Emo POV

Namaku Emo, itulah yang kupercaya sejak aku bangun, sadar dan melihat dunia dengan kedua mataku sendiri.

Umurku secara fisik adalah 18 tahun, namun secara nonfisik umurku adalah 3 tahun. Menurutku umur adalah hal yang tidak terlalu penting dibahas jika kau bukan manusia.

Yah... pada dasarnya aku memang –bukan manusia- secara nonfisik, maksudku secara fisik aku adalah manusia namun aku sendiri, menyangsikan diriku sebagai manusia.

Aneh bukan?

000

"Emo!" teriak seseorang dari jauh, tinggi tubuhnya yang menjulang namun kurus Nampak meloncat-loncat diantara reruntuhan bangunan yang ada. Wajahnya yang ramah dan kedua bola matanya yang besar dan bersinar-sangat kontras dengan kedua bolamataku yang sayu- membuatku menarik sebuah kesimpulan di tengah keadaan dunia yang sudah mencapai Dystopia ini.

Mungkin tempat tinggal baru?

"Akhirnya aku menemukanmu!" serunya saat kami sudah berjarak 1 meter, aku dapat merasakan nafasnya yang satu-satu.

"Ada apa?" tanyaku akhirnya, tidak mengerti harus menjawab apa.

"Idiot! Kami mencarimu berhari-hari!" katanya sambil menahan airmata, bajunya masih sama seperti terakhir kali aku lihat namun penuh debu sekarang.

"Kalian...mencariku?" ucapku, mungkin akan terkesan bodoh di depannya.

Felix menamparku, cukup keras hingga pipiku merah.

"Dasar... bocah!"

"Dimana yang lain?" tanyaku berusaha menahan rasa sakit di pipi.

"Di markas, untungnya tempat itu masih berfungsi dengan baik...setelah kejadian itu...."

Felix menahan nafas lalu menghembuskannya dengan berat. Bagaimana pun juga Aku tidak bisa menyangsikan fakta yang ada tentang kejadian "itu". Kejadian yang membuat muka bumi seperti sekarang.

Atau mungkin kejadian yang membuat "manusia bumi" tinggal seupil.

"Pergi ke markas sekarang?" tanyaku, saat sunyi mendekap kami.

Felix mengangguk, "Kita perlu rencana baru" ujarnya kemudian.

Aku lalu berjongkok di depannya.

"Kamu mau apa? Pup?" tanyanya saat tidak mengerti apa yang aku lakukan ini.

"Aku akan menggendongmu, dilihat dari kondisi sekarang aku dapat memastikan bahwa berjalan 15 km lagi kamu akan pingsan tiba-tiba." Jawabku.

"Ck! Aku masih tidak tau harus bersyukur atau tidak, program lamamu masih menempel disana." kata Felix lalu naik ke punggungku.

Kami menempuh perjalanan sekitar 1 jam, tentu saja karena aku berlari hingga akhirnya kami sampai dengan waktu tercepat –menurutku.

"OMG Elo masih hidup?!" kata Mayu setengah berteriak, wajahnya yang sengak terlihat dari luar pintu kaca ini.

"Bukakan pintunya May." ucap Felix, lalu dengan sedikit tersungut Mayu membukakan pintunya.

Saat kami berdua masuk aku dapat melihat 10 pasang mata itu melihat kearah kami berdua.

"Kukira kamu meledak seperti yang lain." ucap Sebastian tanpa nada bersalah, cowok pendek berkaca mata itu masih memakai baju almamaternya.

"Berarti kamu tidak ada hubungannya dengan itu." sahut Reinhart sambil melihatku dari atas sampai bawah.

"Tapi kami tetap penasaran...."

"Sudah-sudah lebih baik kita memikirkan tentang kelangsungan hidup, kita dan sisa manusai yang lain." ucap Amira.

Semua orang lalu terdiam, kembali terdampar pada kenyataan bahwa umur bumi kini sangat pendek, terlalu pendek hingga kami tau bahwa kiamat bisa datang kapan saja.

000

Dan kembalilah Aku di jalanan, mencari jejak sisa manusia yang lain, terbang dengan helicopter 300 meter diatas tanah.

Untungnya GPS masih bisa digunakan, serta scanning tingkat besar. Maksudku Negara-negara di Eropa tiba-tiba saja mengeluarkan semua cetak biru rahasia mereka, mungkin karena akhirnya mereka sadar bahwa populasi ras manusia di bumi itu tingga seupil.

Yah dan aku masih sangsi jika aku dikatakan sebagai manusia, walau Mayu pernah bersikeras mengatakan bahwa aku itu "sekarang adalah manusia" bukan "robot seperti dahulu".

Sebastian yang notabene merupakan cowok terjenius di tim hanya bisa melongo ketika mengetahui teknologi terbaru itu.

Tapi Sebastian mengatakan ini semenit kemudian.

"Disini, di Indonesia kami mempunyai sebuah keajaiban!"

Dalam sedetik aku dapat menerka apa atau lebih tepatnya siapa yang ditempeli kata -Keajaiban- itu.

Tugasku sekarang adalah mengevakuasi populasi manusia di Asia, yep. Di asia.

Beberapa orang dari Eropa memberikan data tentang "siapa saja yang masih hidup sekarang".

Dua Negara raksasa yang merupakan rival sejak dahulu, Rusia dan Amerika sekarang bekerja sama dalam penelitian mencari tempat tinggal yang mungkin saja menjadi utopia baru, diluar angkasa sana.

Selama 1 minggu aku terkatung-katung diatas sini, maksudku di langit Indocina. Jangan bertanya apakah aku akan lapar selama seminggu ini. Jawabannya adalah tidak, tentu saja tubuhku hanya mengandalkan mitokondria untuk menghasilkan ATP, kalaupun lapar itu karena aku tidak makan berbulan – bulan.

Aku benar-benar mutan terbaik yang mungkin bisa diciptakan sekarang.

000

Helikopterku mendarat di sebuah tanah lapang yang dekat dengan hutan, perbatasan Negara Myanmar dan Thailand. Baru beberapa meter aku melangkah, aku mendengar suara teriakan.

Entah kenapa semua ini terasa tidak asing.

Ada tiga orang disana, dua orang anak kecil yang menangis dan seorang lelaki dewasa yang mengacungkan tongkat.

Dalam satu tarikan nafas aku tau kalau ketiga orang itu berbeda Negara.

Dua anak kecil tadi berasal dari Thailand sedangkan lelaki itu berasal dari Myanmar.

Kupikir pekerjaan ini akan mudah, tapi nyatanya akan berat.

Aku berharap orang dari Myanmar itu mengerti bahasa Inggris.

"Excuse me sir." Ucapku membuat fokusnya beralih, yah dan dua anak kecil yang menangis tadi juga ikut melihat kearahku.

"Are you an enemy?!" ucapnya dengan nada sengak, bajunya juga bukan baju biasa.

Aku lalu memperlihatkan sebuah kartu berwarna emas kearahnya, kata Amira ini akan berguna.

"Oh..." ucapnya "Ternyata relawan dari PBB, sedang apa kau disini?" tanyanya dalam bahasa inggris.

Aku berasumsi bahwa lelaki di depanku ini adalah seorang tentara, penjaga perbatasan yang entah mengapa tidak tau tentang keadaan diluar sana. Mungkin karena hutan terlalu lebat dan soal dua anak kecil tadi, mungkin mereka adalah pengungsi dari Thailand, aku dapat melihat tas yang berisi banyak pakaian yang ditata berantakan.

Aku paham situasi ini.

Dengan singkat aku menjelaskan apa yang terjadi pada "Dunia" dan apa yang sekarang aku kerjakan. Lalu setelahnya aku berkomunikasi dengan dua bocah Thailand itu menggunakan bahasa Thailand, aku juga mengerti bahasa Myanmar namun aku terlalu sangsi untuk bercakap-cakap dengan orang tadi dengan bahasa ibu-nya.

"Kau pasti lelah setelah melakukan perjalanan yang panjang, biar aku saja yang membawa helipkopter ini, mau diterbangkan kemana?" tanyanya kemudian.

"Beijing." Jawabku

Dua anak dari Thailand tadi sedang sibuk memakan roti isi yang ada di helicopter dengan lahap. Aku bisa membayangkan bagaimana menjadi seperti mereka, berlari selama berhari-hari lalu bertemu dengan seorang tentara Myanmar yang langsung menuduh mereka sebagai mata-mata.

Aku juga baru tau kalau ternyata Thailand punya sebuah teknologi yang memungkinkan membuat intelejen mereka mempunyai tubuh seperti anak-anak, itu informasi dari si tentara.

000

"Bagaimana?" tanya Sebastian saat aku selesai memasang sabuk pengaman.

"Biasa saja." Sahutku

Dalam waktu 1 bulan para peneliti dunia (benar-benar dari berbagai Negara yang ada dan tersisa) berhasil dengan penelitian mereka, membuktikan bahwa bulan Jupiter, Europa bisa ditinggali. Aku dengar Inggris, Rusia, Jepang, dan Amerika pernah meneliti tempat itu secara terpisah alias sendiri-sendiri. Dan ajang saling tukar informasi membuat semuanya makin sempurna saja.

Setelah semua persiapan selesai, para pengungsi dari seluruh dunia yang tinggal sementara di Kepulauan Pasifik langsung diantar ke Biak, Papua untuk melakukan perjalanan jarak jauh.

Pesawat luar angkasa berbahan bakar nuklir , adalah satu-satunya mahakarya Korea Utara yang diterima oleh masyarakat dunia.

000

"Dalam waktu 3 bulan kita akan sampai di sana." ucap Sebastian sambil tetap bermain dengan tabletnya.

"Semoga saja." Timpalku

Kami berdua berada di tempat dimana para teknisi kapal berkumpul, dan yah terkadang aku masih menemukan tatapan aneh dari beberapa orang disini karena... hanya kami berdua saja anggota yang berumur 20 tahun kebawah.

Pesawat tiba-tiba tergunjang saat melewati sabuk asteroid. Lalu lampu merah diruangan kami menyala-nyala.

"Let me go." Sahutku saat semua orang mendadak berdiri

"Kau yakin?" bisik Sebastian.

"Aku bisa mengatasinya." Ucapku.

"But kid, oksigen di baju hanya kurang dari 5 menit. Lebih baik kami berlima yang mengerjakannya." Ucap seorang pria berkebangsaan Afrika dengan bahasa Indonesia yang terpatah-patah.

000

Selang tiga menit kemudian aku berada di luar pesawat, sedang memperbaiki bagian yang rusak dari luar.

Jika aku mengerjakannya sendiri maka waktu yang diperlukan adalah 10 menit, sedangkan kalau normalnya 30 menit. Namun sayangnya aku tidak normal.

Soal pasokan oksigen aku tidak terlalu khawatir karena aku juga punya kemampuan untuk bertahan dalam kondisi tanpa oksigen selama 2 jam.

"Sudah siap." Ucapku melalui radio.

"Emo AWAS!" teriak Sebastian, sedetik kemudian aku dapat melihat raut wajah cemas dari beberapa orang di dalam pesawat dan sebuah asteroid yang entah kenapa bergerak kearahku.

Tanpa ba-bi-bu lagi aku terlempar menjauh dari pesawat.

Selang beberpa detik kemudian aku dapat melihat sebuah cahaya dari atas kepalaku, tiba-tiba saja aku merasa déjà vu.

Sebuah asteroid menabrakku lagi dan disaat yang bersamaan, kapal besar itu menghilang dari pandanganku berganti dengan cahaya terang.

"Aku tidak menyangka akan melihat komet dari jarak dekat seperti ini." Bisikku pada diri sendiri.

000

Sebastian memukul-mukul tangannya di dinding.

"Dasar bocah! Kau benar-benar egois!" umpatnya, sedangkan anggota yang lain hanya dapat menahan tangisnya.

Tidak ada yang bisa berbuat apapun saat kapal mulai melakukan teleport untuk menghindari komet yang tiba-tiba saja datang, tanpa prediksi sebelumnya.

Dan sebuah rekaman suara yang mereka dapat membuat hati mereka terpukul bertubi-tubi.

"Pergilah tanpaku, Relakan aku, I Love You all, I will be okay."

Tentu saja semua orang tau dari siapa pesan itu berasal, satu detik setelah pesan itu berputar, ketua pilot langsung melakukan teleport.

000

Saat aku membuka mata Cahaya komet tiba-tiba berbelok dan aku tau apa yang menyebabkannya.

Sebuah lubang hitam berada di dekatku, dan yang pastinya akan menyedotku.

Aku meraba-raba kantong tempatku menyimpan jimatku yang berbentuk kotak hitam sebesar telapak tanganku.

Kini aku tau bahwa kotak hitam itu bukan sekedar jimat. Di dalamnya terdapat sebuah program dan juga memori.

Memoriku sendiri.

Alasan mengapa otak biologisku tidak mampu memberikan informasi mengenai kehidupan "tubuh manusia ini" dari lahir hingga ditemukan oleh teman-temanku, karena...

Tubuh ini, alias diriku adalah makhluk paradox, yang hidup tanpa awal dan akhir.

Aku lalu terhisap ke dalam lubang hitam dan aku tau dimana aku akan muncul setelah ini.

"Nusatara 12 april 2115"

000

Mayu bergidik ngeri saat dia menemukan sesosok manusia yang tubuhnya setengah hancur dihutan bagian belakang sekolah. Dia kira bunyi gedebum tadi diakibatkan oleh bola basket yang dilempar oleh Sebastian dengan semena-mena.

Nyatanya dia menemukan sesosok manusia itu jatuh dari atas.

Avi membekap mulut Mayu sebelum cewek itu berteriak histeris.

"Avi! Mayu!, kenapa kau diam? Aku sudah menemukan bolanya." ucap seseorang dari belakang.

"Rein... panggil yang lain...." ucap Avi.

000

The End

Asal Usul Emo di cerita Younger & Zecret (belum ku publish disini xixi karena masih dalam pembuatan)

Um... sebenarnya judul aslinya Meninggalkan Bumi, namun aku ganti jadi Emo Point of View, isinya pun sudah kurombak habis-habisan.

Aslinya ceritanya tentang asal-usul Emo yang aneh bin ajaib, namun di karya sebelumnya yaitu Meninggalkan Bumi kesannya sangat terlalu buruk.

Atau mungkin seperti kata seseorang, karya ini sebelumnya seperti peluru yang sudah siap ditembak namun belum ditembak. (Tapi aku enggak tau sekarang)

Aku tau, aku tau seharusnya ini mengenai pencarian kehidupan baru. Namun entah mengapa saat mendengar tema itu aku jadi kepikiran Emo (aku tau ini sangat melenceng dari tema tapi apa boleh buat, tai kambing pun kumakan bulat-bulat^kutipan sebuah novel yg kubaca)

Aku buat Meninggalkan Bumi dengan tergesah-gesah selesai belajar kebut semalam (maklum masih kelas 3 sma waktu itu) walaupun aku sudah buat outline agar ceritanya enggak berantakan namun hasilnya tetap berantakan ya? hehe apalagi pesan terpentingnya yaitu kehidupan Emo yang bagai paradox enggak kesampaian. (Aku tau itu melenceng dari temanya tapi apa boleh buat, maafkan aku.)

Dan ku rombak Setelah aku selesai dengan UN ujian sekolah, SBMPTN dan tes tulis masuk sebuah perguruan tinggi.

Soalnya kasian Emo, kalau kubiarin gitu hidupnya terlalu hancur hiks.

Oh ya Emo punya dua ingatan, ingatan dia sebagai manusia dan ingatan sebagai robot.

Jadi aku harap kalan enggak bingung ^^

Salam Lyla

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: