#3
.
.
.
***
"Ya memang benar sih, receive kalian masih sangat lemah. Bahkan jauh dari kata lemah."
Suara yang tertangkap di indra begitu menohok hati. Kata-kata itu memenuhi isi kepala. Beberapa merengut kesal tetapi juga membenarkan perkataan. Kesan pertama yang diberikan memang tidak terlalu bagus namun masih memungkinkan untuk sekedar melakukan interaksi.
Kecanggungan terkadang melanda tetapi langsung lenyap ketika diri berusaha menyesuaikan keadaan. Kaki jenjang yang terbalut celana olahraga hitam disilangkan. T-shirt atau yang lebih dikenal sebagai kaos oblong menenggelamkan tubuh karena terlalu besar.
Memasukkan gumpalan susu yang tercampur bubuk kokoa hingga rasa cokelat memenuhi rongga mulut. Mengetuk-ngetuk bolpoin pada notebook yang terbuka lebar. Menimang sesuatu sebelum menggores lembaran dengan tinta hitam.
Kerap kali iris (e/c) berpindah fokus dari notebook ke buku bersampul milik kakak kelas berkacamata. AirPods terpasang dikedua sisi dengan alunan lembut. Tapi suara dari decitan juga pukulan mampu menembus ke gendang telinga. Jari lentik memutar-mutar bolpoin. Melirik sekilas ke lapangan.
Hanya ada satu jawaban yang bisa diberikan untuk memenuhi rasa penasaran yang mengganjal dihati. Menutup pelan kedua buku, meletakkannya dalam hening. Berjalan keluar guna menghirup udara segar. Menghilangkan jenuh yang bersarang dengan gumpalan permen yang masih setia menemani.
Tidak ada yang menyadari ketika gadis bersurai hitam legam menghilang. Kaki jenjang membawa menelusuri lingkungan. Angin musim semi dengan lembut menyapu kelopak berwarna pink yang diguyuri sinar jingga. Memandang langit yang sedikit menggelap dengan semu kemerahan. Menyembunyikan iris (e/c) dibalik kelopak mata, menikmati suasana.
Bertanya-tanya apakah yang dilakukan sudah benar. Andai dirinya tidak terbuai dengan tawaran yang diberikan sang guru pembimbing. Benar kata orang, Takeda-sensei itu sangat pandai dalam bernegosiasi. Bahkan gadis satu-satunya yang dimiliki keluarga (L/n) berhasil terpikat. Menjadikan gadis itu sebagai asisten pelatih dengan bayaran seminggu sekali diberikan sebuah dessert.
Kita sedang membicarakan (FullName). Gadis penikmat hidanhan pencuci mulut yang disajikan setelah main course dimeja makan. Dan, jika sudah menyangkut makanan manis, tanpa pikir panjang pasti dia akan langsung menyetujuinya. Sedikit merutuki kebiasaan yang sudah bersarang sejak kecil.
Angin dengan jahilnya mengacak surai legam hingga membuatnya berantakan. Menghela nafas singkat seraya membuka manik yang bersembunyi. Berjalan kembali menuju tempat yang ia tinggalkan. Mata yang sayu kini terbuka lebar dengan tubuh yang sedikit bergetar.
"Kau mengagetkanku, Blueberry-chan."
Pemuda bersurai kelam berdiri kokoh. Manik sedalam lautan beradu dengan cerahnya iris (e/c). Keringat setelah latihan masih mengalir meski tak sederas hujan. Ladang Mawar nampak mekar walau tipis. Rahang tegas tercetak jelas. Dua tas besar menggantung dibahu lebar. Menatap intens hingga tak berkedip. Menyelami manik (e/c) yang dipenuhi kerlip bintang.
Kageyama terdiam. Mengagumi karya Tuhan yang bermandikan sinar jingga. Semerbak aroma manis tercium walau jarak sedikit jauh. Kageyama berani bertaruh kalau aroma manis itu berasal dari (y/n). Bibir kecil ranum terbuka. Menyapa indra dengan suara hangat. Membuat ladang Mawar siap panen.
"Ah... Latihan kalian sudah selesai?"
Menggaruk tengkuknya, Kageyama mengangguk pelan dengan Mawar yang tak kunjung luntur. "K-kapten bilang akan mentraktir b-bakpao untuk k-kita semua."
Kageyama merutuki suaranya yang bergetar. Menggeleng cepat membuang jauh-jauh fantasi yang hinggap dipikiran. Melempar tas besar pada pemilik aslinya lalu berbalik meninggalkan (y/n) yang termangu. Mengernyit heran namun seketika sadar. "Blueberry-chan! Tunggu!" seru (y/n) berlari menyusul pemuda lulusan Kitagawa Daichi.
Tanpa sadar, jantung Kageyama berteriak nyaring. Bibir berkedut menahan senyum yang entah disebabkan karena apa.
***
Hari demi hari telah berlalu. Receive para anggota Karasuno VBC semakin meningkat. 4 hari menuju acara yang disepakati antara sahabat lama semakin membuat gadis itu sibuk. Biskuit cokelat yang dibawa Takeda-sensei begitu sempurna dimulut. Rasa manis yang pas dari cokelat menjamah isinya. Mendengar dengan khidmat coach Ukai yang tengah memberi pengarahan.
Latihan kembali dilakukan. Gadis itu hanya duduk mengamati setiap pergerakan para anggota. Sesekali bolpoin menggores lembar kertas. AirPods sekali lagi terpasang dikedua sisi. Meredam suara decitan dan pukulan yang bisa saja menerobos masuk ke gendang telinga. Bersenandung kecil tanpa menyadari sepasang mata menatap lekat setiap pergerakannya.
Latihan dimulai dari receive disusul latihan spike yang tak jarang membuat gadis itu berdecak kagum. Tak terasa pula, hari mulai menggelap. Manik (e/c) mengarungi lautan bintang dilangit malam. Suara jangkrik saling bersahutan dengan semilir angin yang menusuk. Kali ini (y/n) tidak langsung pulang kerumah. Ia akan pergi mengikuti kamp pelatihan yang telah direncanakan.
Kini ia berada didapur. Menyiapkan makan malam untuk semua anggota. Dibantu oleh Takeda-sensei dan kakak cantik berkacamata. Apron (f/c) membalut tubuh kecil gadis bersurai legam. Tubuh (y/n) itu kecil, langsing, terutama dibagian pinggang, lengan dan paha. Sesuai dengan tinggi badannya. Dibalik apron yang terbalut, ia mengenakan hoodie berukuran besar menenggelamkan dirinya sampai kelutut.
Yah, rata-rata pakaian yang dimilikinya memang besar semua. Yang sesuai dengan ukuran tubuhnya hanya semua celana dan kemeja sekolah. Almamater sekolah yang dipakainya juga besar. Sudahlah, sekarang saatnya menghidangkan makanan.
Takeda-sensei membuka pintu dapur. Hampir berteriak mendapati dua mayat hidup—maaf— Nishinoya bersama Tanaka yang sekarat. Mengelus dada guna menenangkan jantung yang terkejut. Hingga keduanya melihat Shimizu yang masih memakai apron membawa beberapa piring. Dengan aura bling-bling berangsur-angsur mereka membaik.
(Y/n) yang melihat itu mengernyit heran. Menggidikkan bahunya tanda tak peduli. Kembali melanjutkan menata hidangan yang sempat tertunda.
"(L/n)-kun, apa mochi nya sudah selesai?"
Pertanyaan dari Takeda-sensei sejenak menghentikan kegiatan. Berbalik memberikan jempol tanda sudah jadi. Membawa sepiring mochi dengan varian isi dan warna. Berlutut menawarkan manisan tradisional pada kedua senpai.
"Kalian ingin mencobanya?"
Yah.. Tidak ada salahnya membangun lingkung pertemanan kan?
.
.
.
TBC
Pengen up kemarin tapi gk jadi-jadi terus wkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top