BAB 9 : And It's Time To Action
AUTHOR POV
Hiruk pikuk kota yang tak ada hentinya memang menjadi pemandangan yang cukup biasa untuknya. Apalagi bertemu dengan kolega yang memiliki berbagai sifat yang kadang membuatnya jengah. Bukan hanya itu saja yang menjadi makanannya sehari-hari, dikelilingi oleh beberapa wanita cantik bak model ternama juga sering ia dapatkan. Tapi ia tahu jika wanita-wanita itu hanya menginginkan hartanya saja.
Sebuah mobil porsche 918 spyder berhenti tepat disebuah gedung pencakar langit. Lalu ia turun dan masuk ke dalam gedung tersebut. Beberapa orang mulai menegurnya dan ia hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman yang sebenarnya tak sampai kemata elangnya. Tatapan kagum dari beberapa wanita tak digubrisnya. Bahkan ada yang terang-terangan tengah menggodanya ketika ia berjalan kearah lif khusus direksi.
Wanita itu memperlihatkan kertas yang berisi nomer teleponnya dan tak lupa memberikan simbol telpon dengan tangganya menginsyaratkan supaya ia menelponnya. Ia hanya tersenyum sinis melihat kelakuan dari perempuan itu dan mengabaikannya. Ditekannya tombol lif, perlahan pintu lif tertutup dan mulai naik dari angka satu menuju ke angka sembilan.
Ting...
Bersamaan dengan pintu lif terbuka didepannya sudah ada seorang perempuan yang mengenakan sebuah setelan blazer hitam membawa sebuah stopmap berwarna grey. Ia menaikkan sebelah alisnya dan menatap kearah wanita itu yang tampak gugup karena tatapannya.
"Maaf Mr, saya kesini hanya untuk mengantarkan laporan keuangan bulan ini. Sebenarnya saya ingin masuk ke ruang kerja Mr, tapi ketika saya ketuk tidak ada panggilan sama sekali. Dan ketika saya ingin kembali ke bawah saya melihat kearah lif yang berbunyi ternyata anda."
Diserahkannya stopmap itu, lalu wanita itu membungkukkan badan meminta mengundurkan diri karena ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikan.
Iapun menganggukkan kepalanya dan melenggang menuju ke arah ruangannya -bisa dibilang rumah keduanya karena ia lebih banyak mengeluarkan waktunya untuk berada di kantor-
Seorang pria tampan berperawakan tinggi dan memiliki mata elang yang mampu meluluhkan setiap wanita itu tengah berkutat dengan laporan keuangan perusahaannya yang diterimanya beberapa menit yang lalu.
Dia benar-benar melihat laporan itu secara teliti, ia tidak ingin ada uang yang hilang ataupun disalah gunakan untuk hal yang tidaklah penting. Disaat ia sedang berkonsentrasi ketukan pintu membuatnya sedikit terusik konsentrasinya.
Tok...tok...tok...
"Masuk." Jawabnya singkat. Ia mencoba kembali berkonsentrasi dengan laporannya. Mengabaikan seseorang yang kini sudah masuk ke dalam ruangannya.
"Sepertinya kau sangat sibuk sekali Al."
"Seperti yang kau lihat, kau tumben sekali mengetuk pintu. Biasanya kau selalu masuk tanpa seijinku." Tanya Alan yang masih saja berkutik dengan pekerjaannya. Tanpa mendongak kan kepalanya, Alan sudah tahu siapa yang kini tengah mendatanginya.
"Karena aku diajarkan seseorang untuk mengetuk pintu terlebih dahulu jika masuk kedalam ruangan seseorang. Dan aku sedang bersama dia sekarang."
"Baguslah kalau kau tahu tata krama. Memang dia siapa?" Tanya Alan lagi yang sekarang ia lakukan memutarkan kursi kebesarannya dan masih membaca laporan keuangan yang beberapa menit yang lalu ia terima.
"Kau lihat sendiri saja Al dan turunkan laporan itu atau kau akan menyesal jika kau tidak melihatnya."
Detik itu juga Alan menghentikan kegiatan bermain kursinya dan mulai membenarkan posisi kursinya seperti semula. Ia letakkan laporan itu dan ia memandang ke arah Nathan yang tengah merangkul mesra seseorang yang dikenalnya sejak lama.
"Honey?"
Orang yang dipanggilnya honey itu hanya tersenyum kaku kearahnya. Ia menaikkan sebelah alisnya dan terlihat rahangnya sedikit menegang.
Seperti sebuah panggilan alam yang berbahaya seseorang yang dipanggilnya honey itu mulai mengambil suara karena ia sudah merasa bahwa ruangan itu sudah dikuasai penuh dengan aura dari sang empunya ruangan.
"Hay Kak Alan, sepertinya kau sibuk. Kalau begitu aku pergi saja dengan Kak Nathan ya?"
"Sejak kapan kau mengenal Nathan honey?" Tanya Alan yang terkesan datar akan tetapi rasa intimidasinya benar-benar menyertainya.
"Sejak pertama bertemu di toko buku Caderison." Jawabnya dengan menunjukkan wajah innocencenya. Alan hanya bisa menghembuskan nafasnya gusar dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bisa-bisanya ia menunjukkan wajah innocencenya" Batin Alan.
Alan tengah memijat pelipisnya untuk mengurangi sakit kepala yang tiba-tiba menyerangnya. Lexa yang melihat tingkah Kak Alan memberikan sebuah kode kepada Nathan untuk mengakhiri akting mereka. Nathan yang mengetahui kode dari Lexa iapun mulai melepaskan rangkulannya dan berjalan kearah Alan.
PUK...
Alan menoleh karena merasakan sebuah tepukan ringan dibahunya, ketika ia tahu siapa yang menepuk bahunya ia langsung memberikan tatapan horor kearah Nathan.
"APA!" Bentak Alan kepada Nathan.
"Wah, saantai saja bro, sensi amat. Pms?. Amat aja kagak sensi sensi amat, amat aja juga kagak pms."
"Bodo, bukan urusanmu." Sela Alan lalu membuang muka dan mulai mengambil laporan yang ia letakkan dimeja dan membukanya dengan kasar.
"Lexa, liat tuh kelakuan si Alan, kaya bayi umur tiga tahun aja. Cuma digoda dikit aja kaya gitu, nggak inget umur. Umur udah mau uzur juga."
BRAK...
"Apa jhon! Uzur katamu!" Ucap Alan murka sambil menggebrak meja besarnya.
Lexa hanya menggelengkan kepalanya karena melihat tingkah Alan yang belum ia ketahui sebelumnya. Ia lalu menghampiri Alan dan mencoba untuk menenangkannya.
"Kak Alan, udah ya jangan marah gitu. Nanti tambah tua lo."
"Bisa diulangi lagi honey?" Titah Alan sambil melirik Lexa yang kini sudah berada di sampingnya.
"Ups! Hehe... maaf kak. Tadi ini idenya Kak Nathan. Jangan marahin dia ya, ini juga cuma bercanda. Aku juga yang menyetujuinya."
Dilihatnya Alan yang kembali menghela nafasnya gusar. Lexa meletakkan kedua kotak makan yang sedari tadi ia bawa. Alan yang menyadari ada sesuatu di mejanya langsung menatap ke arah Lexa.
"Ini apa honey?" Tanya Alan melihat kotak makan berwarna biru dan hijau.
"Dibuka aja."
Dibukanya kedua kotak makan itu, Alan tersenyum simpul melihat Croissant yang tampak menggoda. Kebetulan sekali Alan juga belum makan siang, karena hampir seharian ini ia keluar untuk mengurusi tender besar yang sedang ia incar. Dan baru beberapa menit ia juga baru masuk kedalam ruangannya.
"Terima kasih honey."
"Iya kak sama-sama, itu sebagai tanda maafku sama kakak. Semalem aku benar-benar capek dan nggak punya niatan marah sama Kak Alan." Terang Lexa yang kini malah menundukkan kepalanya karena merasa bersalah dengan Alan.
"Sudahlah honey, aku paham itu." Alanpun memeluk Lexa, ia sudah lama tidak pernah memeluk Lexa semenjak ia pergi ke italia.
Aroma vanila yang sekian lama ia rindukan akhirnya bisa ia rasakan kembali. Karena merasa seperti diacuhkan oleh mereka berdua Nathanpun mulai mengambil perhatian mereka berdua.
"Ehem! Ehem!. Yang ada diruangan ini bukan hanya kalian berdua saja oke." Lexa langsung melepas pelukan dari Alan, Alan tampak tak ingin melepaskan pelukannya dan pada akhirnya ia harus mengalah kepada perlawanan Lexa.
"Kau ini benar-benar pengganggu. Cepat keluar sana, kerjakan tugasmu. Kita banyak kerjaan hari ini."
"Siap pak boss" Pintu perlahan tertutup, tetapi tiba-tiba Nathan menyembulkan kepalanya diantara sela pintu terbuka.
"Setelah ini kau ada meeting dengan Mr Tanaka, jangan lupa kan itu Al."
"Iya, aku tau itu." Jawab Alan singkat.
"Apa yang--"
"Oh iya Lexa, jangan lupa hubungi aku setelah kau pergi dari ruangan ini." Potong Nathan sambil menaik turunkan kedua alisnya kepada Lexa. Ditutupnya kembali pintu itu.
Alan hanya menaikkan sebelah alisnya menatap ke arah Lexa, dan yang ditatap hanya bisa menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidaklah gatal.
"Ada hubu--"
"Lexa, berhati-hatilah dengan bayi besar itu oke." Sahut Natahan yang kembali memunculkan kepalanya diantara pintu.
Glek...
Pintu kembali tertutup. Alan dan Lexa hanya saling menatap satu sama lain. Dilepasnya sebelah sepatunya dan menyembunyikannya di samping badannya. Lexa menatap horor kearah Alan. Alan hanya meletakkan telunjukkan di tengah bibirnya memberi isyarat agar Lexa diam.
Krek...
"Lexa I LOVE..."
PLETAK!
Sepatu itu tepat mengenai pintu yang sempat dibuka oleh Nathan yang akhirnya bisa ditutupnya sebelum sepatu itu melayang cantik -eh?- ke kepalanya . Dan Nathan tertawa lepas diluar sana, suaranya cukup menggema dan terengar sampai didalam.
Alan sempat menggertakan giginya karena rencananya gagal. Lexa hanya bisa berdiri disamping Alan sambil menepuk-nepuk bahunya agar ia sedikit tenang. Walaupun sebenarnya ia juga menahan tawanya, beberapa kali bahunya bergetar karena tawa yang tak lost ia keluarkan.
"Sepertinya kau salah sasaran boss, Lexa goodbye baby."
Glek...
Keheningan tercipta, Lexa menatap ke arah Alan yang tampak terdiam. Aura intimidasi dari Alan mulai keluar. Jika didalam komik diantara tubuhnya mengeluarkan asap hitam yang mengerikan.
"Firasatku tidak enak." Ucap Lexa dalam hati.
Setiap Lexa merasa hatinya tidak tenang ia akan menghitung sampai tiga dalam hatinya dan melihat apa yang akan terjadi ketika hitungan ketiga.
1
2
3
"NATHAN!!"
"Benarkan?." Gumam Lexa.
~♥~
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top