Dua puluh lima


Come break me down,

Bury me, bury me

I am finished with you..

Look in my eyes,

You're killing me, killing me,

All I wanted was, you..

(THE KILL – 30 Seconds To Mars)

▽△▽△▽

Hujan deras sedang melanda ibukota Chile saat pesawat yang Alondra tumpangi mendarat. Beberapa kali petir menyambar membuat beberapa orang yang ada di dalam pesawat terkejut dan menutup mata mereka.

Tapi Alondra tidak.

Petir baginya adalah sesuatu yang indah. Kilatan itu begitu terang dan menarik. Alur petir yang merambat kebawah mengingatkannya akan sebuah akar pohon yang bergerak semakin dalam untuk mencari sumber air sebagai salah satu komponen utama penunjuang pertumbuhan pohon tersebut. Petir akan menjadi kekuatan yang dipilih Alondra jika ia terlahir menjadi dewi atau semacamnya.

Alondra tiba di arrival gate tepat pada pukul delapan pagi setelah beberapa jam penerbangan yang melelahkan. Apalagi dengan seorang bapak-bapak yang tidurnya mendengkur di sebelahnya, membuat gadis itu berjanji pada dirinya sendiri akan membeli jet pribadi suatu hari nanti.

"hey Alondra, apa kau tidak lapar?"

Oh ya.

Logan juga ikut dalam perjalanan ini.

Jujur saja, Alondra masih tidak habis pikir kenapa Logan sangat memaksa ikut dalam perjalanannya kali ini. Menurut logan, Alondra akan lebih aman dan terhindar dari luka-luka jika ia ikut. "tidak. Kau bisa mencari sesuatu untuk dimakan sendiri."

"tapi Alondra-"

"jangan manja."

"aku tidak bisa hidup tanpamu."

Alondra mendengus sambil berjalan melewati logan yang tidak berhasil membujuk Alondra kali ini dengan puppy face nya. Satu setengah jam kemudian, mereka sudah berdiri di depan Gedung yang terletak sesuai dengan titik kordinat itu. Bonus logan yang sedang mengunyah sandwich yang ia beli di Subway terdekat.

"kau sudah menemui pengacara keluargamu bukan?" Alondra tetap tidak mengalihkan pandangannya dari gerbang yang menjadi penghalang mereka untuk dapat masuk ke area Gedung tersebut. Tidak ada aktivitas apapun yang terlihat dari luar.

Walaupun bentuk gedungnya terlihat seperti pabrik pada umumnya, Alondra tahu bahwa system keamanan Gedung ini hampir menyamai system keamanan yang ada di penjara bagian amerika serikat. Keamanan yang diperketat menggunakan sensor dan pengawasan yang tidak hanya dilakukan melalui kamera yang terpasang di sudut-sudut strategis melainkan dari sensor gerak yang tertanam di bawah kaki mereka sekarang.

"belum," Logan meremas bungkusan sandwich yang telah kosong di tangannya, kemudian mencari tempat sampah terdekat. "tapi aku sudah menghubunginya."

"sudah membuat wasiat?"

"beres."

"sudah menyiapkan kata-kata terakhir?"

"sudah, bahkan kulengkapi dengan video diriku."

"bagus. Karna si Tion ini sedikit pecemburu."

"apakah ukuran sedikit ini bisa sampai membuatku terbunuh?"

Cengiran muncul di wajah Alondra. "tergantung suasana hatinya."

Pintu gerbang terbuka secara otomatis diikuti munculnya seorang laki-laki berpakaian seperti teknisi. Tingginya mugkin tidak jauh berbeda dengan Alondra namun badannya yang kekar mengingatkan Alondra agar tidak membuat laki-laki ini kesal.

"Hola," laki-laki bertubuh besar itu menyalami Alondra. "aku Pedro,"

"helo Pedro, nice to meet you. I'm Alondra and this is my friend Logan." Alondra kembali memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya.

Ada sedikit guratan keterkejutan di wajah Pedro ketika melihat Alondra datang tidak sendiri. Namun ia kelihatannya tidak keberatan dengan kehadiran Logan

"nice to meet you two." ujar Pedro dengan aksen Chile yang kental.

Mereka berjalan masuk ke dalam gedung yang tebakan Logan adalah bekas pabrik. Anehnya walaupun dari luar gedung ini terlihat amat sangat mengenaskan dan gelap, bagian dalamnya terlihat bagus. Mereka terus berjalan melewati banyak tabung-tabung gas, pipa-pipa besar dan mesin-mesin pabrik.

Alondra bisa merasakan sesuatu yang tidak wajar hanya dalam waktu beberapa detik setelah memasuki gedung ini. Hal itu membuatnya ingin berbalik melangkah keluar dan pulang sesegera mungkin, apalagi dengan Logan disisinya. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

"Pedro apa kau sudah makan?" tanya Alondra memecah keheningan.

Pedro tidak menjawab pertanyaan Alondra, membuatnya dan Logan saling bertukar pandang.

"aku yakin tadinya ia tidak tuli," bisik Alondra pada Logan.

"mungkin kau perlu menanyakannya sekali lagi."

Alondra memilih untuk diam.

Ketiganya berjalan semakin jauh ke dalam. Logan tidak pernah tau apa yang akan dihadapinya Bersama Alondra dan itu sebenarnya mengganggu pikirannya. Yang jelas kali ini ia telah menempatkan dirinya sendiri pada posisi yang tidak aman. Alondra sendiri tidak tahu menahu apa yang akan ia hadapi kali ini dan apa sebenarnya yang direncanakan Tion.

Pedro membawa mereka berjalan memasuki sebuah pintu besi lingkaran yang terlihat berat. Didalam rupanya ruangan tidak terlalu terang. Hawa lembab menerpa mereka. Lantai yang mereka pijak masih lantai semen yang sama seperti lorong yang mereka lalui.

"silahkan masuk." Pedro mundur, mempersilahkan Alondra untuk melangkah mendahuluinya. "ladies first."

Logan memutar bola matanya.

Alih-alih menemukan Tion di dalam ruangan yang luas itu, Alondra melihat seseorang yang tak ia sangka akan ia temui.

"Maelynn," Duduk di tengah ruangan, Maelynn mengenakan setelan berwarna biru laut duduk di atas sebuah kursi, ditemani oleh seorang laki-laki yang Alondra yakini sebagai salah satu guard yang menjaga Maelynn. "kau ingin bertemu denganku?"

"hello my dear," Senyum Maelynn tak pernah luntur dari wajah yang perlahan termakan usia. Seakan senyum itu memang selalu terpasang bagaimanapun kondisinya. Lengannya terulur, menyentuh lengan Alondra. "bagaimana kabarmu?"

Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Maelynn, itu terlihat di wajahnya. dan jujur saja itu membuat Alondra merasa sedikit tidak nyaman. Ketidaknyamanan Alondra disadari oleh logan yang tidak ingin berada jauh dari gadis itu.

"kulihat kau melalui bulan inci tidak dengan bersantai-santai." Mata Maelynn turun, menelusuri bekas luka yang masih terlihat dan lingkaran hitam di bawah mata Alondra yang sebenarnya sudah lebih baik dibanding beberapa hari lalu.

"ada apa, Maelynn?"

Jeda lama diantara mereka berlima diisi oleh keheningan yang anehnya memekakkan.

"kau sungguh sempurna untuk cucuku." Ucap Maelynn, tanpa melunturkan senyum diwajahnya. "sayangnya kau berada di pihak yang berlawanan."

Alondra memicingkan matanya. "apa maksudmu?"

Pintu lain di ujung ruangan terbuka dengan suara yang menggema. Pemilik mata yang Alondra rindukan melangkah masuk dengan keangkuhan yang merambat ke seisi ruangan. Logan mundur selangkah. Terintimidasi dengan aura yang dimiliki Tion.

"maaf aku terlambat, nenek," tanpa menoleh dari handphone yang dibawanya, tion berhenti di sebelah Maelynn. "hey Al."

"tidak apa," Maelynn melemparkan senyumnya pada Tion kemudian berbalik berdiri menghadap Alondra yang masih belum nememukan apa tujuan dari pertemuan ini ditambah datangnya Tion yang tak ia sangka sebelumnya. "nah karena semua sudah berkumpul disini maka aku akan meninggalkan kalian untuk menyelesaikan masalah apapun yang ada di antara kalian berdua."

Salah satu alis Alondra terangkat ke atas. "masa...lah?"

Suaranya melambat ketika melihat siapa yang masuk ke dalam ruangan dan berhenti di belakang Tion. Bibirnya kembali mengatup sementara tatapan matanya telah mengunci sosok itu. Ada senyum misterius yang terpasang di wajah wanita yang langsung saja bergelayut pada lengan Tion sementara tatapannya seakan membakar Alondra dalam dendam yang tak terbalaskan.

"ah, aku lupa memperkenalkan padamu seseorang yang mungkin bukan pertama kali kau lihat," suara Maelynn menyeruak dalam badai yang perlahan terbentuk di kepala Alondra.

"Yuan,"

Nama itu terucap tanpa disadari oleh Alondra.

"dia adalah salahsatu orang yang kusayangi dalam organisasi kami, dan sepertinya ini bukan kali pertama kalian bertemu melihat reaksi dari yang kau berikan, Alondra." Alondra tetap diam. Sementara Maelynn mendekat dan menyentuh pipinya. "its nice to see you again, sweetheart. I hope we can meet another time."

Logan yang menyadari diamnya Alondra berusaha untuk menyadarkan gadis itu bahwa waktu berjalan dan mungkin saja kali ini mereka berdua dalam bahaya.

"Alondra, wake up." Ujar logan pelan. Namun tetap saja dapat didengar oleh tion dan yuan. Tion tetap tidak terlihat akan memulai percakapan. Sementara yuan masih menatap Alondra dengan cemooh yang terlihat jelas.

Tangan logan menyentuh pergelangan tangan Alondra. Hal itu membuat tatapan tion akhirnya beralih, dan dengan suara beratnya ia berujar pelan. "don't. touch. her."

Logan dibuat terpaku, sementara Alondra masih diam sampai ia mendengar suara aneh di belakangnya.

Saat gadis itu menoleh ia dikejutkan oleh tiga orang anak buah Tion termasuk Paulo berdiri di belakangnya, menghalangi pandangannya ke tempat dimana Logan berdiri. Dengan tiba-tiba, ketiga anak buah Tion meraih tangan dan kakinya, membawanya mundur ke belakang, dan memborgol kedua tangan serta kakinya ke pipa-pipa besi yang menghias dinding di belakangnya.

Ia bingung, kebingungan itu melumpuhkan pikirannya, membuatnya tak dapat berbuat apapun selain menatap Tion yang berdiri tenang tak jauh darinya.

Alondra menyapukan pandangannya ke sekeliling, mencari Logan yang ternyata berada tak jauh darinya. anak buah Tion telah mengurung Logan ke sebuah ruangan kedap suara dengan pintu besi yang kokoh sebagai pemisah mereka. Alondra mengeraskan rahangnya, tak membiarkan dirinya diselubungi oleh kepanikan yang mulai muncul.

"let me go!"

Logan berteriak, memaki, menendang, memukul bahkan mencoba untuk menghempaskan dirinya ke pintu besi itu beberapa kali untuk membuat pintu itu terbuka, tapi pintu itu amat sangat kuat, bahkan bergeser sedikit pun tidak. Rasa takut menghampirinya dan memutuskan untuk tinggal. Ia tidak ingin Tion melakukan hal buruk pada sahabatnya.

Ia tidak bisa mendengar apa yang terjadi di luar sana kecuali ia bisa membuka satu lubang kecil yang berada di tengah pintu.

"what is it about Tion?" tanya Alondra.

Ia tidak akan berusaha untuk melepaskan diri dari jeratan borgol yang mengunci kedua tangan dan kakinya untuk bergerak. Ia tahu usahanya akan sia-sia.

KREK.

Celah berbentuk persegi yang berada di pintu besi itu dibuka oleh Paulo. Logan berlutut, melihat ke arah Alondra melalui celah kotak itu.

Rasa marah menghujam dadanya saat melihat sahabatnya terpaku di dinding. "AL-"

"its okay, Logan. Stay still." potong Alondra.

Tion tergelak pelan melihat kedekatan antara gadisnya dan sahabat gadisnya itu.

Tion melangkah mendekati Alondra, menatapnya, berdiri di hadapannya. Degup jantung Alondra mulai tak terkendali. Ia tidak menyangka semua ini akan terjadi. Ia tidak dapat menebak apa yang akan Tion lakukan padanya, pada Logan, sahabatnya.

"Alondra..."

Begitulah Alondra menyadari ada sesuatu yang salah. Tion memanggilnya dengan nama, bukan dengan batgirl seperti biasanya.

"kau ingat cerita tentang benteng pertahanan yang membuatku dapat bertahan hidup hingga detik ini?" "tentu kau ingat, kau adalah seorang jenius, isn't genius your middle name?"

"Alondra... i'm madly, deeply, dead seriously, in love with you."

Nafas Alondra tercekat.

"i loved you..." bisik Tion, kedua tangannya menangkup wajah Alondra

"what is it about, Tion?" tanya Alondra. ia sudah tak bisa membendung tanda tanya besar itu di kepalanya lebih lama lagi.

"kau menghancurkanku, Alondra. kau menghancurkanku dari dalam, dan itu sebuah langkah yang pintar. Be honest to me..apa mereka memberikan sesuatu yang setimpal untuk pengorbanan yang kau berikan?"

"what are you talking ab-"

"shuushhh. Diam. Aku belum selesai."

Tion tertawa kecil masih sambil menatap mata gadis di depannya. "what game you play, darling?"

Tion berjalan menuju tempat dimana Paulo berada sementara Paulo mengeluarkan sebuah map coklat dari dalam jas nya. setelah meraih map coklat tersebut, Tion kembali berjalan ke depan Alondra. di bukanya amplop itu dengan kemarahan luar biasa. Mata Alondra tak lepas dari tiap gerak-gerik Tion.

Satu persatu, ia memperlihatkan isi dari amplop itu tanpa melepaskan tatapannya pada Alondra.

"i'm willing to break the speed limit of my car for you..." gambar pertama adalah gambar yang diperkirakan diambil dari cctv yang ada di persimpangan jalan di Jepang, disana tampak Alondra sedang menoleh ke belakang dari atas truk sampah yang membawanya pergi dari gedung para yakuza.

"i'm willing to kill people for you..." gambar kedua adalah gambar yang diambil dari atas sebuah gedung yang bersebelahan dengan gedung tempat Alondra pernah di bawa ke rumah sakit untuk mengecek kondisi otaknya, gambar itu memperlihatkan ketika Alondra sedang bertatapan dengan Rama dengan jarak yang dekat.

"i'm willing to risk my people for you, and..." gambar kedua adalah gambar dari cctv yang ada di penthouse Lui. Dimana Rama masuk untuk mengambil barkode yang menjadi target mereka setelah Alondra ketahuan dan dibawa ke ruang penahanan.

"i'm willing to die for you..." gambar terakhir merupakan gambar yang diambil di dalam air dengan kualitas ketajaman tinggi, yang memperlihatkan dengan jelas wajah Alondra bahkan hingga dua warna matanya yang berbeda.

Gambar yang Alondra tahu pasti diambil dimana.

Misi terakhir..

Papua.

Tion melepaskan gambar terakhir dari tangannya, membiarkan selembar gambar itu jatuh ke tanah, kemudian menginjaknya ketika berjalan mendekat ke Alondra yang kini tak mampu mengucapkan sepatah katapun. "sejauh apa kau ingin aku bertindak? aku mempercayaimu, hal yang tak mudah didapatkan orang-orang disekitarku, kau mendapatkannya dengan cuma-cuma."

Tion mencengkram leher Alondra dengan kasar dan tiba-tiba, membuat Alondra semakin terkejut.

"Tion aku tidak tahu semua itu berkaitan denganmu." Ujar Alondra, berusaha agar suaranya tetap dapat terdengar. Tapi bagi tion, suara-suara itu tak lagi dapat mempengaruhi kemarahannya. Apapun yang gadis itu ucapkan tak akan bisa menghentikan tindakannya. Alondra sendiri sadar, ia telah membangunkan monster yang ada di dalam diri Tion, yang telah lama terkunci dan tertidur.

Yuan berjalan mendekat, meletakkan tangannya di pundak Tion kemudian berbisik, cukup keras hingga dapat didengar oleh Alondra. "kill her, Tion."

Jemari Tion terasa dingin.

Begitu besar kekalutan yang melandanya, megganggu pikirannya.

Baru beberapa jam yang lalu maelynn memintanya datang ke rumah pantai milik mereka dan membeberkan fakta-fakta yang didapatkan neneknya atas laporan yang tidak langsung diserahkan padanya oleh anak buah yang ia bayar tidak dengan jumlah uang sedikit.

Ia berusaha tetap tenang.

Berusaha agar tidak terpengaruh terlalu jauh.

Namun gagal.

Barcode itu adalah apa yang ayahnya pertahankan selama bertahun-tahun. Memang ia tidak terlalu peduli karena ia tidak pernah ingin ikut campur dengan urusan pekerjaan ayahnya. Apa yang ia bangun dari nol sejak keterpurukannya sangat jauh berbeda dengan apa yang dijalankan oleh ayahnya.

"i trusted you.. Al." Geram Tion. Ada kecewa yang tersirat dalam ucapannya. Bahkan Logan yang tak tahu menahu akan apa yang terjadi dapat menyadari hal itu. "tapi kau menghancurkanku.."

Gadis inilah.. Alondra.. satu-satunya yang ia kira bisa menjadi titik terang hidupnya. Mengubah segala hitam putihnya. Sesak didadanya tak tertahankan lagi. Nafas Tion memburu. Tatap matanya tajam menusuk Alondra yang masih terkejut

Awalnya tanpa tenaga, namun semakin lama cengkraman itu semakin menguat seiring kemarahan Tion yang semakin besar. Wajah Alondra memerah, oksigen tak berhasil masuk ke paru-parunya membuat dadanya terasa sakit dan panas di saat yang bersamaan. Namun ia tetap diam karena ia tahu apapun yang ia lakukan dan katakan tak akan berhasil mengehentikan apa yang sedang Tion lakukan.

Mendadak cengkraman Tion sedikit mengendur tatkala ia melihat sebutir air mata jatuh melintasi pipi Alondra, membuat garis basah halus di pipi gadis itu.

Tion terpana.

"bunuh aku jika itu memang apa yang terlintas dipikiranmu pertamakali kau menatapku hari ini." Kata-kata yang terucap dari bibir Alondra nyaris tak teredengar. "setelah itu lupakan semuanya. Lupakan aku. Bangun kembali tembok itu dan jangan biarkan siapapun meruntuhkannya."

"aku akan tetap milikmu, bahkan hingga akhir nafasku." Sebutir lagi airmata jatuh melintasi pipi Alondra. "jadi bunuh aku, jika memang itu yang kau inginkan."

Sejenak Yuan juga ikut tertegun, namun ia tidak bisa tinggal diam. "come on honey, kill her."

Tion bergeming.

Ditatapnya dua mata Alondra dalam-dalam. Tentu ia menyaksikan banyak hal yang telah dilalui Alondra selama beberapa bulan ini. Ia dapat membayangkan rasa sakit yang dirasakan gadisnya di tiap misi yang ia jalankan. Ia bisa merasakan kelegaan yang murni ketika ia datang menyelamatkan Alondra dari sanderaan Lui. Tapi ada satu hal yang terus menerus menghantui pikirannya, bagaimana Alondra yang begitu cerdas tidak dapat menyadari petunjuk jelas di tiap misi yang mengarah pada tion. Mengapa Alondra tetap menjalankan misi itu bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Bagaimana bisa Alondra begitu buta?

"Tion.." suara gadis dihadapannya bergetar. "bunuh aku, sehingga aku bisa bertemu orangtuaku di atas sana."

Isak tangis kecil menyeruak di keheningan ruangan. Membuat logan menutup matanya rapat-rapat. Suara yang tak pernah ingin didengarnya pada akhirnya muncul. Begitu rasa bersalah muncul di dada Tion, kakinya seakan kehilangan kekuatan untuk menompang bobot tubuhnya. Menyadari bahwa alasan dari tegarnya perempuan dihadapannya didasari oleh sesuatu yang begitu sederhana namun dalam. Sesuatu yang juga ia rasakan.

Ingin rasanya ia memaki dirinya sendiri atas perbuatan yang barusan ia lakukan pada perempuan yang tulus mendampinginya. Tetap mendukung setiap tindakannya. Memberikan perhatian yang lama tak menjamunya.

Bisikan terakhir gadis itu berhasil meluluhlantakkan kembali benteng terakhir yang ia kira akan bertahan.

"aku hanya ingin bertemu orangtuaku."

Alondra menangis. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top