2. Darurat!
"Ayah, main sama Bunda, yuk!" Aileen langsung menarik tangan ayahnya begitu melihat sang ayah menghampirinya setelah selesai bekerja.
"Memangnya dia sudah kembali ke Indonesia?" tanya Ivan pada Yosi. Tatapannya mengisyaratkan kebingungan dan rasa penasaran sekaligus.
"Bukan dia maksud Aileen."
Ivan mengerenyit heran. "Terus siapa?"
"Aileen menemukan ibu baru," celetuk Yosi asal.
"Maksudnya?" Ivan semakin bingung sementara tangannya terus saja di tarik Aileen agar pria tampan itu mengikuti langkah kaki kecilnya. "Eh, tunggu! Aileen memangnya mau ke mana?" Ivan berusaha menghentikan kelakuan putri kecilnya tersebut.
"Main sama Bunda. Ayo!" Aileen masih berusaha menarik ayahnya untuk mengikuti langkah kakinya.
"Aileen, kan, tadi Tante sudah bilang kalau Bunda masih harus belajar dulu. Tidak bisa main sekarang."
"Belajar?" Ivan makin bingung dengan semua perkataan Yosi. "Mbak Yosi kenapa? Grogi ya, karena sebentar lagi mau lahiran? Perkataanmu sungguh tidak ada yang bisa kumengerti."
"Loh, aku bicara apa adanya. Aileen baru menemukan ibu baru. Mahasiswi sini. Tuh, ketemu di taman sana tadi!" jelas Yosi singkat.
"Ayah, ayo!" Aileen kembali menarik tangan Ivan. Bahkan lebih kencang dari sebelumnya. Gadis cilik itu tidak akan berhenti sebelum Ivan mengikutinya.
Pada akhirnya Ivan menyerah dan memilih memenuhi keinginan putrinya tersebut. Sayangnya di taman tempat dia menemukan bundanya kini terlihat lengang. Mungkin karena hari sudah mulai sore dan sudah banyak kelas yang selesai sehingga jarang ada mahasiswa yang masih bersantai di taman.
Mendapati taman itu sepi, raut wajah Aileen langsung berubah sedih. Matanya yang dipenuhi sinar harapan memandang ke sekeliling taman. Namun sejauh apa pun dia memandang, bundanya tidak juga terlihat. Gadis itu mulai menunduk lesu.
"Aileen, tidak ada siapa-siapa di sini. Kita pulang saja, ya!" ajak Ivan kemudian berjongkok untuk menatap wajah gadis ciliknya yang terlihat sangat sedih. Bahkan kesedihan itu langsung menular padanya. Hati Ivan terasa seperti di remas-remas. Hal yang belum bisa dia berikan untuk Aileen adalah seorang ibu.
Selama ini, Ivan sibuk mengejar kesuksesan kariernya berharab dia bisa memberikan yang terbaik untuk Aileen. Namun sepertinya semua usahanya tidak juga mampu membuat Aileen bahagia.
Ivan juga tahu kalau yang sangat dibutuhkan Aileen saat ini adalah seorang ibu yang bisa menyayangi dan menemaninya. Akan tetapi Ivan juga tidak bisa gegabah memilih wanita mana saja untuk dijadikan ibu. Dia tidak ingin kehidupan putrinya berakhir menyedihkan bila salah memilih pendamping hidup sekaligus ibu sambung untuk Aileen.
Aileen membisu seakan mengunci rapat-rapat mulutnya. Gadis cilik itu hanya mengulurkan kedua tangannya tanda minta digendong. Kemudian menyembunyikan kepalanya di leher Ivan tanda dia sedang menahan kesedihannya.
Ivan mengusap punggung Aileen dengan lembut. "Kita pulang dulu, ya."
Masalah baru timbul ketika malam harinya. Aileen demam. Gadis cilik itu sampai mengigau memanggil bunda berkali-kali. Ivan yang panik langsung menelepon Yosi dan memintanya datang. Biar bagaimana pun, Yosi lebih berpengalaman merawat Aileen dari pada dirinya.
"Sudah kamu cek suhunya?" tanya Yosi yang datang tergopoh-gopoh. Untung saja suaminya siap sedia mengantarnya di larut malam seperti ini.
Ivan mengangguk. "39 derajat. Aku harus apa?" tanyanya panik. Baru kali ini Aileen sakit sampai seperti ini.
"Kita bawa ke dokter saja," kata Deon, suami Yosi.
"Iya, sebaiknya kita bawa ke dokter," sahut Yosi sambil mengambil jaket Aileen dan memakaikannya ke tubuh kecil gadis itu.
"Aku siap-siap dulu kalau gitu."
"Tunggu!" Baru saja Ivan hendak berbalik pergi, Yosi langsung menahannya. "Kamu tidak bisa mengantarnya ke rumah sakit. Jangan membuat dirimu terekspos seperti ini."
"Tapi, Mbak ...."
"Sudah kamu tenang saja. Aku sama Mas Deon pasti akan merawat Aileen dengan baik."
Ivan terlihat nelangsa. Dia khawatir, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan hanya untuk menemani Aileen saja dia tidak bisa.
"Tunggu kabar dari kami. Semua akan baik-baik saja." Deon menepuk pundak Ivan pelan untuk menenangkan pria itu sebelum pergi mengantar Aileen ke rumah sakit.
Selama di perjalanan pun, Aileen masih saja terus memanggil bundanya. Hal ini jelas membuat Yosi dan Deon terenyuh. Mereka tahu betul bagaimana menyedihkannya kisah gadis cilik ini.
"Aku sudah sering bilang pada Ivan untuk mencari pasangan. Aileen jelas butuh ibu. Namun dia masih juga belum ingin memikirkan hal itu. Sekarang lihat sendiri, kan?" Yosi mulai menggerutu.
"Dia juga tidak ingin asal memilih. Semua juga demi kebaikan Aileen. Dia tidak ingin Aileen punya ibu yang tidak menyayanginya."
"Tapi ... ah, kasihan sekali anak ini." Yosi menatap Aileen dengan iba. Diusapnya lembut pipi gembil gadis cilik itu dengan penuh rasa sayang.
Sesampainya di rumah sakit, Aileen segera ditangani oleh dokter dan dianjurkan untuk di rawat inap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Deon pun segera memberi tahu Ivan sementara Yosi sibuk mendengarkan penjelasan dokter tentang bagaimana cara merawat Aileen.
"Saya dengar anak ini terus menginggau memanggil bundanya, memangnya ...." Sang dokter seakan tidak ingin menyinggung Yosi dengan ucapannya.
"Ah, saya Tantenya bukan ibunya," jawab Yosi cepat.
"Ah, begitu. Kalau boleh tahu ibu anak ini ke mana, ya?"
"Ibunya sedang ada urusan penting. Memangnya kenapa, Dok?" jawab Yosi memberikan alasan sekenanya.
"Alangkah baiknya jika ibunya di sini. Kalau pemeriksaan lainnya tidak ada masalah, kemungkinan dia hanya merindukan ibunya."
"Ah, begitu, ya." Yosi tersenyum canggung. Bagaimana bisa dia menemukan ibu untuk membantu menyembuhkan Aileen dalam waktu singkat. "Terima kasih ya, Dok."
Begitu dokter keluar ruangan, Yosi langsung menarik suaminya. "Cepat jemput Fellie ke sini!"
"Fellie?"
"Udah, cepat jemput saja! Nanti aku yang telepon dia, bilang kamu tunggu dia di depan kosnya."
Begitu Deon pergi, Yosi segera menelepon Fellie sambil berharap adik sepupunya itu mau membantunya.
"Ya ampun, Mbak Yosi ini sudah jam 2 malam," gumam Fellie di tengah rasa kantuknya karena terbangun tiba-tiba. "Ada apa mbak?"
"Kamu harus tolong aku, Fellie! Cepat sana siap-siap! Mas Deon jemput kamu di depan kos."
"Hah?"
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top