan Countess of Craven.
Setelah pesta pernikahan kakak sepupunya di awal season, Max mengabaikan undangan-undangan acara sosial yang datang ke kediaman kotanya. Ia tidak akan menghadiri acara sosial hingga dirinya mendengar tentang kedatangan keluarga Edgerton.
Dan sekarang, ia tidak bisa menolak ketika orang tuanyaㅡterutama ibunyaㅡmeminta dirinya hadir di pesta ini. Satu hari setelah undangan Earl dan Countess of Craven ia terima, orang tuanya bergegas menemuinya dan memintanya untuk menjawab undangan dengan kesediaannya menghadiri pesta dansa pasangan tersebut. Ia tidak tahu alasan kedua orang tuanya. Namun dirinya tidak mampu menolak permintaan yang ibunya sampaikan dengan wajah penuh permohonan.
Sekali lagi, Max menatap pantulan dirinya di depan cermin. Rambutnya di sisir ke belakang dan diikat. Cravatnya dikanji dan disimpul dengan rumit oleh pelayan pribadinya. Kemeja putih bersih, rompi, dan jas hitamnya melekat sempurna bagaikan kulit kedua. Max mengancingkan mansetnya. Ia kembali melihat penampilannya. Celana pantalon hitam dan sepatu yang digosok hingga mengilap. Max yakin bisa melihat pantulan dirinya di sepatunya.
Max bergegas menaiki kereta kudanya sebelum ibunya mencereweti keterlambatannya. Ia hanya perlu melewati beberapa blok untuk tiba di Grosvenor Square.
Setelah pengumuman kedatangannya, Max melihat Duchess of Weddington berbincang dengan ibunya. Ia harus menelan rasa kecewanya. Karena saat ia menatap penjuru ruang pesta, Max tidak melihat sosok Gabby di mana pun.
Berusaha menutupi perasaannya, ia menghampiri kedua wanita paruh baya yang masih menampakkan kecantikan masa mudanya. Max bercakap-cakap sejenak kemudian pergi untuk bergabung dengan ayah dan sepupunya.
Kernyitan di dahinya muncul ketika tamu pesta saling berbisik dan menatap penasaran ke arah pintu masuk ruang pesta dansa. Max hanya mengangkat bahu dan meneruskan pembicaraan dengan para sepupunya. Enggan melihat mangsa baru kolom gosip ton.
Lalu Max mendengar pengumuman kedatangan tamu undangan yang sangat aneh.
"His Grace, Duke of Weddingtonㅡ"
Kernyitan kembali menghiasi dahinya. Mengapa Duke of Weddington datang terpisah dengan sang duchess? Pertanyaannya terjawab sepersekian detik berikutnya. Pengumuman kedatangan tamu undangan yang membuat jantung Max bergemuruh hebat.
"Mr. dan Mrs. Edgerton! Miss Gabriella Edgerton!"
Max serta-merta berbalik ke arah pintu masuk ruang pesta. Di sana berdiri gadisnya yang sangat ia rindukan. Perasaan Max membuncah. Gadisnya sangat cantik dengan gaun biru cerah yang kembali menonjolkan warna merah rambutnya.
Kakinya seperti terpaku ke lantai meskipun otak dan hatinya meneriakkan agar dirinya menghampiri rombongan yang sedang berbincang sejenak dengan tuan rumah yang menunggu tidak jauh dari pintu masuk. Kakinya masih tidak mau bergerak ketika mereka selesai berbincang dengan tuan rumah karena antrian tamu undangan yang mengular.
Gadisnya mengedarkan pandangan ke seluruh ruang dansa. Kemudian matanya bersirobok dengan mata Max yang belum bisa lepas dari keterpakuannya. Senyum indah menyambutnya. Membuat detak jantungnya menggila dan darahnya berdesir.
Max mengabaikan rasa penasaran para ton mengenai keluarga Edgerton yang hadir bersama Duke of Weddington. Ia yakin gadisnya akan disambut setelah Duke of Weddington menuntun keluarga Edgerton menuju istrinya. Menunjukkan bahwa salah satu Duchess berpengaruh di Inggris Raya tersebut adalah sponsor Gabby.
Tepukan ringan di bahu kanan dan kirinya seperti menyadarkan Max dari keterpakuannya. Max menoleh ke kedua sisi tubuhnya dan mendapati ayahnya dan Paman Harold berada di samping kanan dan kirinya.
"Sepertinya gadis yang berhasil membuatmu luluh lantak kembali untukmu," ujar Sebastian dengan nada menggoda.
Harold mengangguk dan menyeringai. "Kejarlah, Nak. Sebelum para gentlemen lain merebut dansa pertamanya setelah perkenalan barusan."
Pamannya memberi nasihat yang membuat Max langsung menjauh dari mereka untuk meminta haknya. Dansa waltz pertama gadis itu.
Max tiba di hadapan keluarga Weddington dan Edgerton. Dengan sopan, Max bertukar sapa dengan dua keluarga tersebut. Hingga akhirnya Gabby menekuk sedikit kakinya.
"My Lord," ujarnya dengan senyum yang belum lepas dari bibirnya. Membentuk satu lesung pipi yang menambah kecantikkannya.
"Senang bertemu kembali denganmu, Miss Gabriella." Max membawa pergelangan tangan Gabby yang tertutup sarung tangan satin ke depan mulutnya. Dengan lembut, Max mengecup buku jari Gabby. Menyalurkan kerinduannya yang terdalam pada kecupan singkat itu.
Senyum hangat hadir di bibir Max tatkala dirinya melihat pipi Gabby merona merah. "Berikan aku kehormatan untuk menjadi pasangan dansa waltz pembuka ini," pintanya.
"Dengan senang hati, My Lord."
Senyuman masih terpatri di bibir Max. "Bagaimana dengan waltz penutup?" tanya Max dengan berani.
Kedua keluarga di hadapannya terkesiap pelan.
"Westcliffe! Dua dansa dengan pasangan yang sama di sebuah pesta dansa hanya berarti kau ingin menunjukkan minat dan ketertarikanmu di hadapan para ton dan tamu undangan lainnya," jelas Laura dengan tatapan tidak setuju.
Max mengangkat bahunya tak acuh. "Aku sudah menjelaskan maksudku pada kalian sebelumnya. Dan sekarang, aku sama sekali tidak keberatan untuk menunjukkannya pada seluruh dunia jika aku bisa."
"Tetapi kau akan membuat Gabby kehilangan kesenangan season-nya," sanggah Laura.
"Aku kembali bukan untuk menikmati season, Your Grace. Dan aku dengan senang hati akan menerima ketertarikan Lord Westcliffe padaku," ujar Gabby dengan senyum cantiknya.
Max membungkuk dalam untuk menyembunyikan senyum bahagianya. "Kalau begitu, aku tidak sabar untuk menunjukkannya pada dunia," ujarnya dengan mantap.
Dengan gagah, Max meninggalkan keluarga tersebut dalam keadaan tercengang. Dirinya tidak memberikan kesempatan pada mereka untuk bertanya-tanya mengenai kesepakatan dirinya dan Gabriella. Max ingin merahasiakan kedekatan mereka yang dimulai di estat pamannya.
***
Pandangannya tidak pernah lepas dari sosok pria gagah yang baru saja berpamitan pada keluarganya. Senyuman lebar masih menghiasi wajahnya.
"Gabby," panggil Laura.
"Ya, Your Grace?" Gabby memaksakan pandangannya untuk beralih ke Laura. Di samping Laura, Emma berhasil mengendalikan ekspresi terkejutnya dan memberikan senyuman bahagia ketika mata mereka bertemu.
"Apakah kau yakin mengenai hal ini?" tanya Laura dengan hati-hati.
"Aku tidak pernah seyakin ini, Your Grace," ucap Gabby dengan mantap. Seperti keyakinan Max padanya.
Laura mengubah arah pandangnya pada pasangan Edgerton yang menunjukkan binar-binar bahagia pada mata mereka.
"Aku lihat kalian menyetujui usulan ini?" tanyanya. Hanya untuk memastikan.
"Tentu. Kami sudah mengetahuinya. Aku yakin Gabby akan bahagia bersama Lord Westcliffe," jelas Gillian. Ia menatap Gabby dengan pandangan berkaca-kaca.
"Sepertinya kita terlambat untuk mengetahuinya, cintaku, " ujar Richard dengan senyum geli menghiasi bibirnya.
"Baiklah kalau begitu."
Gabby menghela napas lega. Matanya kembali mencari keberadaan Max. Ia ingin menuntaskan kerinduan yang dirasakannya selama empat bulan tanpa kehadiran Max di hidupnya.
Mata mereka kembali bersirobok. Senyum keduanya mengembang. Mereka melepaskan kerinduan satu sama lain dengan terus berpandangan.
***
TBC
Padahal niatnya the end 😭😭😭
A.N
Setelah aku selesai membaca seri kedua a duke's men. Aku jadi penasaran tentang alat kontrasepsi pada masa itu yang mencegah penularan penyakit sifilis. Kemarin aku riset sedikit dan hasilnya ada di chapter ini. Saat itu kondom menggunakan usus domba dan dapat digunakan kembali setelah dicuci dan dikeringkan. Sedangkan untuk jalan Half Moon, di sana ada toko Mrs. Phillips yang menjual kondom tsb. Total ada dua toko di London yang khusus menjual itu.
Sumber :
https://www.google.co.id/amp/s/www.theatlantic.com/amp/article/382245/ (diambil dari buku How to be a Victorian : A Down-to-Dusk Guide to Victorian Life, Ruth Goodman)
Aku usahain Endingnya minggu ini. 😁
Regards
DSelviyana
240517
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top