Empat

How can you deal with it,

Do you just avoid the guilt,

Something you gotta I know,

If you can deal with me,

Shut your mouth, sip on that Tea!

(TEA – Lady Gaga)

▽△▽△▽

January, 8th. 9:55 pm.

Hujan kecil menghampiri Vancouver malam ini. Untungnya bagi Alondra, pihak PHRCS menyediakan mobil untuk menjemputnya sehingga ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar taksi. Mobil hitam dengan kaca gelap ini membawanya ke sebuah parkiran gedung tua, dimana dua orang pria yang mengenakan kacamata hitam menunggunya di depan sebuah lift. Alondra kagum karna di situasi segelap ini, kedua pria itu dapat berjalan tanpa tersandung sesuatu walaupun menggunakan kacamata hitam.

Mobil hitam yang membawanya melaju pergi bersamaan dengan tertutupnya pintu lift yang membawanya turun ke bawah. Ia tidak tahu pasti di lantai berapa ia berada karna di dalam lift tidak ada tombol nomor lantai dan layar yang menunjukkan posisi lift, hanya ada satu kamera kecil yang berada di sudut kanan belakang lift membuat Alondra mencoba menerka siapa kira-kira yang mengawasi layar dibalik cctv itu. Setelah beberapa menit berada di dalam lift, akhirnya pintu lift terbuka, menampakkan lorong berbentuk huruf T.

Salah seorang pria berkacamata hitam berjalan duluan di depan Alondra, dan yang satunya lagi berjalan di belakangnya. Sepanjang perjalanan kedua pria itu berkomunikasi dengan seseorang melalui speaker mereka yang ada di jam tangan.

Mereka bertiga terus berjalan, dan berhenti di depan sebuah patung burung garuda besar yang terbuat dari kayu. Ukiran kayunya sangat detail dan jelas dikerjalkan dengan penuh dedikasi yang tinggi, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan berlama-lama menyempatkan diri untuk menikmati keindahan patung itu. Tiba-tiba lantai di bawahnya bergerak turun ke bawah, dalam beberapa detik ia telah berhadapan dengan orang-orang PHRCS yang beberapa tampak tak asing di matanya.

Seorang wanita berkacamata berjalan ke arahnya dengan senyum lebar di wajah.

"this is Alondra Tarion, agen berbakat dengan kode 143," wanita itu beralih ke Alondra,"halo Alondra, kau bisa memanggilku Raven."

Tentu, Alondra tahu siapa nama wanita itu bahkan jauh sebelum wanita itu memberitahu namanya.

Alondra teringat akan sesuatu, seluruh trainee yang ada di PHRCS jika sudah lulus seleksi maka mereka akan diberikan kode agen. Jika dirinya ada di urutan 143 berarti belum banyak trainee yang berhasil melewati seleksi bertahap untuk menjadi agen PHRCS.

Raven memperkenalkan Alondra kepada orang-orang yang ada di ruangan rapat, yang hampir seluruhnya mungkin sudah berumur lebih dari 30 tahun. Alondra mengenali mereka semua, salah satunya menteri pertahanan Amerika yang baru saja di lantik beberapa pekan lalu. Alondra sempat berpikir jika rapat ini sampai dihadiri menteri pertahanan Amerika pasti misi ini misi yang amat sangat penting.

Raven menggiring Alondra ke kursi kosong yang ada di ujung meja oval, "silahkan duduk."

"dimana agen Hazley?" tanya Alondra saat menyadari temannya itu tidak ada dalam ruangan rapat ini.

"dia sedang pergi ke kamar kecil." Jawab Raven sambil tersenyum. Selama diperjalanan menuju tempat ini Alondra berpikir apa yang membuat dirinya dipilih menjadi salah satu agen yang mengerjakan misi sepenting ini. Bukannya ia meragukan kemampuannya, namun banyak agen yang lebih senior dan lebih berpengalaman ketimbang dirinya.

Sempat terpikir oleh Alondra bahwa agen Hazley mengajukan namanya sebagai agen yang mengerjakan misi ini agar bisa membantunya mencari keluarganya sebagai bagian dari kesepakatan. Ia yakin pusat penelitian sebesar PHRCS pasti memiliki ikatan pertemanan yang kuat dengan kepolisian-kepolisian besar di seluruh dunia sehingga hal yang mudah bagi pihak PHRCS untuk hanya sekedar mencari informasi mengenai kedua orangtua Alondra.

Beberapa menit kemudian agen Hazley masuk melalui pintu kecil di sudut ruangan.

"aku kira kau tidak ikut dalam rapat ini." bisik Alondra saat agen Hazley duduk di sebelahnya, yang dibalas Agen Hazley dengan mengedipkan sebelah matanya ke Alondra.

Suasana di dalam ruangan yang dingin ini berubah menjadi hening saat Raven berdehem. Kini di tangannya sudah terdapat tiga map berbeda.

"sepeti yang sebelumnya agen Hazley beritahukan padamu, PHRCS akan memberikanmu imbalan saat misi yang dilaksanakan berhasil,"

"what kind of mission is it?" tanya Alondra pada akhirnya.

"its called, Barcode Mission," jawab Raven.

"kami tidak akan memaksamu untuk selalu sukses dalam tiga misi yang akan kami berikan, namun kami sangat ingin ketiga misi itu sukses tanpa harus mengorbankan agen lain yang tidak ada urusannya dengan misi tingkat tinggi ini. Agen Hazley percaya bahwa kau adalah orang yang tepat, dan ia yakin kau tidak akan mengecewakan kami," ujar salah satu pria berambut nyaris seluruhnya putih. Layar di belakang Raven berganti menunjukkan sebuah foto barkode berbentung persegi panjang tipis berwarna hijau dengan kode-kode hitam di tengahnya.

Raven kembali menjelaskan, "tugasmu adalah untuk mengembil tiga barkode berbeda yang ada di tiga negara berbeda. Barkode ini nantinya akan berguna bagi PHRCS dan keamanan dunia. Jika ada pertanyaan yang ingin kau tanyakan, kau bisa menanyakannya pada agen Hazley,"

"..."

"barkode pertama ada di salah satu gedung milik salah satu yakuza terbesar di Jepang. Peralatan yang kau butuhkan untuk misi pertama ini sudah ada di dalam kamar di apartemenmu sehingga kau tidak perlu repot-repotn berkemas,"

"..." Alondra tidak heran bagaimana bisa barang-barang itu sudah ada di apartemennya.

"pesawatmu akan berangkat berangkat besok pukul lima pagi, jadi pastikan kau sudah mempersiapkan mentalmu. Tiket pesawat ke jepang akan langsung diberikan oleh agen yang akan mengantarkanmu ke bandara, sesampainya di jepang kau akan dijemput oleh orang kami dan diantar ke hotelmu. Disana akan ada agen yang akan mempersiapkan dan menjelaskan perihal lebih lanjut tentang rencana ini."

Rapat berlanjut sampai setengah jam sebelum tengah malam, membuat Alondra hampir saja kehilangan fokusnya karna mengantuk. Selama rapat berlangsung ia tidak ingin mengajukan pertanyaan karna yang ingin ia lakukan adalah menyelesaikan misi ini kemudian mendapatkan petunjuk mengenai orangtuanya. Raven menjelaskan semuanya secara detail mengenai misi kedua yang berlokasi di Meksiko, dan misi ke tiga yang akan di laksanakan di Indonesia tepatnya di sebuah hutan di suatu daerah bernama Papua.

Alondra berhasil sampai di apartemennya pukul duabelas lewat sedikit. Ia melirik ke jendela di lantai atas untuk memastikan bahwa baik Mrs. dan Mr. Thiago sudah tertidur.

Ia perlahan mengambil kunci di dalam tas ranselnya sembari melirik ke sekelilingnya, tangannya yang diselimuti sarung tangan coklat bergerak membuka pintu itu secara perlahan agar tidak menimbulkan suara. Sejauh ini ia berhasil masuk dan menutup pintu kembali. Ia mulai menaiki anak tangga yang langsung terlihat setelah memasuki pintu utama.

"Alondra is that you?" Mrs. Thiago yang mendadak muncul di sebelah Alondra mengejutkannya.

Alondra menatap Mrs. Thiago diantara kegelapan ruangan, "kenapa kau belum tidur Mrs. Thiago?"

"aku terbangun mendengar suada deruman mobil dan pintu yang terbuka dan tertutup. Dari mana saja kau?" tangan kurus Mrs. Thiago menutup mulutnya saat ia menguap.

"baru saja dari meeting dengan client,"

Mrs. Thiago mengangkat alisnya, "meeting hingga tengah malam?"

"yeah, client ku yang satu ini...uuhh.. agak sedikit berbeda,"

Mrs. Thiago terdiam selama beberapa saat, hingga akhirnya ia berkata, "ohh baiklah. mau secangkir teh?"

Alondra baru saja hendak menolak saat pikirannya melayang pada kemungkinan bahwa malam ini adalah malah terakhirnya melihat Mrs. Thiago dan berbincang bersamanya. Ia kemudian mengangguk dan kembali menuruni dua anak tangga yang baru dinaikinya.

Mrs. Thiago melangkah menuju dapur diikuti dengan Alondra di belakangnya.

Suara rintik hujan mulai menemani obrolan ringan antara mereka berdua. Entah apapun itu, mulai dari tukang koran yang sering terlambat mengantarkan koran, atau harga makanan yang naik sekian dollar hingga konspirasi mengenai alien. Semua itu bisa berlangsung berjam-jam dan keduanya tidak akan merasa bosan. Mrs. Thiago tidak akan pernah membahas masalah pekerjaan Alondra atau kasus-kasus yang ditanganinya, satu-satunya hal yang menurutnya Alondra butuhkan saat pulang ke apartemennya adalah suasana kekeluargaan dan ia berencana akan memberikan itu pada Alondra.

▽△▽△▽

Ketukan pintu yang semakin lama semakin kencang membuat Logan tertarik dari dunia mimpi kembali ke dunia nyata, suara itu terus terngiang di telinganya sehingga ia memaksakan dirinya untuk bangun dan berjalan ke arah pintu kamarnya, melihat siapa yang berani membuatnya terbangun pukul tiga pagi.

"what do you wa-" ucapan Logan tertahan saat tatapannya beralih ke arah tas jinjing yang dibawa Alondra di tangan kirinya, "tolong katakan padaku isi tas itu bukan Leton,"

"isinya bukan Leton, calm your self down. Aku memiliki urusan penting, jadi tolong jaga Mr. dan Mrs. Thiago selama aku tidak ada disini, okay?" jelas Alondra, ia tidak memiliki banyak waktu karna pesawatnya akan berangkat pukul lima pagi ini dan ia harus sudah tiba di bandara pukul empat.

"where? Berapa lama kau akan pergi?" Logan bersandar pada pinggiran pintu, mempelajari raut wajah Alondra yang meneriakkan dengan jelas bahwa gadis itu sama sekali tidak tidur semalaman ini, "do you even sleep?"

"ada urusan penting, just for 3 days dan tidak, aku tidak tidur tadi malam. Jika dalam tiga hari aku tidak kembali atau menghubungi salah satu dari kalian, tolong buat pemakamanku tepat di sebelah pemakaman Leton." ujar Alondra sambil melangkah menuju pintu apartemen.

"tidak bisakah kau memberikan penjelasan yang lebih spesifik?" tanya Logan. Alondra tau ia pasti memiliki banyak pertanyaan namun Alondra tidak punya waktu untuk menjelaskan lebih lanjut dan ia juga tidak berniat memberitahu mengenai misi inipada Logan.

"good bye Logan," langkah kakinya terhenti di depan akuarium tempat Turty tinggal, "and Turty!! I'll see you guys in three days."

Logan tertegun, matanya masih memandang arah dimana Alondra menghilang dibalik lorong yang membawanya keluar dari apartemen mereka. Pikirannya melayang, apa yang membuat Alondra pergi pukul tiga pagi? Siapa laki-laki kemarin? Apa hubungan Alondra dan laki-laki itu? Pembicaraan apa yang membuat Alondra membatalkan begitu saja rencana makan mereka? Dan yang terpenting kemana ia akan pergi dan urusan apa yang dia maksud barusan..

Sementara itu Alondra berhasil keluar menuju mobil jemputannya kurang dari tiga menit.

"hello," Alondra menyapa pria yang menjadi supirnya kali ini. pria berbadan besar berpotongan rambut cepak dengan sebuah tato di bawah telinganya.

"miss, tempat dudukmu di belakang." ujar pria tersebut, membuat Alondra yang sebelumnya sibuk memasang sarung tangan coklat miliknya menoleh ke arah pria itu dan menyunggingkan cengiran.

"aku lebih suka disini. Anyway, namaku Alondra, dan kau...?" Alondra mengulurkan tangannya yang kemudian dijabat oleh pria itu.

"Bruce, Bruce Novick."

"nice to meet you, Bruce." Alondra mengulurkan tangannya dan mereka saling bersalaman. Bruce mulai mengendarai mobil itu keluar dari kompleks apartemen Alondra, memasuki jalan besar kota Vancouver yang lebih sepi ketimbang siang hari.

"jadi sudah berapa lama kau bekerja pada PHRCS?" Alondra memecah keheningan di antara mereka berdua.

"sekitar dua tahun,"

"apakah mereka memberimu gaji yang bagus?" tanya Alondra, membuat Bruce menoleh ke arahnya melihat apakah ia bercanda atau tidak, "well mengingat bagaimana mereka bisa membeli Range Rover sebagai mobil antar jemput agen, kau sepantasnya mendapatkan gaji yang sangat bagus." Lanjut Alondra.

"mereka memberikanku gaji yang bagus." ujar bruce pada akhirnya. Tanpa menolehpun Alondra tau Bruce mengucapkannya sambil tersenyum.

Ia beberapa kali mendengar percakapan antara atasannya mengenai gadis emotionless bernama Alondra. Beberapa temannya juga pernah membicarakan gadis itu, bukan karna gadis itu cantik, atau menarik seperti yang biasa dilihat oleh orang lain pertamakali, tapi karna gadis itu menolak bekerjasama dengan PHRCS dan memilih untuk merobek kertas janji kontrak antara gadis itu dan PHRCS menjadi potongan-potongan kecil yang tidak mungkin bisa disatukan kembali. Selama belasan tahun berdiri, idak pernah ada agen yang berani melakukan hal itu sebelumnya terhadap PHRCS.

Jadi ini adalah suatu tugas besar bagi Bruce untuk mengantarkan Alondra sampai ke tempat tujuan dengan selamat karna bagi orang-orang di PHRCS, Alondra bukanlah agen biasa.

"jika mereka tidak memberimu gaji yang bagus kau bia menjual mobil ini, aku bisa membantumu menjualkannya dan membantumu kabur ke Russia dengan uang itu," ujar Alondra setengah berbisik yang membuat Bruce tertawa terbahak-bahak.

"jadi apa kisahmu?" tanya Alondra setelah mereka berdua selesai berimajinasi tentang pergi ke Russia.

"pardon me?"

"setiap orang pasti memiliki kisahnya masing-masing, aku akan dengan senang hati mendengarkan kisahmu dan menceritakan kisahku disela-selanya." Alondra mengusap wajahnya, mencoba agar tidak mengantuk karna dirinya sama sekali tidak tidur sejak pulang dari rapat bersama Raven. Seumur hidupnya mungkin ini kali keduanya memutuskan untuk merelakan jam tidurnya yang berharga.

"baiklah.. Aku lahir di Chile, kemudian besar di Canada. Aku memulai karirku dengan mejadi tentara, beberapa tahunmmenjadi tentara aku menyadari bahwa itu bukanlah hal yang aku mau, jadi aku langsung melamar menjadi salah satu guards di PHRCS dan bekerja disini sejak saat itu."

"aku melihat cincin di jarimu," ujar Alondra. Bruce melirik ke arah jari cincin di jari manisnya sekilas dan tersenyum saat kilasan pernikahan antara ia dan istrinya berlangsung belasan tahun yang lalu.

"yeah, aku dan istriku menikah sekitar 15 tahun yang lalu, sangat beruntung bisa bertemu perempuan sepertinya. Kemudian dianugrahi oleh dua putra dan satu putri yang menjadi hadiah terindah dari Tuhan."

"aww, berapa umur mereka?" tanya Alondra antusias. Keluarga adalah topik pembicaran yang selalu ingin Alondra bicarakan dengan orang lain, kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Sebersit rasa hangat muncul di hatinya tiap ia mendengar kisah kekeluargaan orang lain, bagaikan matahari yang muncul dari sela-sela awan hitam yang siap menurunkan hujan.

Bruce merogoh saku jas nya dan mengeluarkan sebuah foto berukuran 2R, tangannya bergerak mengulurkan foto itu ke arah Alondra agar gadis itu bisa melihat foto itu dengan lebih jelas, "putriku yang tertua, Daniella, berumur 14 tahun, kemudian adiknya Shawn berumur 10 tahun dan yang termuda Ca meron berumur 6 tahun."

Alondra bisa melihat ada tiga orang anak kecil yang sedang duduk di atas sebuah sofa besar. Di kepala mereka terdapat topi kerucut yang biasanya digunakan saat ulang tahun, dan di pipi mereka terdapat krim putih menandakan saat foto itu diambil mereka pasti sedang perang krim. ketiga anak kecil tersebut sedang tertawa lepas, mengekspresikan kebahagiaan mereka dan diam-diam membuat hati Alondra berdesir.

"they have such a lovely name. Aku yakin mereka tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas."

"thank you," Bruce memasukkan kembali foto itu ke sakunya, "sekarang giliranmu."

"well, namaku adalah Alondra, umurku 19 tahun." Alondra mulai dari bagian yang paling umum.

"dari mana kau berasal?"

Alondra menyapukan pandangannya ke jemarinya kemudian kembali ke jalanan di depannya, "aku.. tidak tahu. Aku tidak tahu dimana aku lahir, atau siapa ibuku, siapa ayahku, i don't know at all."

"you better not joking about this," ujar Bruce. Ia tidak menyangka Alondra akan mengatakan hal itu.

"i'm not."

"apa kau sudah mencoba mencari keberadaan mereka?"

"no matter what i did, no matter how hard i work for it, i still couldn't find them." Sedikit perasaan kecewa terdengar di nada suaranya, membuat Bruce menoleh ke arahnya sekilas untuk memastikan ia baik-baik saja.

"that must be sucks. kenapa tidak melanjutkan hidupmu saja?"

"aku juga tidak tahu. Terkadang sebagian diriku ingin berhenti berusaha dan sebagian lagi ingin terus mencari. Selama berapa di PHRCS kurasa satu-satunya tujuanku yang harus aku capai adalah menemukan kedua orangtuaku. Aku sangat ingin mengetahui dua orang yang membawaku hidup ke dunia dan mereka juga pasti tau apa yang terjadi ada diriku hingga aku berakhir di PHRCS."

"listen here young lady, aku yakin kau pasti bisa menemukan mereka. Jangan pernah sekalipun berpikir untuk menyerah, got it?"

"got it,"

Dalam sepuluh menit, mobil hitam ini memasuki area bandara yang ramai.

"agent 143 arrived at the airport safely and right on time, to be deliver to agent 4," Bruce berbicara pada microphone di jam tangannya. Jam tangan yang sama seperti yang digunakan dua penjaga yang kemarin menjemputnya. Tak lama kemudian terdengar suara pelan dari handsfree yang ada di telinga kanan Bruce,

"copy that, you may proceed."

"ini tiketmu, langsung saja menuju tempat check in, disana sudah ada agen 4. I wish you the best of luck, Al." Bruce menyerahkan satu tiket pesawat tipe economy class yang langsung menuju Jepang.

"thanks Bruce, kita bertemu tiga hari dari sekarang," Alondra mengantongi tiket itu dan berjalan menuju tempat check in.

Dipandangi sekelilingnya, dan dicobanya untuk tidak terganggu dengan ramainya orang yang berlalu lalang. Ia tidak pernah bisa berada di keramaian publik seperti ini.

Tiba-tiba sebuah tangan bertengger di bahunya, membuat dirinya menoleh ke belakang.

"agen 143, aku adalah agen 4, we're ready to check in now."

Mata Alondra melebar melihat siapa orang tersebut.

"what the hell..?"

▽△▽△▽

HAAIII GUYSSS, maaf buat keterlambatan updatenyaaa. Ini bagian Empat semoga kalian suka yaaa ^^Mungkin awal cerita ini kaya masih abu-abu gitu ya, terus boring juga, TAPIIII please keep readingg ^^ i promise it'll get better each chapter. Anyway cerita ini bakal Fal hold selama mungkin sebulan itu udah maksimal banget. Semoga pada sehat semua ya readers ^^ jangan lupa vote dan tulis komentar kalau ada kritik dan saran. Me love you !! xx

- Fal

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top