Sembilan
He sprinkled me in pixie dust and told me to believe,
Believe in him and believe in me,
Together we will fly away in a cloud of green to your beautiful destiny,
(LOST BOY - Ruth B.)
▽△▽△▽
Pesawat mendarat di sebuah landasan pribadi milik Tion setengah jam kemudian.
Mata Alondra menyapu ke sekeliling beberapa saat setelah ia keluar dari pesawat. Ia mendapati mansion milik Tion terlihat tak jauh dari landasan di bawah kakinya. Kali pertama Tion membawanya mengunjungi mansion yang di cat berwarna abu-abu gelap dan putih itu, mereka menggunakan mobil. Alondra tertidur di perjalanan sehingga ia sama sekali tidak memiliki gambaran mengenai lokasi mansion Tion.
Sejak dulu ia memang memiliki kebiasaan tertidur di dalam kendaraan.
Tiga mobil hitam terpakir di ujung landasan, beberapa meter dari lokasi pesawat berhenti. Tiga mobil itu juga lah yang kini bergerak menuju mansion Tion dengan Alondra di dalamnya.
Lima belas menit mobil ini berlari dengan kecepatan tinggi di jalan ber aspal yang membelah hutan. Alondra bisa melihat beberapa rusa berlarian di balik pepohonan yang lebat di sisi kanannya. Jika ia sedang berdiam diri seperti ini tanpa ada pengalih perhatian, pikirannya selalu memutar kejadian yang sebelumnya terjadi di hidupnya. Kali ini, kejadian itu adalah kejadian dimana ia berhasil dilumpuhkan Lui tengah malam tadi. Ia kembali memperhitungkan apa yang salah sehingga misi yang dilakukannya gagal.
Angin dingin menerpa saat ia keluar dari mobil itu dan berjalan di sisi Tion.
"aku memiliki beberapa buruan.. kau harus melihatnya." Tion buka suara setelah berdiam cukup lama sembari berjalan di sebelah Alondra.
Alondra mengangguk. "sure."
Dalam hati Alondra menebak-nebak buruan apa yang berhasil Tion tangkap kali ini. sebelumnya ia tidak pernah tahu bahwa Tion hobi berburu. Ia sempat berpikir banyak hal yang masih belum ia ketahui tentang Tion. Kecuali nama panjangnya. Ia tidak pernah tahu dimana ia lahir, tanggal berapa ia lahir, siapa orang tuanya, apakah ia memiliki saudara atau tidak, apa persisnya pekerjaannya, bahkan dimana ia tinggal. Ia hanya tau bahwa pekerjaan yang dijalankan Tion termasuk kategori berbahaya.
Negara mana yang tanahnya sedang ia pijak sekarang? tempat Tion membangun sebuah mansion besar dan bahkan memiliki landasan pesawat pribadi.
Alondra menyadari bahwa mereka hanya dua orang asing yang saling memiliki suatu perasaan yang kuat.
Tion berjalan masuk ke sebuah ruangan berpintu besi yang dibaliknya terdapat lorong bercabang-cabang diikuti Alondra dan tiga orang anak buahnya di belakangnya. Area ini tidak familiar di ingatan Alondra. Matanya menatap punggung Tion yang lebar dan terlihat kokoh walaupun terbalut jas dan kemeja. Bahkan dari belakang pun Tion terlihat sangat mengintimidasi, pikirnya. Mereka mulai berjalan masuk melewati sebuah lorong dengan banyak ruangan yang tertutup pintu besi di sebelah kanan dan kirinya. Lorong ini disinari cahaya terang berwarna putih yang akan hidup dengan sistem sensor gerak.
Akhirnya mereka masuk ke dalam sebuah ruangan gelap.
Langah kaki Alondra berhenti saat ia melihat apa yang ada di hadapannya setelah Tion menyalakan lampu ruangan.
Dua orang laki-laki duduk bersebelahan di dua kursi berbeda dengan baju yang telah kotor oleh noda darah. Alondra yakin, noda darah itu merupakan darah mereka berdua. Kepala kedua laki-laki itu ditutupi oleh kantung kain berwarna hitam. Namun yang lebih menarik perhatian Alondra adalah satu dari dua tangan mereka berdua dipotong.
"mhhhmmpph arrhhmppp!!" erangan menghapus kesunyian ruangan berlantai putih dan ber cat hitam tempatnya berada. Jelas sekali bahwa kedua mulut pria itu ditutup oleh plester atau di sumpal dengan kain, mencegah keduanya berbicara.
Alondra mengalihkan pandangannya ke Tion yang berdiri di belakang kedua pria itu. "siapa orang-orang ini?"
"this one is Rob, this one is Mike," Tion membuka satu persatu kain hitam yang menutupi wajah mereka. "they're stupid people, trying to kill me when i was asleep. Now they beg for my mercy. Isn't that pretty... unfair?"
Anehnya wajah kedua orang itu tidak memiliki luka apapun selain hidung yang berdarah.
"aarrrggghhmmmgghh mmpahpp." Erangan dua orang itu memenuhi seluruh sudut ruangan, membuat Alondra mundur beberapa langkah. Ia tidak pernah bisa terbiasa mendengar erangan kesakitan seseorang.
Tion meletakkan kedua tangannya di bahu Ron dan Mike. Tatapannya masih terpaku lurus pada Alondra sementara senyum mulai terbentuk di sela kata yang ia ucapkan.
"want to kill them... for me?"
Pertanyaan itu dijawab oleh erangan Rob dan Mike.
Tentu saja mereka tidak senang dengan apa yang barusan mereka dengar.
Alondra tidak langsung menjawab tawaran itu. Membunuh tetaplah bukan hobinya. Tentu jawaban yang ia berikan akan selalu tidak jika berkaitan dengan mengambil nyawa orang lain. Walaupun ia tahu orang lain tidak akan berpikir dua kali jika ingin membunuhnya. Pandangan Alondra turun menuju tangan kiri kedua tawanan Tion.
"mengapa kau memotong tangan kiri mereka?" tanya Alondra terang-terangan. Erangan kembali memenuhi ruangan dingin tempatnya berada, seakan ingin menjawab pertanyaan yang diajukan Alondra pada Tion.
"ahh, itu karna mereka menggunakan cincin pernikahan. Keinginanku untuk membunuh berkurang jika aku melihat hal itu jadi kusuruh beberapa orangku menyingkirkan tangan mereka berdua." Jawab Tion, kedua tangannya mengusap kain yang menutupi tawanannya.
Alondra tidak terkejut atas penjelasan yang barusan diberikan oleh Tion. Hal itu sudah biasa baginya dibanding dengan banyak metode penyiksaan lain yang lebih aneh dan jauh dari kata manusiawi milik para mafia.
"Tion, kau bisa melepaskan cincin mereka tidak perlu sampai memotong tangan mereka berdua."
"you know that's not me baby. The more blood crawling from them, the more satisfied i get," Tion menggerakkan tangannya seakan ia sedang memegang pistol dan menembak sesuatu tak kasat mata disekeliling mereka. "pada akhirnya mereka juga akan mati."
Darah bercucuran bukan hanya dari satu tangan mereka yang kini sudah tidak ada lagi di lengan mereka, namun juga dari luka-luka yang ada di tubuh kedua pria itu, membuat Alondra membayangkan apa yang orang-orang Tion lakukan sebelumnya pada keduanya.
"come on darlin, do it." bisik Tion.
Sangat menggoda.
Tapi Alondra menggelengkan kepalanya.
"killing people is not my thing," ujar Alondra dengan tenang, ia tidak akan dengan mudah terprovokasi oleh siapapun, bahkan Tion, orang yang memberikannya suatu perasaan asing yang menjadi favoritnya setiap kali mereka bertemu.
"i'll do it then," suara yang keluar dari mulut Tion kali ini terdengar amat sangat menakutkan, apalagi bagi dua orang yang menjadi sasarannya.
"i will wait outside."
Tion meraih belati perak di sudut ruangan, membuat Alondra sadar apa yang selanjutnya Tion lakukan pada dua orang malang tersebut. Alondra memalingkan wajahnya dan berjalan dengan cepat keluar dari ruangan, tidak ingin melihat adegan yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi tepat di hadapannya.
Bagi Tion ini bukanlah apa-apa, bahkan ini adalah hal terbaik yang bisa ia berikan pada dua orang yang mencoba menyusup masuk ke dalam mansionnya, melukai neneknya dan hampir berhasil membunuhnya. Biasanya ia akan menyiksa orang-orang tersebut tanpa ampun, hingga tawanannya mati dengan kondisi yang amat sangat buruk. Tentu ia sudah menghukum para anak buahnya yang lengah dalam menjaga mansionnya tetap aman dari para musuh yang terus mengirimkan ancaman kematian baik dalam bentuk nyata maupun hanya ucapan semata.
Kilauan cahaya lampu terpantul jadi belati tajam di tangan Tion, mengirimkan sinyal bahwa belati itu tak akan lepas dari tangan Tion tanpa setidaknya singgah di dua orang tawanannya.
Ekspresi manis di wajah Tion yang sebelumnya ia berikan ke Alondra menghilang digantikan oleh ekspresi kekejaman yang luar biasa, tatapannya yang dingin menyapu tawanan pertama.
▽△▽△▽
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Alondra dari buku yang sedang dibacanya.
Ckrek.
Pintu dibuka dari luar.
Higi masuk ke dalam ruangan tempat Alondra dan Tion berada.
Setelah sesi yang cukup menegangkan di ruang tawanan Tion beberapa saat yang lalu, Tion membawa Alondra ke salah satu kamar dari 8 kamar yang tersedia di mansionnya. Langkah kaki Tion begitu cepat sehingga dengan kepala yang masih terlalu sakit dan keseimbangan yang masih goyah, ia tidak sempat menikmati keindahan artistik yang ada di setiap sudut mansion milik Tion.
Kamar yang ditempatinya sekarang bukanlah kamar sedang yang hanya terdiri dari sepetak kamar saja, namun kamar ini dilengkapi juga dengan minibar, sofa, televisi dan kamar mandi dengan bathtub yang cukup besar.
Jika di bandingkan dengan apartemennya maka apartemen Alondra mungkih hanya setengah besar dari kamar yang diberikan Tion untuknya.
Sesampainya di kamar ini beberapa saat yang lalu, Alondra langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang terlihat amat sangat menjijikan jika berdiri di sebelah Tion yang amat sangat bersih dan rapi. Butuh waktu lama bagi Alondra untuk membersihkan seluruh badannya karna luka yang ia terima saat berada di genggaman tangan Lui.
Tidak sedikit lukanya yang tadinya sudah berhenti mengeluarkan darah kembali mengeluarkan darah saat ia mencoba membersihkannya. Ia meringis, menggigit handuk kecil yang menahan suaranya agar tidak menyelinap keluar dari bibirnya yang pucat.
Di saat-saat seperti itu, saat hanya ada dirinya sendiri, pikirannya berkelut. Ia masih membutuhkan petunjuk yang diberikan oleh PHRCS. Jadi jika pihak PHRCS masih membutuhkannya untuk misi ke 3, maka ia harus benar-benar menyukseskan misi itu. Ia ingin segera bertemu orang tuanya.
Alondra memandang cermin yang ada di depannya, rambut hitamnya yang basah telah ia gelung dengan handuk putih, kulitnya yang pucat menunjukkan betapa buruk keadannya kini. Dalam balutan baju tidur satin berwarna hitam milik Tion, ia terlihat seperti malaikat pencabut nyawa yang baru selesai keramas.
Jemarinya yang bergetar meraih bagian bawah baju tidur Tion dan mengangkatnya sehingga menampakkan perut Alondra yang dihiasi luka berbentuk X tersebut. mungkin akan butuh beberapa jahitan agar lukanya tidak tampak terlalu mengerikan seperti yang ia lihat saat ini. Ia menutup kembali perutnya dan menatap tangannya yang masih bergetar, kemudian menautkannya sambil menguatkan dirinya agar tangan itu berhenti gemetar.
Ia tidak ingin terlihat lemah.
Ia tidak boleh terlihat lemah.
Sesaat setelah keluar dari kamar mandi, Tion menyambutnya dengan pelukan, yang tentu saja mengejutkan Alondra. Lengan Tion yang besar dan dadanya yang bidang menenggelamkan Alondra ke dalam ruang yang belum pernah tersentuh oleh wanita lain selain Alondra. Alondra memejamkan matanya, menikmati rasa hangat yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Ia membutuhkan pelukan ini, terutama saat ia baru saja 'terjatuh'.
Kini Tion tidak lagi mengenakan jas nya, melainkan hanya kemeja putih pucat dengan bagian lengan yang digulung ke atas dan celana hitam yang sebelumnya ia kenakan. Alondra kembali tenggelam dalam perasaan nyaman.
"you're safe now. Be strong, my Batgirl." Bisiknya ke telinga Alondra, mengirimkan ketenangan pada gadis itu.
Tion dapat mendengar nafas Alondra yang semakin teratur. Ia tahu bahwa Alondra tidak membutuhkan kata-kata seperti itu, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ada satu sisi dari bentengnya yang berhasil dirobohkan oleh Alondra saat ini.
Benteng kepeduliannya.
Ia hanya menunjukkannya pada Alondra. Hanya pada gadis itu. Tatapan lembutnya, pelukannya, perhatiannya, senyum hangatnya, gelak tawanya, waktunya... hanya ia berikan pada Alondra. tapi belum sepenuhnya memberikan gadis itu hatinya yang masih tersegel dengan tiga tembok yang masih berdiri kokoh.
Katakanlah ia protektif, saat ia membunuh dua orang anak buah Lui yang bahkan mungkin saja tidak menyentuh Alondra sedikitpun, saat ia membawa mobil gila-gilaan menembus padatnya lalulintas brazil. Katakanlah ia agressive saat ia memberikan Alondra ciuman demi ciuman yang belum tentu mendapat persetujuan dari Alondra. Katakanlah ia pengecut, saat ia lebih memilih untuk menunjukkan perasaannya terhadap Alondra secara diam-diam.
Tapi bagaimana ia tidak protektif saat melihat gadisnnya terluka dan tak berdaya di hadapannya, kemarahannya meluap-luap hingga ia dengan mudah dapat membunuh anak buah sepupunya, bagaimana ia tidak agressive saat melihat bibir pucat gadisnya itu membentuk senyum yang menghipnotisnya setiap kali mata mereka bertemu, bagaimana ia tidak memilih untuk menjadi pengecut saat ia tahu gadis ini akan dengan mudah merobohkan benteng pertahanannya.
Itulah ketakutan terbesarnya, bahwa benteng yang melindungi dirinya selama bertahun-tahun dapat dengan mudah dirobohkan oleh gadis yang baru dikenalnya beberapa bulan yang lalu. Benteng itu adalah yang selama ini membuatnya tetap hidup, bagaimanapun juga ia tidak akan membiarkan gadis ini merobohkan benteng itu dan menghancurkannya dari dalam.
Membahayakan nyawanya.
Tapi Alondra spesial...
"thank you, Tion. For saving me, again." Bisik Alondra.
Alondra bukanlah seorang gadis yang naif maupun polos. Ia tahu mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan dan bagaimana hubungan itu berjalan. Tentu saja ia pelajari itu melalui dunia nyata dan film drama yang sering ia tonton bersama Mrs. Thiago.
Ia juga tahu apa yang perempuan dan laki-laki akan lakukan setelah hidup bersama atau berada di satu ruangan yang tertutup.
Tion belum pernah mencoba melakukan sesuatu yang melecehkan terhadap dirinya, membuatnya merasa dihormati sebagai seorang perempuan mengingat bagaimana kekerasa seksual semakin meningkat setiap tahunnya. Di saat-saat seperti itulah, ia merasakan desiran halus di suatu tempat di dadanya. Ia tidak tahu harus menamai desiran itu apa.
Stupid emotionless Alondra.
Setelah pelukan itu, Tion kembali fokus pada laptopnya, menangani pekerjaan yang Alondra tidak tahu apa dan tidak berniat ingin tahu sampai baru saja fokusnya teralihkan oleh Higi.
"Dr. Tao sudah sampai, Boss." ujar Higi.
Tak lama kemudian masuklah seorang dokter laki-laki muda dengan kacamata lebar memagari mata sipitnya. Rambut hitam yang dimiliki dokter itu disisir dengan rapi, kulitnya tidak putih seperti orang asia bermata sipit pada umumnya, yang berarti dokter ini telah tinggal di daerah yang kering cukup lama. Senyum tercetak di wajah dokter Tao, senyum yang menghasilkan lesung pipi di pipi kirinya.
Profesional dan mapan, itulah yang melintas di pikiran Alondra beberapa saat setelah dr. Tao masuk ke dalam ruangan.
Dari sikap dan ekspresinya yang cukup tenang, itu membuat Alondra berpikir antara dokter ini tidak tahu kejamnya Tion atau sudah tau tapi telah terbiasa dan memilih untuk mengabaikan fakta itu. Karna sejauh yang Alondra lihat, jarang sekali ia temukan orang-orang yang memiliki sikap dan ekspresi tenang saat berada di ruangan yang sama dengan Tion beserta anak buahnya.
"halo Alondra, aku Dr. Tao, yang akan menangani luka-luka yang kau miliki. Its a pleasure to meet you," dr. Tao mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Alondra.
Alondra menjabat tangan dokter tao, "thank you, Doctor."
Dengan sigap dokter Tao mengeluarkan alat-alat yang dibawanya di dalam tas dokternya. Ia memeriksa setiap luka yang diderita Alondra dengan cermat. Dengan Tion yang mengawasi setiap gerakan yang dibuat oleh dr. Tao, Alondra terkesan dengan seberapa tangkasnya dr. Tao dalam mengobati setiap lukanya, termasuk memberikan jahitan di luka pemberian Lui di perut Alondra. luka itu tidak dalam hingga menembus rongga perutnya, tapi cukup dalam untuk memberikanya rasa sakit.
Tion tetap besama Alondra cukup lama, hingga dr. Tao selesai mengobati gadis itu. Tak banyak yang mereka bicarakan selain hal-hal kecil mengenai siapa politik yang terjadi di negara-negara besar di seluruh dunia.
"now i need to go back to my business. Menemui teman lama di Angola dan akan kembali dalam beberapa hari. Orangku akan membawamu pulang jika kau mau," Tion kembali mengenakan jasnya yang sebelumnya ia letakkan di sandaran kursi.
Alondra mengangguk kemudian mengedikkan kepalanya ke arah pintu, mengisyaratkan Tion untuk keluar.
"kau yakin tidak ingin bermalam disini hingga aku kembali?"
Alondra menggeleng. "i've got business to do, Tion."
Tion terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya mengedikkan bahu. "allright. whatever, see you when you still alive cherry." ujar Tion sambil menepuk pelan pipi gadisnya.
"Tion," panggil Alondra, membuat Tion menghentikan langkahnya.
Alondra beranjak turun dari tempat tidurnya, kemudian memeluk Tion.
"please stay alive untill the next time we meet," bisik Alondra.
Laki-laki itu tersenyum, kemudian melangkah pergi keluar dari ruangan, meninggalkan Alondra yang diambil alih oleh dokter Tao.
Alondra mengetahui pekerjaan berbahaya seperti apa yang Tion lakukan. Tidak ada kata aman di kamus hidup Tion, membuatnya selalu siap bila si pencabut nyawa mendatanginya kapanpun, dimanapun dan bersama siapapun.
Tidak butuh lama bagi Alondra untuk dapat kembali berjalan dengan keseimbangan penuh setelah transfusi darah pertamanya. Jadi ia memutuskan untuk berkeliling sebentar, berharap ia menemui kulkas seperti yang ia temukan di penthouse Lui.
Gedung bergaya Yunani dipadu dengan ukiran-ukiran klasik Roma sudah membuatnya amat sangat bersemangat. Alondra berjalan keluar dari ruang tempatnya beristirahat dengan perlahan, menikmati setiap karya indah yang ditorehkan seniman ke tiap inci gedung ini. menuruni anak tangga utama, Alondra sampai ke sebuah ruangan utama yang luas.
Ia melangkah menuju ruangan lain di sebelah kanan yang di dalamnya terdapat banyak buku. Di satu sisi dindingnya terdapat jendela besar dengan tirai merah yang telah dikaitkan ke kanan dan kiri, menampakkan pemandangan danau yang ada di sebelah kiri mansion.
Tidak banyak yang berubah semenjak terakhir kali ia menginjakkan kaki di tempat ini.
Kemudian ia beralih ke sebuah meja kecil di kanannya. Di atas meja itu terdapat lima frame foto sebuah keluarga, dua di antaranya masih berwarna hitam putih. Alondra berjalan mendekat, meneliti foto yang kemungkinan besar adalah foto keluarga Tion.
Foto pertama yaitu seorang wanita dan seorang laki-laki yang berwarna hitam putih terletak di bagian belakang. Dari tekstur dan warnanya yang sedikit pudar, itu sudah pasti foto dari kakek dan nenek Tion.
Foto kedua masih berwarna hitam putih, namun dengan ketajaman gambar yang bagus, dapat diketahui dengan mudah bahwa dua orang yang tersenyum dalam foto itu adalah orang tua Tion.
Foto ketiga, foto berwarna seorang anak perempuan. Umurnaya kemungkinan antara 3-5 tahun. Rambutnya coklat dengan mata biru.
Foto keempat, juga foto berwarna seorang anak laki-laki berambut coklat. Matanya yang besar menunjukkan warna bola mata yang berbeda, bola mata yang sama seperti yang Tion miliki.
Foto ke yang terakhir, yang diletakkan paling depan, adalah foto seorang bayi laki-laki. Berbeda dengan foto dua anak sebelumnya, rambut bayi ini pirang dan matanya coklat.
Ini adalah pohon foto keluarga Tion. Urutan foto berdasarkan yang paling tua. Alondra merasa ada yang aneh namun ia belum bisa memahami hal itu. Di satu meja ini, banyak informasi yang ia dapatkan.
Ia melangkah mundur untuk melihat sebuah lukisan yang sangat ia kenali tergantung di dinding di atas meja tempat foto-foto itu berada. Lukisan terkernal The Card Players, karya Paul Cezanne, yang dibuat pada awal tahuun1890-an. Ada lima lukisan yang di buat oleh Cezanne dalam seri The Card Players dan salah satunya terjual ke Royal Family di Qatar dengan perkiraan harga sekitar 250 - 200 juta US$, membuat lukisan ini menjadi salah satu lukisan termahal yang pernah dijual.
Dan sekarang Alondra berdiri di depan salah satu lukisan itu.
Alondra adalah seorang penggemar lukisan, maka dari itu tak sekalipun Alondra berkedip saat menikmati lukisan di depannya. Ada suatu kepuasan dalam dirinya saat melihat struktur goresan kuas yang ada di atas kanvas. Goresan yang menghasilkan karya-karya yang spektakuler. Namun konsentrasinya buyar saat ia mendengar suara langkah kaki pelan yang berhenti tak jauh di belakangnya.
Saat Alondra menoleh ke belakang, di dapatinya seorang wanita tua dengan wajah yang sama persis dengan wajah wanita di foto pertama di atas meja putih tadi, minus kerutan di wajahnya tentu saja.
Wanita itu... Tion's grandmother.
Tenang, hobi berkebun, berumur di atas 60 tahun, memiliki beberapa anjing, mengenakan baju dengan brand terkenal, masih mengenakan cincin pernikahan menunjukkan bahwa hubungan pernikahannya harmonis, lengan baju yang di gulung naik ke atas menunjukkan bahwa wanita ini suka mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan noda. Hal ini yang di dapat Alondra beberapa detik setelah memandang wanita itu.
Sementara Alondra memiringkan kepalanya, wanita tua itu tersenyum sambil melangkah mendekati Alondra.
"we need to talk."
▽△▽△▽
"jadi kau adalah wanita yang sedang dekat dengan cucuku.." wanita tua itu memandangi Alondra lekat-lekat dengan senyum lembut di wajahnya, membuat Alondra tidak tahu harus berkata apa.
"kuharap ia tidak melakukan hal-hal buruk padamu," ujarnya lagi, kali ini ia berjalan meraih dua cangkir hitam besar dan membuat susu coklat hangat untuk mereka berdua.
Yeah selain satu tamparan yang ia dapat saat disekap oleh Lui, Tion belum melakukan hal-hal buruk padanya.
Nenek Tion tidak tampak canggung berinteraksi bersama seseorang yang baru pertama kali ia temui, berbeda jauh dengan Alondra.
"senang bertemu denganmu, Maelynn." Ucap Alondra sambil tersenyum, menyadari perbedaan jauh antara nenek Tion dan Tion.
Setelah pertemuan mereka di perpustakaan mansion Tion, Maelynn mengajaknya ke bagian belakang mansion yang merupakan taman berisi banyak bunga dan tumbuhan yang belum pernah Alondra lihat.
Tanaman itu begitu indah, membawa Alondra ke dalam alunan keindahan yang seakan tak nyata. Hangatnya cahaya matahari yang mengintip dari balik dedaunan pohon jauh di timur mansion menyentuh kulitnya, angin lembut yang datang dari arah selatan menggelitiknya, seakan mengucapkan sapaan tanpa kata. Gazebo besar berdiri di ujung barat dilengkapi bar kecil yang sekarang telah dikuasai margaery dan tangannya yang terampil dalam membuat minuman yang enak.
Pemandangan di taman ini tentu berbeda jauh jika dibandingkan dengan ruangan kurungan yang ada di bawah tanah milik Tion.
"aku ingin tahu bagaimana perasaanmu terhadapnya," ujar Maelynn setelah ia meletakkan secangkir susu coklat di hadapan Alondra
"tumbuh besar sebagai emotionless membuatku tidak begitu mengerti hal-hal mengenai emosi dan perasaan." Ujar Alondra. Kini mata Alondra terpaku ke segelas susu di hadapannya, yang terlihat sangat enak.
Maelynn menatap Alondra lama, kemudian mengangguk. "ah... begitu."
"minumlah, itu terbuat dari susu kedelai. Vegan." Perkataan Maelynn membuat Alondra tak lagi ragu untuk meminum minuman di hadapannya.
Vegan adalah istilah bagi orang-orang yang tidak lagi mengkonsumsi daging, susu, telur dan menggunakan baju, sabun atau produk kecantikan yang berkaitan dengan hewan. Alondra telah satu tahun menjadi vegan dan ia tidak menyangka bahwa nenek di depannya juga seorang vegan.
"let's just being open up shall we? ia adalah cucu terakhirku."
Hal itu membuat Alondra terbatuk. Ada yang salah.
Maelynn menyodorkan tisu pada Alondra. "Ia kira aku lah yang membutuhkan perlindungan, padahal ia yang paling membutuhkannya."
"Alondra, aku ingin kau selalu bersamanya, kau seakan penawar dari sisi buruknya. Ia lebih manusiawi setelah bersamamu," mata hijau Maelynn bergerak memandang langit pagi. "he is a lost boy. Ia memiliki masa lalu yang tidak terlalu indah untuk dikenang. Masa lalunya itulah yang membuat dirinya tumbuh menjadi pria seperti yang kau lihat sekarang ini."
Teka-teki.
"apa kau tahu sejak kecil ia ingin menjadi seorang pilot?" tanya Maelynn dengan senyum lebar di wajahnya.
Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam, Maelynn berhasil memberikannya lebih banyak lagi informasi, lebih banyak lagi teka-teki, lebih banyak juga asumsi yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ia tidak pernah suka jika pertanyaan-pertanyaan di kepalanya tidak terjawab karna pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan berhenti untuk mengganggunya.
"aku mendengar beberapa isu dari sekretarisku, Mia, isu yang menyakiti hatiku. Orang-orang melihatnya bagaikan monster. Aku tidak ingin mereka melihat cucuku sebagai monster terlebih jika mereka tidak mengenal cucuku sebaik aku mengenal dirinya." Suara Maelynn bergetar saat mengatakan kalimat terakhir.
Alondra tidak mengantisipasi akan bertemu dengan salah satu keluarga Tion, keluarga dekat Tion. Ia juga tidak bisa memprediksi apa yang Maelynn inginkan darinya. Ia tidak memiliki keluarga sehingga ia tidak mengerti hubungan di antara keluarga. Ia ingin merasakannya namun ia masih harus menemukan keluarganya terlebih dahulu. Satu setengah tahun ia hidup diluar genggaman PHRCS, namun ia tetaplah robot yang tidak bisa merasakan perasaan yang dirasakan manusia pada umumnya, ia tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaan itu.
Maka kali ini, saat dilihatnya air mata jatuh dari mata hijau Maelynn, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menyodorkan kembali sekotak tisu yang sebelumnya Maelynn berikan padanya.
Ia mencoba mengingat kembali apa yang biasanya orang lain lakukan saat orang di dekatnya sedih di televisi. Jadi ia memutuskan untuk menghibur Maelynn.
"aku yakin Tion adalah laki-laki yang kuat, Maelynn. Kau tidak perlu-"
Ucapan Alondra terhenti tatkala tangan Maelynn menggenggam erat tangannya.
"Alondra... dia terluka, ia menyembunyikan luka itu dengan baik bertahun-tahun lamanya. Apa yang membuatmu berpikir ia tidak menyembunyikan luka itu di hadapanmu? Perhatikan ia saat ia mengira tidak ada yang memperhatikannya, dan kau akan tahu, seberapa besar luka yang masih menyiksanya hingga saat ini."
~
haiii guyssss, semoga pada sehat yaaa. Fal lagi dilema karna part selanjutnya itu adalah part POV versi Alondra. POV Alondra cuma bakal ada di chapter pertama dan kelipatan 5, itu rencana awalnya. Tapi Fal ngerasa lebih nyaman nulis pake POV nya Alondra untuk chapter 10 sampai tamat, tapi di satu sisi fal juga ngerasa lebih tertantang untuk nulis dari sudut pandang orang ketiga. AAAAAA :') by the way kalau ada kritik saran jangan sungkan-sungkan nyampaiin yaa ^^ kalau kalian suka klik vote dan share. kalau ga suka ya semoga baca sampe abis nanti bisa suka HOHOHOHOH #modus :D me luvvv youu guyss.
- Fal
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top