BAB 2: Hah! Housemaid?

Setelah kubicarakan dengan Emily, akhirnya aku putuskan untuk datang ke rumah itu hari ini juga. Untuk urusan kuliah mungkin aku harus membolos untuk kali ini saja, walaupun Emily sempat ngotot menyuruhku untuk berangkat ke kampus.

Jangan dipikir aku datang kerumah itu dengan pakaian resmi yang sering digunakan orang-orang untuk melamar pekerjaan. Aku hanya mengenakan celana jeans dan kaos yang aku tutupi dengan cardigan berwarna gray tak lupa dengan rambut yang ku kuncir kuda beserta sebuah flatshoes. Walau sederhana yang paling penting sopan bukan?.

Kudapati Emily yang sudah duduk di meja makan menatapku dengan tatapan aneh, kalau boleh aku tebak pasti dia sedang menilai penampilanku saat ini.

"Kakak yakin mau melamar kerja dengan pakaian seperti itu?."

"Memang apa yang salah?" Emily bangkit dari kursinya dan menuju ke arah kamarnya. Dan beberapa menit kemudian ia sudah membawa sepotong kemeja berwarna putih beserta rok hitam yang kiranya diatas lutut dan tak lupa sebuah high heels.

Aku hanya mengerutkan keningku, untuk apa semua itu. Apa ia akan menggunakannya saat bekerja di toko buku Mrs.Handerson. Bukankah itu terlalu berlebihan.

"Untuk apa baju itu? Kamu mau bekerja di toko Mrs.Handerson dengan menggunakan baju itu?"

"Astaga kakak! Ya mana mungkin aku mengenakannya saat bekerja di toko buku Mrs.Handerson."

"Lalu untuk apa kau mengambil baju itu?"

"Ya untuk kakak lah, apa kakak nggak malu memakai pakaian seperti itu. Walau kakak melamar pekerjaan di sebuah rumah tapi apa salahnya terlihat formal. Dan aku tidak yakin kalau kakak memakai baju itu akan di terima. Sekarang kakak cepat masuk ke kamar ganti baju dengan baju yang aku bawa ini. Aku tidak mau mendengar ada kata penolakan kakak."

Sikap diktatornya mulai muncul lagi, memang apa aku bisa membantah semua perkataannya. Dan jawaban yang paling pasti adalah tidak, aku tidak bisa membantah semua perkataannya dan itu tidak akan pernah. Sebenarnya kakaknya itu siapa? Aku atau dia?.

Karena aku tidak mau ada perdebatan di pagi hari ini aku langsung menuju ke kamar dan mengenakan baju itu. Aku sedikit risih karena rok yang aku kenakan sedikit di atas lutut, kalau kalian tanya kenapa aku bisa pas mengenakan pakaian dari adikku karena postur tubuh kami yang sama tetapi untuk tinggi badan aku lebih tinggi dari Emily.

"Sudah.puas.yang.mulia?" Tanyaku kepada Emily sedikit memberi penekanan di setiap katanya. Dan kali ini ia hanya tersenyum lebar ke arahku dan menganggukkan kepalanya dengan mantap.

Lalu kami berdua melanjutkan sarapan kami yang sempat tertunda karena masalah yang benar-benar sepele. Untuk pagi ini Emily lah yang menyiapkan sarapan, dan nanti siang saat jam makan siang adalah bagaianku untuk menyiapkan makanan. Selang beberapa menit terdengarlah suara ketukan pintu.

Tok..tok...tok...

"Siapa yang pagi-pagi seperti ini sudah bertamu?" Akupun menghentikan aktivitas makanku dan langsung bangkit dari kursi untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.

"Biar aku saja kak." Sahut Emily lalu pergi untuk membukakan pintu.

Kulihat piring makannya yang ternyata sudah habis termasuk minumannya. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku, pantas saja dia mau membukakan pintu. Biasanya saat sedang makan dan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu pasti aku yang membukakan pintu, karena ia memang tidak suka diganggu saat sedang makan. Sepenting apapun tamu itu datang, pasti ia akan mengacuhkannya dan melanjutkan makannya. Kadang aku juga merasa aneh dengan tingkah laku adikku itu.

Terdengar suara pintu terbuka dan diiringi dengan percakapan Emily dengan tamu itu. Hanya samar-samar terdengar karena aku tidak tau apa yang tengah mereka bicarakan. Setelah selesai makan aku membereskan semua yang berada di meja makan dan menuju ke tempat cuci piring untuk mencuci piring. Ditengah aku sedang mencuci piring, tiba-tiba Emily berlari sambil berteriak menuju ke arahku.

"Kakak!! Kau sudah selesai apa belum?"

"Memang kenapa?"

"Taksinya sudah sampai. Sebaiknya kakak cepat-cepat turun."

"Taksi? Kakak rasa kakak tidak pernah memesan taksi."

"Aku yang pesan taksi, sekarang kakak cepat turun terus langsung menuju ke rumah itu. Ingat kakak, kakak tidak boleh protes, sekarang cepat sana."

Sepertinya aku harus menuruti semua perkataan adikku ini - lagi -. Kulihat diluar apartemen sudah ada sebuah taksi dan sudah pasti itu adalah taksi yang dipesan Emily. Akupun masuk ke taksi itu dan menyerahkan kertas yang kemarin kepada sang supir. Supir itu mengangguk dan menyerahkan kembali kertas yang aku berikan kepadanya. Setelah itu taksi ini pun melaju meninggalkan apartemen menuju ke alamat rumah itu.

Beberapa menit kemudian taksi ini sudah berbelok di sebuah gang perumahan mewah. Biasa dibilang perumahan elit yang di huni oleh kalangan orang-orang berkantong tebal. Tapi bisa aku tebak mereka pasti tidak mengenal tetangga mereka satu sama lain, itulah resiko tinggal diperumahan yang notabennya dipenuhi orang-orang yang gila dengan pekerjaan atau workaholic.

Taksi berhenti tepat di sebuah rumah yang memiliki gerbang yang menjulang begitu tinggi dan sebuah pos kecil yang terdapat seorang security yang tengah menatap ke arah taksi.

"Apa benar ini rumahnya pak?"

"Iya nona, coba nona cocokkan dengan nomer rumahnya. Atau mungkin nona bisa tanya dengan security itu."

Kucocokkan nomer rumah itu dengan alamat yang tertulis di kertas. Memang sama, tapi apa mungkin rumah ini sedang membuka lowongan pekerjaan. Akupun turun dari taksi dan menuju ke arah security yang tengah menatap ke arahku dengan pandangan penuh tanya.

"Permisi pak, apa benar rumah ini sedang membuka lowongan pekerjaan."

"Iya benar,anda siapa ya?."

"Saya Alexia Gravanilla Harvey, panggil saja Lexa. Saya mau melamar pekerjaan disini." Security itu pun langsung tersenyum ke arahku.

"Kalau begitu silahkan masuk."

Dibukanya gerbang itu dan aku hanya terpaku melihatnya sajian didepanku. Sebuah rumah yang berarsitektur klasik dengan taman kecil yang dipenuhi bunga mawar. Bisa dilihat kalau taman dan bunga mawar itu benar-benar dirawat dengan telaten.

Aku merasa berada di dunia fantasi ketika melihat rumah ini. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata dan aku tidak bisa lagi menggambarkan apa yang tengah aku lihat kali ini. Jika tidak salah rumah ini luasnya hampir sama dengan istana Buckingham di Inggris. Kulangkahkan kakiku menuju ke pintu utama dan ku ketuk pintu itu.

Tok..tok...tok...

"Permisi."

Terdengar suara langkah kaki dari dalam yang menuju ke arah pintu, sebesar itu kah rumah ini sampai langkah kaki dari dalam rumah bisa terdengar jelas di luar rumah?. Terbukalah pintu itu dan kudapati seorang wanita paruh baya tersenyum ke arahku.

"Anda siapa ya?"

"Sebelumnya saya mau tanya, apa benar rumah ini membuka lowongan pekerjaan?"

"Iya benar, anda mau melamar pekerjaan?. Nama nona siapa?"

"Saya Alexia Gravanilla Harvey , biasa dipanggil Lexa." Kudapati wanita paruh baya ini langsung merubah mimik mukanya seperti security yang aku temui di depan gerbang.

"Ayo silahkan masuk."

Kuikut wanita paruh baya ini menuju ke dalam rumah. Dan aku harus tertegun lagi melihat rumah ini. Suasana rumah ini benar-benar seperti di dalam istana kerajaan inggris yang terlihat begitu klasik dan elegan.

Baru beberapa langkah dari pintu utama terdapat sebuah tangga yang lebar -bayangkan saja seperti tangga yang berada di film cinderella saat Cinderella sedang datang ke pesta, itu benar-benar hampir mirip.- sebelah kanan dan kiri ada sebuah ruangan, yang dikanan adalah ruang tamu dan yang kiri adalah ruang keluarga yang terdapat sofa yang berbentuk huruf U.

Masuk lagi lebih dalam, kini kutemui sebuah meja makan yang bisa menampung sekitar dua puluh orang. Dan sekarang aku dan wanita paruh baya itu sudah berada di dapur.

"Sebelumnya perkenalkan, aku Lea Smith. Panggil saja Lea atau Mrs.Lea terserah kau mau panggil aku apa. Dan aku perkenalkan rekan-rekanmu yang akan bekerja di sini. Yang berkacamata itu Luna, yang berambut pirang Rosalyn, dan yang suka tebar tebar pesona itu Enzo."

Enzo hendak memprotes apa yang dikatakan Mrs.Lea tetapi ia sudah mendapatkan sebuah lirikan tajam sebelum ia mengutarakan perkataannya. Ia hanya tersenyum lalu menatap ke arahku dan ikut tersenyum seperti Luna dan Rosalyn.

"Berhubung kamu sudah berada di sini, sekarang kamu sudah bisa bekerja hari ini juga."

"Eh? Saya langsung diterima bekerja di sini?" Tanyaku kepada Mrs.Lea dan yang kudapat adalah sebuah anggukan kepala. Aku masih bingung dengan perkataan Mrs.Lea, apa benar aku di terima kerja dengan begitu mudahnya?.

"Oh iya, Rosalyn. Ambilkan baju seragam yang kemarin di pesan."

"Baiklah Mrs."

Wanita yang bernama Rosalyn melesat pergi menuju ke sebuah ruangan dan beberapa menit kemudian ia sudah membawa sebuah seragam di tangan kanannya dan tak lupa sebuah high heels berwarna hitam legam di tangan kirinya. Kalau di lihat lihat seragam itu dari kejauhan hampir mirip seperti seragam waitress di Cafe Lexantony.

"Selama bekerja di sini kamu harus mengenakan pakaian ini. Untuk apront atau peralatan yang lain semua sudah tersedia di pantry. Jika kamu tidak menemukan bahan yang kamu perlukan, kamu bisa langsung panggil Enzo untuk mencarikannya. Dan yang paling penting adalah kamu harus bisa menyediakan masakan Eropa karena itu adalah makanan keseharian dari Nyonya dan Tuan."

Wait...wait...wait.. apront, pantry,masakan eropa, tuan dan nyonya?. Maksunya apa ini? Aku bekerja sebagai pelayan di rumah ini? Apa aku yang salah dengar?.

"Maksud anda saya di sini bekerja sebagai pelayan?"

"Jangan sebut pelayan oke, housemaid. Karena tuan dan nyonya tidak suka menyebut orang yang bekerja di rumah ini dengan sebutan pelayan. Ya walau artinya sama tapi tuan dan nyonya tidak suka memandang rendah orang lain. Apa kau melamar pekerjaan disini tidak tau posisi apa yang akan kamu dapat?" Aku hanya tersenyum lebar ke arah Mrs.Lea sambil menggaruk tenggukku yang sebenarnya tidak terasa gatal. Mrs.Lea hanya menghela nafas melihatku.

"Sudah ku duga. Tapi kamu bisa memasakkan?"

"Tentu saja, selama ini aku hanya tinggal berdua dengan adikku dan itu membuatku harus bisa memasak."

"Baiklah, kamu masih mau melamar pekerjaan disini sebagai housemaid."

Bagaimana ini, aku masih bingung apakah aku harus terima atau tidak. Jika aku menolaknya maka aku harus mencari pekerjaan lain yang belum tentu semudah ini aku dapatkan. Tapi tidak ada salahnya juga aku mencoba menjadi seorang housemaid. Baiklah sudah aku putuskan sekarang.

"Ya, saya terima pekerjaan ini. Tapi apakah boleh saya hanya datang ke sini saat sore hari atau malam hari. Karena setiap pagi saya ada jam kuliah."

"Tentu saja boleh, kau boleh bekerja paruh waktu. Tuan dan Nyonya pasti juga tidak keberatan dengan itu, kau tenang saja. Sebelum kau memulai pekerjaanmu aku akan mengajakmu berkeliling untuk menunjukkan beberapa ruangan."

Aku dan Mrs.Lea meninggalkan Luna, Rosalyn dan Enzo di dapur dan memulai untuk mengelilingi rumah ini -bisa dibilang tour keliling karena rumah ini juga lumayan besar- . Boleh aku katakan bahwa rumah ini benar-benar dirancang dengan sangat baik, dan mungkin saja perancangnya khusus didatangkan dari luar negeri.

Sebagai awal perkenalan, aku dan Mrs.Lea sudah sampai di sebuah ruangan yang dindingnya terdapat wallpaper bunga mawar dengan sebuah pintu yang dihiasi seperti mawar merah yang terlihat timbul.

Dibukanya pintu itu dan didalamnya terdapat sebuah piano putih yang disampingnya ada sebuah biola. Di dekat jendela terdapat sebuah rak buku dan sofa berwarna merah dengan meja yang terdapat vas bunga mawar yang tampak masih segar seperti baru saja di petik.

"Ini adalah ruangan favorite Nyonya ketika sedang ada waktu senggang di rumah. Beliau menghabiskan waktunya disini untuk membaca, bermain piano ataupun biola."

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan lanjut ke ruangan yang berikutnya. Dibukanya pintu kedua dan mataku disajikan sebuah kamar dengan interior klasik tapi terkesan mewah dan modern.

"Ini adalah tempat dimana Tuan dan Nyonya beristirahat, beliau memang sangat suka dengan hal-hal yang berbau klasik. Dulunya kamar ini penuh dengan barang-barang berwarna hitam dan merah, tetapi karena Nyonya tidak begitu suka dengan warnanya terpaksa Tuan mengalah demi kesenangan hati Nyonya."

"Wow, romantis sekali. Mengalah demi menyenangkan hati pasangan."

"Itu belum seberapa, nanti jika kamu bertemu dengan beliau berdua kau akan kagum dengan kemesraan yang mereka jalin." Ucap Mrs.Lea dengan seulas senyum yang tak lepas dari bibirnya.

Aku langsung tersenyum mendengar penjelasan dari Mrs.Lea. Dilanjutkannya perjalanan kami ke ruang yang berikutnya, berikut dan berikutnya. Aku rasa bahwa tour ini akan memakan banyak waktu. Bukan hanya karena luas rumah saja tetapi juga banyaknya ruangan yang membuatku bingung sendiri.

Kalau dipikir-pikir kami sudah mengelilingi hampir semua ruangan yang ada, dan sekarang tinggal dua ruangan lagi maka tour keliling ini akan berakhir.

Dari semua ruangan yang telah aku masuki, hanya dua kamar terakhirlah yang membuatku hampir mati penasaran -ini karena aku sudah lelah untuk berkeliling lagi di rumah ini-. Ketika Mrs.Lea membuka pintu itu, aku disajikan sebuah ruangan yang tampaknya memang tidak terlalu sering dipakai karena semua tampak rapi dan terasa sangat dingin. Ditambah lagi suasana kamar yang penuh dengan warna grey dan hitam.

"Mrs ini kamar siapa?"

"Ini kamarnya Tuan Muda."

"Tuan Muda?"

"Anak dari Tuan dan Nyonya. Dia jarang sekali pulang kerumah dan lebih sering menghabiskan waktunya di apartemennya. Tapi setiap seminggu sekali dia akan pulang kerumah untuk menjenguk Tuan dan Nyonya."

Dibukanya ruang yang terakhir dan suasananya juga tak kalah seperti kamar yang sebelumnya. Penuh dengan warna hitam dan putih, bisa dibilang ini benar-benar kamar seorang laki-laki. Karena di sudut ruangan terdapat sebuah tulisan besar -"Perempuan dilarang masuk!!" Menurutku itu kata-kata yang terlalu kasar.- yang aku yakin itu adalah pesan dari pemilik kamar yang mempunyai makna tertentu.

Kuabaikan tulisan aneh itu dan melihat-lihat ke seluruh penjuru kamar, walau tak pernah di tempati semua masih tertata dengan rapi.

"Apa ruangan ini juga tidak pernah digunakan?"

"Ya, hampir sama. Dulu ini adalah kamar Tuan Muda, tapi sekarang kamar ini jarang digunakan." Aku hanya ber-oh ria mendengar penjelasan dari Mrs Lea. Kami lalu meninggalkan ruangan terakhir itu dan menuju ke dapur lagi.

"Karena kamu mau menerima pekerjaan ini dan aku sudah mengenalkan semua ruangan yang ada di rumah ini, aku ingin kamu memasak sebuah masakan. Anggap saja itu sebagai tugas pertamamu bekerja di sini."

"Baiklah, dengan senang hati."

Tanganku langsung mengambil apront yang sudah tersedia tepat di atas meja pantry. Kini meja pantry yang tadinya kosong sekarang sudah di penuhi dengan bahan-bahan makanan. Kurasa semua bahan ini sudah di persiapkan ketika aku dan Mrs. Lea berkeliling tadi. Berhubung bahan-bahan yang disediakan cukup lengkap tidak ada salahnya aku membuat Nicoise Salad.

Kusiapkan dua panci untuk merebus kentang dan telur. Sambil menunggu air di panci mendidih aku mengambil dua buah tomat merah yang kupotong menjadi delapan bagian dan bawang bombay yang aku potong tipis-tipis.

"Kamu mau masak apa?"

"Nicoise salad." Kataku kepada Mrs Lea sembari memasukkan kentang dan telur ke dalam air yang sudah mendidih di panci yang berbeda lalu kututup kedua panci itu.

"Nicoise salad? Kau bisa memasak masakan prancis?"

"Tentu, kadang jika aku sedang mendapat honor lebih aku akan membuat masakan prancis. Salah satunya Nicoise salad."

"Menarik, kalau begitu kamu lanjutkan saja dulu. Aku mau membereskan kamar Tuan dan Nyonya." Kuanggukkan kepalaku dan Mrs Lea mulai menjauh dari pantry menuju ke lantai atas.

Kuambil lagi panci dan kumasukkan air dan kuberi sedikit garam di dalamnya untuk merebus buncis mini dan siangi. Setelah beberapa menit bahan utama dari Nicoise Salad sudah siap semua akupun bersiap untuk membuat sausnya. mencampur minyak zaitun, daun basil, mustard dijon, air jeruk lemon, bawang putih, garam dan merica bubuk ke dalam mangkuk kecil dan kuaduk sampai semua bahan saus itu tercampur rata.

"Sepertinya kau sangat sibuk, butuh bantuan?" Tanya Enzo yang tiba-tiba saja ada di sampingku. Mungkin dia sudah menyelesaikan tugasnya.

"Hay Enzo, tentu. Bisa kau ambilkan selada dan tuna?" Enzo menganggukkan kepalanya dan mulai menuju ke arah kulkas dan mengambilkan sepotong tuna segar dan selada.

"Ini, lalu apa lagi?"

"Tolong tunanya di kasih garam sama lada. Terus di pan seared¹, oilnya dikit aja. Jangan lama-lama pan searednya takutnya malah overcook. Aku masih mau ada tekstur soft saat tunanya di makan nanti."

"Tenang lah Lexa, aku sudah berpengalaman dalam urusan perpancian."

"Kalau tidak salah minggu lalu kau telah membuat ayam goreng crispy menjadi ayam goreng super crispy Zo." Ledek Rosalyn yang entah dari mana ia sudah ada di dekat Enzo.

"Oh ayolah Ros, jangan membuat kesan yang aku buat menjadi hancur." Sengit Enzo karena tersendir dengan perkataan Rosalyn.

"Yang dibilang Rosalyn itu benar, sampai-sampai Nyonya hampir marah besar karena bau ayam goreng crispy mu Zo." Dan sekarang Luna mulai ambil suara mengomentari topik yang Rosalyn buat.

"Ya ya ya, terserah kalian saja lah."

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku dari ketiga orang ini. Walaupun perkenalan kami belum genap sampai dua puluh empat jam tapi aku sudah cukup nyaman untuk berdekatan dengan mereka.

Sambil mendengar mereka bertiga berceloteh aku menyiapkan sebuah piring dan mulai menata semua bahan-bahan pokok Nicoise Salad ke beberapa piring dan mulai menyiraminya dengan saus yang aku buat dan tak lupa sentuhan lada hitam bubuk diatasnya.

"Kelihatannya enak banget, nama masakannya apa?" Tanya Enzo yang kini melihat ke arah piring dengan mata berbinar -mungkin aku telalu berlebihan menggambarkannya-.

"Ini namanya Nicoise Salad."

"Aku belum pernah dengar."

"Itu masakan Prancis Enzo, mana mungkin kamu pernah mendengar dan merasakannya." Sahut Rosalyn.

"Memang kamu sendiri sudah pernah?" Rosalyn hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum lebar ke arah Enzo yang tengah menantapnya dengan sengit.

"Udah-udah dari tadi waktu bantuin aku masak kalian berantem terus sih. Hati-hati lo kalian berdua, nanti bisa jatuh cinta baru tau rasa." Cibirku.

"Aduh si Lexa, mana mungkin aku bisa jatuh cintrong sama nenek lampir yang mulutnya luar biasa pedesnya ini. Lagian dia tu bukan tipeku, dia itu masih jauh banget dari standar cewek yang aku idam-idamkan."

"Ati-ati kalau ngomong lo."

"Ada apa kok ribut-ribut?" Tanya Mrs Lea yang mulai mendekat kearah kami -Aku, Enzo, Luna, Rosalyn- semua.

"Hanya membahas percakapan kecil yang tidak begitu penting Mrs." Sahut Luna, Mrs Lea menggelengkan kepalanya. Mungkin sudah hafal betul kelakuan mereka bertiga.

"Jadi bagaimana Lexa? Masakanmu sudah selesai?"

"Tentu sudah Mrs tinggal di cicipi saja." Mrs.Lea lalu mengambil sebuah sendok dan garpu untuk mencicipi masakanku. Dan entah kenapa jantungku mulai berdugem ria melihat ekspresi yang di perlihatkan Mrs Lea kepadaku.


Deg...

deg...

deg...

"Lexa."

"Iya Mrs."

"Masakan kamu--"

~♥~

To be continued...

Kamus kecil "Emergency":
Pan Seared¹ : teknik memasak dengan temperatur yang tinggi (menggunakan pan) untuk memberikan tekstur chruncy pada permukaan daging (beef, poultry, atau ikan)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top