BAB 19 : Aneh (?)

LEXA POV

Sampailah kami di kampus tercinta. Tanpa ba bi bu lagi kami langsung menuju kearah kantin. Sialnya sempat ada beberapa orang yang menatap kami dengan penuh tanya.

Bagaimana tidak, beberapa paperbag yang kami pegang dengan berbagai merek yang cukup terkenal di kota ini benar-benar terlihat mencolok bagi mereka semua.

“Waw, apa ini?” Sahut seseorang yang benar-benar tak pernah aku harapkan datang. Semoga saja si rambut pirang ini tak mencari masalah lagi.

“Bukan urusanmu, sebaiknya kalian minggir karena sudah menghalangi jalan kami.” Jawab Kathy sengit kearah Julie. Sudah jelaskan siapa yang aku maksud? Siapa lagi kalau bukan G.Ker dewi pembuat onar.

“Jalan kalian? Ini jalan umum nona. Dan bagaimana kalian bisa mendapat barang-barang bermerek itu?. Mencuri ya,  sudah aku duga, itu benar-benar memalukan.”

Mereka semua tertawa mendengar ucapan Helen, tapi mataku tak bisa lepas dari sesosok perempuan yang terdiam menatapku dan yang lainnya dengan tatapan kosong. Apa dia adalah ‘Jessica Nelson’ yang dimaksud Kathy waktu itu?

“Terserah kau mau bilang apa Helen. Setidaknya kami membeli barang-barang ini tidak mengemis kepadamu maupun teman-teman manjamu itu.” Ucap Sarah tak kalah sengit kearah Helen.

“KAU-”

“APA HAH!” Tantang Paula ketika melihat Julie yang mulai tersulut emosi karena ucapan Sarah.

“Sudahlah Julie, sebaiknya kita segera menuju ke gedung utara.”

“Kau benar Jess, apa untungnya aku meladeni dia. Ayo kita pergi.”

Mereka pergi meninggalkan kami menuju ke gedung utara. Untung saja pertengkaran ini tak berlanjut, jika berlanjut aku tak tau apa yang akan terjadi disini. Mungkin saja bisa seperti waktu itu, menjadi pusat perhatian banyak orang. Tapi aku tetap merasa ada yang aneh.

“Kenapa mereka pergi ke gedung utara?. Bukankah gedung itu sedang digunakan untuk latihan Sean dan yang lainnya?”

“Entahlah El, aku juga sempat berpikiran sama denganmu. Tapi untuk jam-jam sekarang ini gedung itu pasti sudah kosong sekitar dua puluh menit yang lalu.” Sambungku.

“Benar yang dikatakan Lexa, biasanya jam-jam seperti ini gedung itu sudah kosong. mungkin mereka sedang mendapat mainan baru.”

Aku hanya mengedikan bahuku dan yang lainnya tampak acuh dengan apa yang akan dilakukan G.Ker di gedung utara. Entahlah kenapa aku tetap merasa ada yang ganjil, atau hanya perasaanku saja?.

“Jadi?”

“Jadi apanya El?” Tanya Sarah yang tampak bingung dengan ucapan Elena. Jika kalian tanya kami sedang berada dimana, maka akan aku jawab kami sudah berada dikantin. Tak lupa dengan meja yang penuh dengan paperbag, milkshake dan juga cup cakes -jangan tanya siapa yang memesannya , siapa lagi kalau bukan Sarah si tukang makan-.

“Oh astaga Sar, apa kau lupa tujuan kita kembali lagi ke kampus?” Tambahku karena mulai gemas dengan wajah innocence yang terpampang jelas terpancar dari raut wajahnya.

“Memangnya apa?” Ternyata penyakit pikunnya mulai kambuh lagi.

“Kau bilang punya kabar gembira untuk kita semua”

“Kulit mang-”

“Stop it Lex!. Jangan mulai lagi untuk menyanyikan sountrack iklan itu oke!. Memangnya kau tidak dibayar untuk mengiklankannya kan?”

Sorry Sarah, just kidding.” Jawabku lalu mulai ikut menyomot cup cakes yang tampak menggoda dihadapanku. Benar-benar enak, sepertinya aku harus belajar membuat cup cakes dengan Emily -karena dia yang paling pintar membuat pastri daripada diriku-

“Oh iya aku ingat sekarang, kalian semua boleh ambil salah satu paperbag ini tapi menurut nama yang sudah tertera di kotaknya oke.”

“Jadi ini semua bukan belanjaanmu Sar?”

“Tidak, walaupun aku penggila belanja tapi aku juga harus memikirkan dua kali untuk membeli semua belanjaan ini.”

Aku cukup tau apa maksud dari Sarah, secara toko yang kami kunjungi beberapa jam yang lalu cukup terkenal -terkenal bagus dan mahalnya karena desainer yang didatangkan langsung dari kota mode-.

Sarah mulai menyerahkan paperbag sesuai dengan nama kami masing-masing. Kathy, Paula maupun Elena mulai membuka kotak mereka dan mengeluarkan isi yang ada didalam kotak.

Dan saat kubuka kotak milikku ternyata sebuah baju putih lengan panjang dengan bawahan berwarna hitam. Simpel dan aku cukup menyukainya, ya hanya saja pasti ini beberapa senti diatas lututku.

“Wahh, so cute. Bagaimana bisa kau tau seleraku Sar? Ini benar-benar bagus.” Tanya Elena yang masih merentangkan bajunya diudara.

“Berterima kasihlah kepada Cherly. Karena dia yang memilihkannya. Aku juga tidak tau mengapa dia bisa mengerti seleramu padahal aku hanya mengirimkan foto kalian kepadanya.”

“Wow, keren.”

“Temennya siapa dulu dong. SARAH!. Sarah aja udah keren, cantik, baik hati, tidak sombong, rajin mena-”

“Nggak baik Sar muji diri sendiri.”

“Bener tuh yang dibilang Lexa, pamali tauk.” Kembalilah Sarah hanya tersenyum lebar tak lupa dengan tangan berlagak menggaruk tengkuknya.

“Oke, berarti masalah baju udah fix dong.”

“Belum Sar, lalu baju untuk pemain lainnya, hiasan dekorasi panggung, properti tambahan dan aku juga belum mencari tambahan orang untuk pelengkap koreografer kita.”

“Sebentar, jadi pemain lainnya juga minta dicariin baju sama kita?”

PLETAK

“Aww...”

“Dari mana saja kau nak? Bukankah sebelum kita pergi mencari baju Kathy sudah mengatakannya.”

“Eh? Apa iya.” Ucap Sarah masih mengelus-elus kepala karena hasil jitakan dari Paula.

Kenapa Sarah sekarang berubah menjadi miss lola -loding lama- ?. Apa mungkin karena dia kebanyakan makan cup cakes? karena satu lusin cup cakes yang ada di meja sekarang tinggal dua buah. Padahal aku dan lainnya masing-masing baru mengambil satu buah. Badan kecil tapi rakus juga.

“Makanya jangan kebanyakan makan cup cakes. Jadi nggak konsenkan?. Perut mulu yang diisi.”

“Namanya juga lagi laper Lex, daripada makan orang yang mending makan cup cakes lah.” Jawab Sarah yang menggigit cup cakesnya yang ke enam.

“Terus sekarang gimana?” Sambung Sarah setelah berhasil menghabiskan cup cakes yang berada di tangannya.

“Don’t worry about it guys. Karena semuanya sudah beres. Tunggu sekitar dua menit lagi pasti ponsel Kathy berdering.”

“Are you sure El?”

“Tentu saja aku yakin Lex. Kita hanya perlu menunggu dan bersabar.”

Dan akhirnya kami semua diam menunggu hingga ponsel Kathy berdering. Setauku dua menit itu sangatlah cepat, tapi kenapa sekarang ini seperti dua menit paling lama dalam hidupku –oke mungkin aku sedikit lebay, tapi kenyataannya memang begitu- .

Itulah waktu, jika kita tak menunggunya ia akan berlalu dengan cepat, tapi ketika kita menunggunya ia akan menunjukkan bahwa setiap detik yang ia ciptakan sangatlah berarti. Jadi hargailah waktu yang kau punya.

1 menit berlalu..

Satu menit sudah tak ada suara yang terdengar, tinggal enam puluh detik lagi rasa penasaran kami akan ucapan Elena terjawab. Entahlah hal apa yang telah dilakukan Elena, tapi aku rasa itu adalah kabar yang baik.

Kryukk

Sebuah suara aneh membuatku langsung menoleh kearah kanan tempat dudukku. Rupanya Sarah yang sedang memakan potato chips, sempat ia melirik kearahku lalu pandangannya kembali teralih kearah ponsel Kathy.

Sejak kapan ia berajak dari kursinya? Setauku tak ada decitan kursi yang terdengar meja tak bergeser sekalipun. Benar-benar anak ajaib. Ku lirik jam yang menempel di dinding kurang tiga puluh detik lagi ternyata. Aku benar-benar merasa sepertinya waktu berjalan begitu lambat.

10 detik..

.

.

9 detik

.

.

Kryukk..
.

“Sarah..”

8 detik

.

.

Kryukk

.

7 detik

.

.

Kryukk

.

“Sarahh..”

6 detik

.

.

Kryukk..

“Astaga SARAH! Kau ini, berhentilah mengunyah potato chips mu itu.”

“Apa masalahnya?”

“Karena itu-”

Belum sempat Paula melanjutkan ucapannnya suara deringan ponsel Kathy membuatnya semuanya terdiam saat Kathy mulai menggeser ke tombol hijau.

“Iya benar, dengan saya sendiri.”
Sebuah gerakan bibir dari Elena membuat Kathy menatap kearah ID calernya dan menekan tombol loudspeaker agar teman-temannya mendengar percakapannya dengan sang penelpon.

Begini, saya dari toko Red Shoes ingin menanyakan ukuran sepatu yang dipesan. Desainnya sudah kami terima tinggal ukurannya saja jadi besok bisa langsung diambil.

Sarah yang tampak mengerutkan dahinya ketika mendengar kata Red Shoes terucap dari penelpon itu. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.

“Tapi saya rasa sepertinya tidak pernah memesan sepatu dan mengirim desain sepatu ke Red Shoes.”

Ini benar dengan Kathy Price?

“Iya memang benar, tapi-”

  “God! itu pasti pesanan dari Cherly.” Pekik Sarah.

Kini giliran Kathy yang mengerutkan keningnya mendengar pekikan dari Sarah yang tepat di telinganya. Dengan cepat Sarahpun mengerakkan bibirnya mengucapkan ‘maaf’ kepada Kathy.

Benar, ini dari Cherly Rosiana dan ditujukan kepada Kathy Price. Ia berpesan untuk menanyakan ukurannya kepada anda maka dari itu kami menelpon anda.”

“Oh begitu, baiklah nanti saya akan kirimkan berapa ukuran sepatunya.”

Baiklah kami tunggu secepatnya. Dan juga tolong diberi nama masing-masing di setiap ukurannya. Karena ada lima desain yang kami terima dan tertera dengan nama yang berbeda-beda. Selamat siang.

“Iya, siang.”

Klik…

“Sorry guys, aku lupa memberi tahu kalian jika Cherly memasankan kita sepatu dari Red Shoes.”

“Tidak apa-apa Sar, kamu kan juga manusia, jadi wajar kalau sampai lupa.”

“Berarti dulu Sarah bukan manusia?” Ceplos Paula

PLETAK

“Aduh!! Sakit tau Kat.”

“Makanya kalau ngomong tu disaring dulu. Kebiasaan deh suka salah kaprah kalau ngartiin kalimat. Kenapa kamu malah jadi kaya Sarah sih.”

Terlihatlah senyum lebar khas Paula setelah ia mendapat wejangan dari Kathy. Ya memang itulah kebiasaan yang selalu kami semua alami, tanpa terkecuali.

“Udah udah, sekarang setor ukuran sepatu kalian supaya besok sepatu itu bisa dikirim.” Titah Elena lalu mulailah kami menyebutkan ukuran sepatu kami masing-masing. Selang beberapa menit sebuah getaran di meja mengalihkan  perhatian kami semua dan ternyata berasal dari ponsel Elena.

“Ya, moshi moshi.

“….”

“Ohh baiklah aku akan kesana sekarang juga.”

“….”

“Oke bye.”

Klik…

“Dari siapa El?.”

“Orang yang seharusnya menelpon Kathy sebelum telpon dari Red Shoes. Sepertinya dia sedang sedikit ada masalah, dan aku harus kesana membantunya.” Jawab Elena yang mulai berbenah mengambil beberapa barangnya yang tergeletak dimeja.

“Kalau begitu aku pamit dulu ya. Untuk urusan yang belum selesai itu tenang saja. Aku akan menghendelnya dan mungkin besok semuanya akan beres. Bye semuanya”

“Bye El, hati-hati dijalan.”

Drt..drt..drt..

Getaran benda kecil didalam saku celanaku membuatku segera mengambil benda itu. Dan ternyata sebuah pesan masuk dari manusia tak penting.

Bunglon
“Kau dan antek-antek mu itu dimana?”

Ternyata dia sudah tidak memanggilku thief lagi. Sepertinya aku harus mengganti nama kontaknya menjadi nama aslinya.

Alexa
Kenapa? Tumben sekali kau menanyakan keberadaanku dan teman-temanku.

Bunglon
Kalau bukan diminta oleh Mr.Jose aku tidak akan mencarimu thief. Sekarang kalian dimana?

Aku tarik kata-kataku tadi untuk mengganti nama kontaknya diponselku. Ingatkan aku akan hal itu oke. Kuabaikan pesan tak penting itu dan kembali terfokus kearah teman-temaku yang entah kenapa mulai berdebat lagi.

Drt..drt..drt..

Bunglon
Hey thief kalian dimana?

Apa? Aku tidak akan membalasnya. Dia tetap masih memanggilku thief, sudah jelas namaku lexa kenapa masih saja memanggilku thief. Apa susahnya sih panggil Lexa atau Alexa?.

Bunglon
“Thief?”

2 menit

.

.

Drt..drt..drt..

Bunglon
Thief?

5 menit
.

.

Drt..drt..drt..

Bunglon
Oyy thief.. kau masih hidup kan?

Apa apaan orang ini? Sudah jelaskan kalau aku masih hidup. Aku tidak akan membalas pesannya jika ia masih saja memanggilku thief. Awas saja kalau ketemu. 

“Kau kenapa Lex?”

“Tidak.. hanya ada orang yang spam pesan nggak penting.” Jawabku sekenanya pada Sarah dan meletakkan ponselku diatas meja. Sarah hanya manggut-manggut.

Drt..drt..drt…

That boy is a monster m-m-m-monster
That boy is a monster m-m-m-monster
That boy is a monster m-m-m-monster
That boy is a monster er-er-er-er

“Lex, ponselmu.”

Ternyata benar, getaran itu berasal dari ponselku yang berkedip beberapa kali. Pantas saja aku cukup familiar dengan ringtone nya. Kulirik sedikit dan terlihatlah caller id-nya.


Bunglon calling…

Untuk apa anak ini menelponku. Pasti dia mencoba untuk membuatku kesal seperti biasanya. Biarlah, jika dia ingin mengatakan hal penting pasti akan mencoba menelponku lagi.

“Kenapa tidak diangkat Lex?” tanya Sarah yang tempak heran kenapa aku hanya melirik ponselku saja.

“Telpon dari nomer yang tak ku kenal, mungkin hanya orang iseng yang mencoba-coba menelpon di nomer yang ia dapat diselembar uang.” Ucapku asal yang malah dihadiahi cekikikan dari Kathy dan juga Paula.

Mereka berdua masih saja tersenyum tak jelas kearahku. Hey aku hanya mengatakan sebuah fakta yang sering aku temui di selembar uang. Apa itu salah?.

Ponselku bergetar mengeluarkan suara rington yang sama dengan beberapa menit yang lalu. Tanpa melihat caller id-nya aku sudah tau siapa yang menelpon. Biarlah sekali-kali membuatnya frustasi tak masalah kan?.

Disaat ponselku yang sedari tadi berdering sekarang mulai digantikan sebuah langkah kaki yang sepertinya mulai berjalan menuju kearah kami. Kulirik dibelakang Kathy seorang laki-laki berperawakan tinggi, putih, rambut kecoklatan, mata berwarna biru laut berjalan dengan ekspresi yang tak terbaca.

Kuambil ponselku yang sudah berhenti berdering lalu memasang earphone ke kedua telingaku. Dan mulai menyibukkan diri bermain dengan ponselku.

“Ternyata benar dugaanku jika kalian berada disini.”

“What’s wrong Luc?” Tanya Kathy yang tampak kebingungan kenapa Lucas mencari kami semua. Begitupun denganku, ada angin apa hingga ia repot-repot melakukannya.

“Aku sudah mencoba menelpon salah.satu.dari.kalian. dan ingin memberi tahu jika kita diminta untuk berkumpul ke ruangan Mr Jose.” Ucapnya dan menekan beberapa kalimat dan melirikku. Dan spontan saja semuanya ikut menatap kearah lirikan dari Lucas.

“Apa?”

Dan detik itu juga mereka memutus pandangan dariku dan terfokus kembali kepada Lucas.

“Memangnya ada apa?"

"Entahlah aku juga tidak tau tapi yang pasti kita harus segera kesana."

"Baiklah kalau begitu." Jawab Kathy lalu kami semua beranjak dari tempat duduk. Namun belum sampai aku memasukkan earphone dan juga ponsel, tiba-tiba saja ponselku bergetar dan menampilkan sebuah nama yg cukup familiar bagiku.

"Ayo Lex."

"Kalian duluan saja aku akan menyusul."

"Jangan coba-coba untuk kabur Thief." sengit Bunglon tak lupa dengan tampangnya yang sok garang.

"Untuk apa aku kabur" Tanpa sadar kedua bola mataku berputar.

"Mungkin saja kau mau melakukannya."

Tanpa menjawab pernyataannya aku menyingkir untuk menerima telpon itu.

"Hallo, honey." Ternyata Kak Alan.

"Iya hallo, ada apa kak tumben telpon?"

"Bisakah kita bertemu sebentar saja?"

Ku lirik bunglon yang masih saja menatap tajam kearahku. Mungkin saja dia terlalu kepo siapa yang menelponku.

"Kau dimana sekarang?"

"Aku sedang ada di kampus"

"Emm.. Oke sepuluh menit aku akan sampai ke sana kita bicara di cafe dekat kampusmu oke. Bye honey"

"Tapi-"


Tut... Tut... Tut..

Hanya suara itu lah yang terdengar tak ada yang lain. jika sudah begini berarti mau tidak mau aku harus menemui Kak Alan. Kadang aku suka gemas sendiri dengan sikap Kak Alan yang seperti ini.

"Kalian duluan saja aku akan menyusul. Ada urusan yang benar-benar aku selesaikan."

"Jangan mencari alasan kau thief."

"Astaga, aku tak mencari alasan untuk kabur."

"Sudahlah Luc, biar Lexa menyelesaikan urusannya dulu. Jika kau berada diposisi dia dan ada urusan mendadak pasti kau akan mendahulukan urusan itu kan. Jadi jangan berdebat lagi dan kita harus segera menuju ruangan Mr Jose."

Aku baru tau kenapa Sarah begitu bijak hari ini.

"Sudah lex pergilah."

Aku mengangguk dan sesegera mungkin menuju ke cafe yang dimaksud oleh Kak Alan. Tanpa lagi mempedulikan wajah masam yang dipasang oleh Lucas kepadaku.

Kuedarkan pandanganku ke penjuru cafe, sebuah tangan yang kokoh melambai kearahku. Tanpa sadar aku menuju ke arahnya, matanya tak luput melihatku padahal banyak yang melirik kearahnya.

"Hay honey."

"Kak Alan, Ada apa kakak kok tumben ngajak ketemu disini?"

Kulihat dia menghembuskan nafas berat dan memasang muka serius kearahku. Sebuah kerutan di dahi begitu menonjol di keningnya. Aku baru sadar ternyata ia masih mengenakan pakaian formalnya.

"Honey, aku ingin bicara serius denganmu."

"Iya kak, kakak tinggal bilang aja."

"Aku ingin kau mendengarnya baik-baik" tangan Kak Alan menggenggam kedua tanganku. Oke baiklah ini agak sedikit berlebihan kenapa ia jadi begini.

"Apa kamu dan Jonathan bertunangan?"

"Eh? Tunangan?"

Tangan Kak Alan merogoh ponsel yang disakunya. Sebuah foto tak asing terlihat di layar ponsel.

"Astaga. Ternyata ini alasan dia meminta foto denganku."

"Apa maksudmu honey?" Matanya masih saja menatapku dengan lekat.

"Kami tidak sengaja bertemu di salah satu butik, kalau tidak salah dia sedang mengantarkan adiknya untuk fitting baju. Nah dia ternyata melihatku dan tanpa alasan dia meminta foto denganku. Mungkin dia sedang mengerjaimu kak supaya kau cemburu." Ucapku tak lupa sedikit tawa terselip.

"Oh, Thanks God."

Kerutan yang ada di dahi Kak Alan mulai sedikit berkurang. Posisi duduknya sekarang tak begitu condong ke arahku.

"Jadi kakak jauh-jauh kesini hanya untuk menunjukkan foto ini?"

"Bukan menunjukkan honey, hanya meminta klarifikasi saja. Jikapun benar kau bertunangan dengannya, dia harus langkahi mayatku dulu."

"Ohh ayolah kak, jangan terlalu overprotektif kepadaku."

"Ya tapi kan-"


Drtt..drtt...drtt...

Getaran ponsel Kak Alan menahannya untuk melanjutkan ucapannya. Dengan wajah kesal ia menatap id Caller dan wajah mengerikan muncul seketika.

"Apa lagi!"

"...."

"Sudah aku bilang kan atur jadwal meeting di lain hari. Jika ia tidak setuju cabut saja dana yang kita berikan di perusahaan itu. Mau tidak mau dia harus ikuti aturanku."

See.. Turuti perintah atau kau tanggung akibatnya. Ambisi Kak Alan memang sangat besar, tapi anehnya setiap bersamaku ia selalu saja menampilkan wajah yang berbeda. Seperti ia mempunya kepribadian ganda. Malah wajah ke kanak-kanakan yang sering ia tunjukkan padaku.

"Sudah lakukan saja atau kau aku pecat"


Klik...

"Jadi sebenarnya kakak ada meeting penting dan kakak memilih untuk mengundurnya hanya untuk mendengar klarifikasi ini?" Tak lupa sebelah alisku terangkat sedikit.

"Kau yang utama honey, aku tak peduli jika aku tidak memenangkan tender besar. Uang masih bisa dicari, tapi kalau kebahagiaan hati itu yang susah dicari"

Oke baiklah untuk kedua kalinya aku dibuat speechless dengan beberapa orang di sekitarku.

Drtt..drt...drt...

Kini giliran ponselku yang bergetar.

Mrs.Lea Calling...

"Hallo."

"Hallo Lexa, bisa kau segera datang ke sini?"

"Oh iya Mrs iya aku akan segera kesana. Urusan di kampus juga baru selesai. Secepatnya aku akan sampai disana."

"Baiklah. Hati-hati di jalan Lexa, jangan terburu-buru."

"Iya terima kasih Mrs."

Klik...

"Siapa honey?"

"Emm.. temanku kak, aku sedang ada janji dengannya hari ini. Jadi sepertinya aku harus segera kesana. Kak Alan aku tinggal tidak apa-apa kan?"

"Iya honey, pergilah."

Cup..

Sebuah kecupan berhasil mendarat di pipiku. Sempat aku terdiam membatu, tapi dengan cepat aku tersadar sedang berada dimana.

"Hati-hati di jalan honey."

"Iya kak."

Sesegera mungkin aku menuju ke jalan raya dan betapa beruntungnya aku sebuah taksi terlihat dari kejauhan bergerak menuju kearahku.

~♥~

To be continued...

Don't Forget Follow:

Instagram : @penulismager_

🌋 Ramaikan guys 🌋 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top