1. Mendadak Jadi Bunda

"Bunda!"

Fellie hanya bisa melongo kaget bercampur bingung. Bagaimana tidak, seorang gadis cilik berteriak memanggilnya bunda sambil berlari riang ke arahnya dan kini memeluk kakinya erat seakan enggan dilepaskan.

"Anak siapa ini?" gumamnya pelan. Matanya sibuk mencari-cari seseorang yang mungkin kehilangan anak.

Niatnya mencari inspirasi sambil menghirup udara segar di taman kampus pagi ini berakhir mengejutkan.

"Kamu ... tersesat, ya?" tanyanya hati-hati sambil berusaha melepaskan tangan si gadis cilik yang masih memeluk kakinya erat.

"Bunda. Kangen."

"Kangen Bunda? Bunda kamu di mana? Yuk, Kaka kantar," ucap Fellie sambil berusaha membujuk gadis kecil itu untuk melepaskan pelukannya. Sayangnya, begitu Fellie berjongkok, gadis kecil itu justru memeluk tubuhnya erat.

"Fellie!!!" Seorang wanita hamil datang menghampirinya dengan napas tersengah. "Untunglah!"

"Mbak Yosi? Kok, ada di kampusku?"

"Ah, itu. Artisku ada syuting di sini," jelasnya singkat sambil berusaha mengatur napas. "Itu ... Aileen, main sama Tante dulu, ya. Ayahmu masih sibuk bekerja."

"Bunda," jawab gadis kecil itu kemudian memandang Fellie dan kembali memeluknya. "Mau sama Bunda."

Fellie menatap kakak sepupunya dengan tatapan memelas. Namun tatapan Yosi justru terlihat lebih menyedihkan dari pada Fellie.

"Aileen, nanti ya main sama Bundanya. Kan, Bunda juga masih kerja," bujuk Yosi sambil menarik gadis cilik itu perlahan ke arahnya. Sayangnya Aileen tampaknya tidak ingin melepaskan Fellie.

"Ini Bunda!" tegas Aileen lagi sambil memeluk Fellie semakin erat.

"Fel ...." Mbak Yosi menyerah. Wanita itu menatap keponakannya dengan tatapan memohon. Raut wajahnya terlihat sedih setiap kali menatap gadis cilik yang masih memeluk erat tubuh Fellie.

Fellie tak tega, hanya bisa menghela napas pelan kemudian menggenggam tangan Aileen dan menatapnya.

"Aileen mau main sama Bunda?" Gadis cilik itu mengangguk. "Yuk, kita main di sana!"

Yosi pun tersenyum. Dia jelas punya hutang penjelasan tentang kejadian yang membuat sepupunya terlibat dengan gadis cilik ini.

Fellie mengajak Aileen ke lapangan di tengah taman dan meminjam bola dari salah satu mahasiswa yang baru selesai bermain basket. Lalu mengajak Aileen bermain lempar bola di sana. Sesekali pekikan tawa Aileen terdengar nyaring membahana ketika dia kesulitan mengejar bola yang menggelinding. Hanya dalam beberapa menit saja gadis cilik itu sudah asik bermain sendiri.

Kini Fellie duduk berdampingan bersama Yosi sambil memperhatikan tingkah lucu Aileen yang masih sibuk mengejar bola.

"Fel, terima kasih, ya!"

"Hah?"

"Terima kasih kamu sudah mau menemani Aileen."

"Sebenernya bukan masalah sih kalau hanya menemaninya main. Cuma ... kenapa dia memanggilku Bunda?" tanya Fellie mengeluarkan segala pertanyaan yang sejak tadi menghantui pikirannya. "Memang Bundanya Aileen ke mana?" tanyanya lagi.

Bukannya menjawab, Yosi justru mendesah pelan. Seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya selama ini. "Bundanya ada. Hanya saja ...."

"Kenapa?"

"Pokoknya Aileen itu punya bunda tapi seperti tidak punya bunda. Ya, begitulah!"

"Hah?" Fellie menatap Yosi dengan penuh tanda tanya. Dia benar-benar tidak paham dengan jawaban yang diberikan kakak sepupunya itu.

"Aileen ... dia tidak pernah bertemu dengan ibunya." Suara Yosi terdengar semakin sendu. Tatapannya menerawang memandang gadis kecil yang sejak tadi tidak berhenti berlari mengejar bola. Sedangkan mata Fellie malah membelalak mendengar fakta yang diungkapkan kakaknya itu.

"Terus ... kenapa dia panggil aku Bunda?"

"Entahlah. Aku juga baru kali ini melihat dia seperti itu. Baru pertama kalinya dai langsung menempel pada orang yang baru ditemuinya seperti ini."

"Apa wajahku mirip dengan ibunya?" tanya Fellie penasaran.

Yosi menggeleng. "Sudah kubilang dia tidak pernah bertemu dengan ibunya. Bagaimana bisa mengingat wajahnya. Apalagi dia masih sangat kecil seperti ini."

Fellie semakin bingung. Namun teriakan cempreng Aqila mengalihkan fokusnya.

"Fellie, dari tadi kita cari keliling ternyata di sini! Bentar lagi kelasnya Pak Burhan loh, kalau telat bisa diusir kita!" kata Aqila sambil berkacak pinggang begitu tiba di hadapan Fellie.

"Bunda!" Aileen menyeruak di antara Aqila dan Naira kemudian naik ke pangkuan Fellie dengan manjanya. Seketika saja raut wajah Aqila dan Naira berubah terkejut. Aqila bahkan nyaris menjatuhkan rahangnya.

"Sejak kapan kamu punya anak?" tanya Naira kaget.

"Kapan lahirnya? Kok, tidak kelihatan hamilnya? Terus kapan kamu nikahnya? Kok, aku tidak tahu? Kenapa nikah tidak undang-undang?" cerocos Aqila tanpa jeda dan pertanyaan itu pasti akan bertambah banyak kalau saja Naira tidak membekap mulut Aqila dengan cepat.

"Jangan bawel! Kalau kamu tanya terus kapan Fellie jawabnya?" celetuk Naira tajam.

"Ah, iya. Jadi, sejak kapan kamu punya anak?" tanya Aqila kembali mengulang pertanyaan yang dilontarkan Naira sebelumnya.

"Aku juga tidak tahu sejak kapan aku punya anak? Sudah sebesar ini pula," jawab Fellie kemudian menghela napas berat.

"Terus ... ini anak siapa?"

"Sttt ...." Yosi menengahi sambil meletakkan telunjuknya di depan bibir. Kemudian matanya melirik ke arah Aileen. Mengisyaratkan mereka tidak boleh membicarakan hal ini di hadapan gadis cilik itu. Untung saja Aqila dan Naira lekas paham maksud Yosi.

"Aileen, kamu main sama tante dulu, ya. Bunda harus sekolah dulu. Mau belajar. Nanti kalau sudah pintar baru main lagi sama Aileen." Yosi berusaha membujuk Aileen untuk melepaskan pelukannya dari tubuh Aileen.

"Aileen mau cekola." Tangannya terulur ke arah Fellie seakan meminta Fellie membawanya serta.

"Iya, nanti kalau sudah besar, ya. Sekarang kita main cari Ayah dulu, ya."

"Mau sama Bunda!" kata Aileen lagi berusaha melepaskan genggaman tangan Yosi.

Fellie berjongkok di hadapan Aileen kemudian tersenyum sambil membelai lembut tangan Aileen. "Aileen ikut Tante Yosi dulu, ya. Sekarang gantian, mainnya sama Ayah dulu." Fellie ikut membujuk Aileen.

"Nanti mau main sama Bunda lagi."

"Iya, nanti ya. Sekarang ikut tante dulu, ya. Kita cari Ayah," kata Yosi kemudian menggandeng tangan Aileen lagi. Namun Aileen kembali melepaskan tangannya lalu menghampiri Fellie sambil merentangkan ke dua tangannya.

"Peluk!" ucapnya dengan tatapan mata yang sendu. Tatapan yang membuat hati Yosi dan Fellie ikut terenyuh. Fellie pun segera memeluk Aileen dan mengusap punggung gadis cilik itu dengan lembut.

"Nanti kita main lagi kalau aku sudah selesai belajar, ya."

Aileen pun melepaskan pelukannya sambil mengangguk pelan. Kemudian berjalan ke arah Yosi dan menggandeng tangan wanita hamil itu.

"Terima kasih ya, Fel!"

"Hmm." Fellie tersenyum sambil melambaikan tangan mengantar kepergian Yosi dan Aileen.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top