3. Kandidat Ibu Sambung

Setengah mengantuk Fellie menyeret kakinya di sepanjang lorong rumah sakit bersama Deon. Fellie masih belum paham kenapa dia harus ke rumah sakit dini hari begini. Dia pikir kakak sepupunya itu akan melahirkan, tetapi begitu Deon mengajaknya berbelok ke lorong ruang rawat anak, Fellie jadi semakin bingung. Baru ketika masuk ke dalam salah satu ruang rawat dia mulai mengerti.

"Mbak Yosi," panggil Fellie saat melihat kakak sepupunya itu sedang duduk di tepi ranjang sambil menggenggam sebuah tangan mungil.

Yosi menoleh kemudian segera menghampiri Fellie. "Kali ini aku benar-benar butuh bantuanmu, Fel."

"Memangnya Mbak Yosi kenapa?" Kepala Fellie terjulur untuk melihat siapa yang ada di ranjang pasien. "Dia kan ...." Kalimatnya tergantung begitu melihat Aileen yang sedang terbaring di sana. "Dia kenapa? Tadi siang kayaknya masih baik-baik aja."

"Kangen ibunya, kayaknya," celetuk Yosi kemudian wanita itu menghela napas panjang seakan habis berlari marathon.

"Kalo kangen ibunya kan tinggal panggil ibunya, kenapa Mbak panggil aku?" tanya Fellie heran.

"Kan, tadi sudah aku ceritakan padamu. Dia punya ibu seakan tidak punya. Ibunya tidak ada di sini. Ada di luar negeri. Lagipula ibunya tidak akan mau peduli padanya. Dia tidak ingin karirnya hancur kalau media tahu dia sudah memiliki anak."

"Hah? Maksudnya? Apa ibunya artis?"

Yosi mengangguk lemah.

"Lah, terus kan ada bapaknya. Bapaknya mana?" tanya Fellie tak habis pikir kenapa anak sekecil ini bukan orang tuanya yang mendampinginya saat sakit, tetapi malah kakak sepupunya.

"Bapaknya juga tidak bisa terang-terangan ada di sampingnya. Bisa ribut dunia entertaiment kalau ada yang tahu siapa bapaknya," jelas Yosi singkat. Dia sungguh tidak bisa menyembunyikan hal ini kalau menginginkan bantuan dari Fellie.

"Bapaknya juga orang terkenal? Artis juga?" tanya Fellie kaget.

Yosi kembali mengangguk. "Kerena itu aku mau minta bantuanmu. Lagipula yang Aileen panggil Bunda kan, kamu. Ya, jelas aku panggil kamu, siapa lagi yang bisa kupanggil?" kata Yosi sambil melirik ke arah Aileen.

Fellie kemudian menatap Aillen dengan penuh rasa iba, "Kasihan sekali anak sekecil ini sakit pun orang tuanya tidak bisa menemani."

"Kamu mau kan, menemani dia di sini?" tanya Yosi lagi.

"Ya, tapi besok pagi aku ada kelas."

"Iya, kamu bisa pergi besok pagi. Semoga saja besok Aileen sudah membaik."

"Bunda ...." Terdengar panggilan lirih Aileen yang mengalihkan fokus kedua kakak beradik itu.

"Kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Yosi sambil menghampiri Aileen. "Mau minum tidak?" tanya Yosi sambil menyodorkan botol air minum berwarna pink dengan gambar unicorn.

Aillen menggeleng, tetapi tangannya terulur ke arah Fellie. "Bunda. Kangen!"

Fellie bergegas mendekat kemudian meraih tangan Aileen dan menggenggamnya erat. "Kalau masih ngantuk, Aileen tidur lagi saja ya. Biar lekas sembuh."

"Bunda jangan pergi lagi." Suara sendu dan tatapan memelas Aileen jelas menusuk ke dalam sanubari Fellie. Gadis itu bahkan nyaris meneteskan air mata mendengar suara Aileen yang begitu memohon. Bagaimana bisa anak semanis dan selucu ini nasibnya begitu menyedihkan. Fellie saja tidak tahan melihatnya.

Jangankan Fellie, Yosi yang sudah terbiasa melihat bagaimana kehidupan Aileen saja sampai tidak bisa membendung air matanya. Wanita hamil itu langsung menyembunyikan wajahnya di dada Deon. Tidak ingin membuat Aileen melihatnya menangis.

"Iya, Bunda tidak akan pergi. Bunda akan menemani Aileen di sini."

"Bunda, peluk!" Sekali lagi Aileen mengulurkan kedua tangannya dan meminta Fellie tidur di sampingnya.

Fellie pun menuruti permintaan Aileen dan segera tidur di samping Aileen sambil memeluk gadis cilik itu. Hanya dalam sekejap Aileen sudah terlelap. Tidurnya terlihat jauh lebih nyenyak dari sebelumnya. Kini Aileen sudah tidak mengigau lagi. Hal ini jelas membuat Yosi memikirkan sebuah ide yang mungkin agak sedikit merepotkan ke depannya.

Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan masuklah seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian serba hitam lengkap dengan topi dan masker dengan warna senada. Membuat Yosi dan Deon terkejut. Namun Yosi langsung mengetahui siapa dia melihat gerak-gerik yang tidak asing baginya.

"Ivan! Kenapa kamu ke sini?" tanya Yosi dengan suara berbisik, takut membangunkan Fellie dan Aileen.

"Aku tidak bisa tidur. Aileen tidak kenapa-kenapa, kan?" tanyanya kemudian berjalan mendekati ranjang pasien.

Betapa terkejutnya Ivan saat menemukan gadis ciliknya tidur terlelap dengan wajah ceria dalam pelukan seorang gadis muda yang tidak dia kenal.

"Dia ...."

"Bundanya Aileen," jawab Yosi singkat.

"Bunda yang Mbak bilang lagi belajar itu?" tanya Ivan lagi dan Yosi mengangguk mantap.

"Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Ivan lagi. Tidak paham dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Anakmu mengigau terus memanggil bunda. Dokter juga bilang tidak ada masalah serius, hanya demam saja, kemungkinan hanya merindukan ibunya. Jadi, kupanggilah dia."

"Kenapa dia?" tanya Ivan sungguh tidak mengerti cara pikir Yosi.

"Pertama, karena aku tidak mungkin memanggil Vanya untuk datang ke sini, kan?" Ivan langsung mengangguk. "Kedua, karena tadi siang Aileen menganggapnya ibu. Jelas yang diinginkan Aileen ada saat ini mungkin hanya Fellie. Ketiga, untungnya dia adalah adik sepupuku. Jadi, aku bisa meminta bantuannya kapan saja."

"Ah, begitu." Ivan kemudian menatap gadis muda di sebelah putrinya dengan tatapan penasaran. "Tapi, kenapa Aileen memanggilnya Bunda?" tanya Ivan pada Yosi. Masih bingung kenapa tiba-tiba muncul gadis baru.

"Mana aku tahu. Mungkin ikatan batin kali," jawab Yosi asal. "Nih ya, aku kasih kamu nasihat. Sebaiknya kamu cepat menemukan ibu untuk Aileen. Saat ini, dia benar-benar butuh seorang ibu."

"Mbak ... kita kan sudah sering bahas ini."

"Tapi sekarang sudah berbeda, Van. Anak kamu benar-benar butuh seorang ibu," tegas Yosi lagi. "Kalaupun nantinya banyak rumor beredar, biar itu jadi urusanku. Yang penting kalian bisa hidup bahagia."

"Bukannya aku tidak mau, tapi harus cari di mana orang seperti itu."

"Tuh!" Yosi justru melirik ke arah Fellie yang asik terlelap di sebelah Aileen.

"Dia?" Ivan terpekik kaget.

"Apa salahnya mencoba? Fellie ... gadis yang cukup baik kurasa."

"Mbak tidak salah pilih kandidat?" tanya Ivan ragu.

"Memang di mana salahnya?" kata Yosi balik bertanya.

"Dia masih mahasiswa. Masih sekolah. Mana mungkin mau menikah. Apalagi harus mengurus anak dari orang lain."

"Ya, terserah kamu saja. Aku sudah membantumu mencari kandidat yang tepat. Sisanya kuserahkan padamu."

Ivan menatap Yosi dengan kening berkerut. Terlalu banyak kata tapi di dalam kepalanya. Namun selama ini memang Aileen tidak pernah bisa dekat dengan siapa-siapa kecuali Yosi. Walaupun keduanya terlihat dekat, tetapi Ivan tahu kalau Aileen hanya menganggap Yosi tantenya bukan ibunya.

"Aku sudah membantumu sebisaku. Sekarang lebih baik kamu pulang dan pikirkan lagi hal ini masak-masak sebelum memutuskan. Sudah hampir pagi, bahaya kalau ada yang melihatmu di sini."

Yosi menarik Ivan keluar dari ruang rawat Aileen dan menyuruhnya segera pulang. Percuma juga pria itu ada di sini, karena memang tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membuat Aileen merasa lebih baik.

"Kalau kamu sudah tahu keputusannya, segera beri tahu aku. Aku akan membantumu membuka jalannya."

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top