BAB 3 : Apa Yang Salah

Deg...

deg...

deg...

"Lexa."

"Iya Mrs."

"Masakan kamu--"

"Tidak enak ya Mrs?" Tanyaku kepada Mrs Lea dan ia hanya tersenyum simpul ke arahku. Ah benar kan? Pasti ada yang salah dengan masakanku.

"Masakan kamu sudah enak Lexa, hanya saja tunanya sedikit terlalu kering." Entah karena reflek atau apa aku langsung melirik ke arah Enzo. Dan ternyata bukan hanya aku saja yang melirik ke arah Enzo, tetapi juga Luna dan Rosalyn. Yang di tatap hanya mengangkat sebelah alisnya dan memasang ekspresi Kenapa kalian menatapku seperti itu?. Aku hanya tersenyum simpul dan kembali menatap ke arah Mrs Lea.

"Tapi Lexa tetap di terima di sini kan?" Tanya Luna dengan raut wajah harap-harap cemas.

"Tentu saja, dari awalkan dia sudah diterima kan?"

Aku langsung merasa senang mendengar bahwa aku benar-benar di terima bekerja di rumah ini. Rasanya seperti semua beban yang ada di punggungku secara perlahan mulai terkikis sedikit demi sedikit.

"Sebelumnya maaf Mrs, apakah aku boleh izin pulang sekarang?"

"Kenapa terburu-buru Lexa? Sebentar lagi Nyonya akan datang."

"Ada sedikit urusan di rumah yang harus aku selesaikan."

"Baiklah kalau begitu Lexa kamu boleh pulang, hati-hati ya." Kuanggukkan kepalaku dan mulai menjauh dari mereka menuju ke arah pintu utama. Security yang aku temui beberapa jam yang lalu tersenyum ke arahku dan ku balas dengan tersenyum ke arahnya.

"Mau pulang nona?"

"Iya pak."

"Padahal sebentar lagi Nyonya besar datang, kenapa tidak menunggu dulu sebentar?"

"Dirumah ada sedikit urusan pak, jadi tidak bisa di tinggal. Mungkin besok saya akan bertemu dengan Nyonya."

"Oh begitu ya."

Tin..tin...tin...

Suara klakson mobil memotong pembicaraanku dengan Pak Dany -aku tau namanya dari name tag yang ada di bajunya-. Ternyata taksi yang aku pesan sudah datang, aku lalu berpamitan dengan Pak Dany dan taksi ini pun melaju menjauhi gerbang. Di saat yang bersamaan dari kaca sepion taksi sebuah mobil Audi Lemans Concept baru saja memasuki pekarangan rumah tempatku bekerja. Mungkin saja itu nyonya besar yang sempat dikatakan pak Ahmad tadi.

Just the way that you move

Shows me what you can do

I don't need you to prove

Cause I already knew

Terdegar nada dering panggilan masuk dari ponselku, tanpa kulihat id-callernya aku langsung mengangkatnya.

"Hallo."

"Hallo kak, bagaimana?. Diterima apa enggak?. Pasti diterimakan. Tuh kan bener, di terima. Pasti gara-gara kakak pakai baju itu, langsung di terimakan. Coba aja kalau kakak pakai yang tadi sempet kakak pakai. Pasti langsung diusir deh."

"Kak? Hey hoy, hallo. Hallo. Kak. Masih hidupkan kak? Hallo... halloo... kacang mahal... kacang mahal... yaelah.. dikacangin dong."

*hening

"Udah selesai ngomongnya?. Atau masih di lanjut lagi heh?"

"Hehe... maaf kak , aku terlalu bersemangat ini. Tapi di terimakan?"

"Nanti kakak ceritain kalau sudah sampai."

"Oke kalau gitu, see you kak."

"Se--"

tut...tut..tut...

Kebiasaan Emily yang sampai saat ini paling aku benci, memutus pembicaraan secara sepihak ketika belum selesai menjawabnya. Sebaiknya setelah ini aku harus menasehatinya supaya tidak terbawa sampai ke ranah dunia kerja nantinya.

Sekitar dua puluh menit kemudian sampai juga di depan gedung apartemen tempat tinggalku. Segera ku bergegas ke arah lif dan saat lif terbuka aku di buat kaget dengan pemandangan di depanku.

"Lexa my little girl"

Tanpa ba bi bu orang ini memelukku begitu erat, erat sekali seperti sudah lama tak bertemu hampir setengah abad -astaga kenapa jadi alay gini sih -. Tapi perlahan-lahan ia meregangkan pelukannya.

"Kamu dari mana saja?. Aku mencarimu di apartemenmu dan yang kujumpai hanya Emily."

"Maafkan aku Mrs, tadi aku sedang ada urusan. Ada keperluan apa ya Mrs datang ke sini?" Jawabku sekenanya kepada Mrs Henderson.

"Aku hanya meminta bantuanmu untuk merapikan beberapa buku baru yang baru datang di toko. Itu jika kamu tidak sibuk."

"Tentu tidak Mrs, saya juga tidak ada kegiatan kampus hari ini."

"Bagus kalau begitu."

"Nanti jam be--"

Desc...

Suara itu membuatku harus benar-benar menghentikan ucapanku dan ku lihat ke arah Mrs Henderson yang sekarang sudah mengangkat sebelah alisnya.

"Sepertinya kau harus mengisi perutmu dulu nak, baru setelah itu datanglah ke toko." Kata Mrs.Henderson sambil tersenyum ke arahku.

Dasar perut sialan, kenapa time-ing nya tidak tepat, rasanya aku ingin mengurung diriku di pulau terpencil agar aku tidak mempermalukan diriku sendiri di depan orang lain. Dan untung saja keadaan di sekitar lif terlihat lenggang hanya beberapa orang saja yang lewat. Kalau tidak mungkin aku akan benar-benar membuang mukaku ke tong sampah terdekat.

"Kalau begitu saya pamit dulu Mrs."

"Oke akan aku tunggu di toko nanti setelah lunch. Sampai jumpa lagi my little girl." Sebuah pelukan perpisahan menjadikan akhir dari percakapanku dengan Mrs Handerson dan kini aku masuk ke dalam lif.

~♥~

Kubuka pintu apartemen dan mulai melenggang ke arah pantry. Dan yang kudapati sekarang adalah seorang gadis kecil yang sedang menata piring dan minuman di atas meja makan. Ia belum sadar akan kedatanganku karena ia tampak terlalu asyik dengan kegiatannya.

"Ehemm."

"Eh, kakak. Kok udah ada di situ? Udah dari tadi ya datangnya."

"Aku baru saja sampai." Kataku kepada Emily dan mulai menggeser kursi yang biasa aku duduki dan membalik piring yang disiapkan Emily tadi.

"Bukannya hari ini bagianku yang menyiapkan makan siang?"

"Ayolah kak, masak aku ya tega sama kakak yang baru pulang kerja. Tadi Mrs Handerson datang kesini mencari kakak."

"Aku tadi sudah bertemu dengan beliau di lif tadi, dan pie daging ini pasti dari Mrs Henderson." Tebakku sambil mengunyah pie daging yang masih hangat, sepertinya baru beberapa menit turun dari panggangan.

Kebiasaan yang tidak pernah lupa Mrs Henderson lakukan ketika ia bertamu di apartemenku. Membawakan semangkuk pie daging yang sangat lezat kesukaanku. Dan aku akui dan aku tetapkan bahwa pie daging buatan Mrs Henderson adalah pie daging yang paling enak dari pie-pie yang lain. Sepertinya aku harus meminta beliau untuk mengajariku membuat pie lezat ini.

"Aku juga heran kenapa beliau selalu membawa pie daging jika berkunjung ke apartemen kita, kenapa tidak pernah membawa pie apel."

"Harusnya kamu berterima kasih karena Mrs Hendreson masih mau berbagi pie kepada kita. Dan rasa pie daging ini tak kalah enak dari pie apel yang biasa kita makan. Lagian kamukan bisa bikin sendiri pie apelnya."

"Iya ya, yasudah kalau begitu besok aku akan membuat pie apel sendiri. Kakak tidak lupa kan akan menceritakan tentang pekerjaan baru kakak."

"Nanti setelah makan ya, kakak benar-benar lapar."

"Baiklah."

Tidak ada percakapan yang terjadi selama kegiatan makan berlangsung. Hanya suara garpu dan sendok yang tengah beradu tanding satu sama lain di atas piring. Dan lima belas menit kemudian pertarungan antara dua kubu itu berhenti dan tergantikan oleh suara ponsel yang ternyata dari ponselku.

Ting..

Kulihat pesan yang baru saja masuk dari ponselku, dan ternyata pesan itu dari Mrs Handerson.

Mrs Henderson
"Aku harap kamu tidak lupa untuk mampir sebentar Lexa."

"Dari siapa kak?"

"Dari Mrs.Handerson." Emily hanya ber-oh ria dan mulai membereskan piring yang ada di meja makan lalu melangkahkan kakinya menuju ke arah tempat cuci piring.

Lexa
"Saya tidak akan lupa Mrs.Handerson, tapi sepertinya saya sedikit terlambat untuk datang ke toko."

Send....

Satu menit kemudian Mrs.Handerson membalas pesanku.

Mrs.Handerson
"Baiklah Lexa, aku tunggu kedatanganmu."

Di meja makan sekarang ini hanya tinggal dua cup kecil es krim vanilla dan coklat sebagai jamuan penutup makan siang kali ini. Emily sudah duduk di tempat biasa ia duduk dan mulai memakan es krim coklatnya. Tak lupa ia menopang dagunya dengan satu tangannya, aku sudah tahu arti dari gestur yang ia buat.

"Oke oke aku akan menceritakan pekerjaan apa yang aku dapatkan di rumah itu. Tapi perjanjiannya adalah jangan pernah memotong pembicaraan ku sebelum ceritanya selesai."

"Iya iya kak."

"Dan satu hal yang ingin aku tegaskan untukmu Emily, jangan sekali-kali memotong pembicaran seseorang di telpon oke. Kakak takutnya itu akan berdampak nanti saat kamu akan mula menjamah di dunia kerja yang sangat kejam."

"Maaf kak, aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Bagus. Untuk soal pekerjaan di rumah itu, aku sudah diterima bekerja disana dan akan mulai bekerja besok."

"Kakak disana bekerja sebagai apa?"

"Housemaid."

Emily yang tadi sempat kulihat ingin memasukkan sesendok eskrim ke mulutnya tiba-tiba saja menggantungkannya di udara dan menatapku dengan tatapan aneh. Sedangkan aku -yang di tatap Emily- hanya melanjutkan makanku menikmati es krim vanilla yang di siapkan Emily.

"Oh, housemaid. Apa! housemid? kakak serius?" Nada suara Emily naik beberapa oktaf dan itu sangat menggema di ruangan. Untung saja aku sudah cukup kebal dengan suara itu -berhubung Elena juga hobi berteriak jadi aku cukup santai untuk mengadapi Emily- dan Emily masih saja menautkan kedua alisnya masih tidak percaya dengan perkataanku.

"Yup, aku disana hanya memasak makanan dan menyiapkan makanan. Bisa dibilang juga jadi chef pribadi juga." Jawabku santai tanpa melihat ke arah Emily yang masih sibuk dengan beberapa kerutan di dahinya.

"Kakak, kenapa tidak cari pekerjaan yang lainnya sih kak?"

"Sekarang aku bertanya padamu Emily, apa yang salah bekerja menjadi housemaid?" Emily hanya menggelengkan kepalanya dan tangan yang masih sibuk bermain dengan es krim yang sekarang sudah hampir mencair.

"Yang paling terpenting itu kita bisa cepat dapat uang untuk mengganti semua uang dari Mrs Handeson oke. Itu hal yang paling terpenting dari apapun."

"Huftt, yasudah jika itu keputusan kakak. Asalkan itu tidak akan berdampak di kuliah kakak."

Setelah perdebatan kecil itu terjadi, tidak ada sepatah kata yang keluar dari kami berdua. Karena kami terlalu sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Dan karena hal itu aku jadi teringat jika aku harus datang membantu Mrs Handerson untuk menata buku-buku yang baru datang. Kugeser kursi tempatku duduk dan mengambil tas yang tadi aku letakkan di sofa.

"Kakak mau kemana?"

" Ketempat Mrs Handerson, aku harus membantunya menata dan mendaftar buku yang baru datang."

"Baiklah, jangan terlalu capek kak, besok kakak ada kuliah pagi kan?. Setelah selesai cepatlah pulang dan beristirahat."

"Perintahmu akan aku lakukan yang mulia." Kataku sambil kukedipkan sebelah mataku ke Emily dan ia hanya tersenyum dengan aksiku tadi.

~♥~

Setelah menempuh kurang lebih 30 menit akhirnya aku sampai di depan toko buku Mrs.Handerson yang bernama "Caderison". Dulu pernah aku bertanya kenapa beliau memberi nama toko bukunya Caderison, ternyata ide itu dari anaknya yang bernama Caderi. Karena kecintaannya akan membaca akhirnya Caderi meminta Mrs Handerson untuk membuka toko buku.

Sebenarnya tempat ini bukan hanya sekedar sebuah toko buku, Mrs.Handerson juga memiliki sebuah ruangan yang dijadikan sebagai perpustakaan kecil. Banyak juga yang berminat untuk datang ke toko caderison bukan hanya sekedar membeli buku, tetapi juga untuk sekedar menghabiskan waktu mereka untuk berkutik dengan beberapa buku yang ada di perpustakaan.

Kubuka pintu toko, berbunyilah lonceng kecil yang di atasnya dan membuat Mrs Handerson menatap ke arahku tak lupa sebuah senyuman di wajahnya yang sekarang sudah tampak lelah.

"Akhirnya kau datang juga nak, aku kira kau tidak akan datang. Sempat terpikir oleh ku untuk menutup toko lebih awal."

"Maafkan aku Mrs. Sepertinya perpustakaan sedang ramai?" Kataku sambil melirik ke arah ruangan perpustakaan.

"Ya, ada beberapa anak yang datang tapi bukan dari daerah sini. Karena aku jarang sekali melihatnya. Oh iya, kamu bisa mulai menata buku yang ada di dalam kardus dekat tangga. Yang buku lama kamu taruh saja di perpustakaan."

Aku langsung menuju ke arah tangga dan melihat ke arah kardus yang bertuliskan romance diatasnya, kuangkat kardus itu menuju ke arah rak buku novel. Menata satu persatu buku yang baru itu dan tak lupa mendatanya.

Ternyata cukup banyak buku yang baru dan terpaksa buku yang lama harus menjadi koleksi perpustakaan. Setelah di pilah satu persatu kubawa buku lama menuju ke perpustakaan. Terdengar riuh pikuk yang cukup tak wajar di perpustakaan, ketika kubuka sebuah pemandangan yang tak baik untuk mata terpampang jelas.

Seorang laki-laki yang sedang bercumbu dengan wanita yang membuat roknya sedikit tersingkap ke atas. Dan betapa terkejutnya ternyata aku mengenal model rambut laki-laki itu, jangan jangan dia..

"Kak Alan?" Laki-laki itu langsung melirik ke arahku dan menyudahi aksinya, sedangkan sang wanita mulai menurunkan roknya yang sempat tersikap.

"Kau mengenalku?"

"Oh astagaa! maafkan aku. Aku kira kau--"

"Kau merindukanku honey?"

Kubalikan badanku dan kudapati yang empunya nama menatap ke arahku dan tak lupa sebuah seringai kecil tercetak di sudut bibirnya. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum kikuk ke arahnya.

"Kak Alan?. Kok kakak ada di sini sih?"

"Hanya singgah sebentar, kau merindukan ku ya honey?"

"Eh? Enggak, cuman tadi aku kira kak Alan. Dan ternyata aku salah orang."

"Kau mengenalnya Al?" Laki-laki itu mulai angkat bicara, lalu berjalan mendekat ke arahku dan Kak Alan.

"Tentu saja aku mengenalnya, she is my honey. Lexa, kenalkan dia Jonathan Campbell, panggil saja Cam."

"Ayolah, jangan kau percaya dengan si Jalan, panggil saja Nathan atau Jon." Aku hanya tertawa renyah karena Kak Nathan memanggil Kak Alan dengan sebutan Jalan.

"Salam kenal Kak Nathan. Kak Alan, sepertinya aku harus melanjutkan pekerjaanku terlebih dahulu. Nanti kita bisa berbincang lagi."

"Baiklah kalau begitu, aku menunggumu di kedai. Ada satu hal yang ingin aku tanyakan kepadamu honey. Sampai jumpa di kedai Honey." Kuanggukkan kepalaku dan tiba-tiba...

Cup

Sebuah ciuman di pipi Kak Alan berikan kepadaku, itu sedikit membuatku terkejut. Aku pun tersadar dengan apa yang telah terjadi dan menetralkan keterkejutanku dengan tersenyum lebar ke arah Kak Alan dan Kak Nathan -tak lupa wanita yang aku lihat tadi yang sekarang sudah berjalan berdampingan dengan Kak Nathan- yang mulai mendekat ke arah pintu keluar.

Aku pun melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda karena kak Alan. Aku ingin menyelesaikan segera pekerjaan ini dan pergi menuju ke kedai. Karena aku penasaran dengan apa yang ingin Kak Alan tanyakan kepadaku.

~♥~

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top