BAB 18 : Senjata Makan Tuan (?)

ATTENTION!! Bab ini sangat panjang. Jadi kalau bosan tinggalkan dan jgn hilangkan keinginan untuk memberi vote.

Spesial edisi bang Alan :* ({})

Sorry typo bertebaran.

~?~

ALAN POV

Seperti biasanya, aku masih sibuk dengan beberapa tumpuk berkas yang harus aku teliti dan tanda tangani satu-persatu. Walaupun sekarang sebenarnya adalah jam untuk makan siang, tapi aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku ini.

Jangan kalian pasang tampang kasihan kepadaku, karena ini memang sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Bagi keluarga La Fratta, kerja keras salah satu motto kami dan itu sudah mendarah daging dalam diri seluruh keluarga.

Tidak ada kata "menyerah" didalam kamus hidupku dan apa yang aku inginkan harus terpenuhi bagaimanapun caranya.

Tok..tok..tok..

"Masuk." Ucapku ketika mendengar sebuah ketukan di pintu, dilanjut suara pintu yang terbuka membuatku menoleh kearah pintu.

"Ada apa Lori?"

"Maaf Sir, saya datang kesini untuk mengambil berkas perjanjian dari Oliver Corp. Karena sekertarisnya sudah menunggu didepan."

"Kenapa sekertarisnya yang kesini? Biasanya Alexo akan menemuiku dulu saat akan mengambil berkasnya."

"Ia bilang Mr.Alexo sedang tidak ada ditempat dan meminta seketarisnya mengambilkan berkas itu Sir." Jelas Lori yang mulai sedikit ketakutan dengan nada suaraku. Ah... atau mungkin ini efek karena aku belum makan siang.

Kuambil ponsel yang sudah beberapa jam ini tak pernah aku gunakan dan mencari kontak dari Alexo.

Alan
"Apa benar kau mengirimkan sekertarismu untuk mengambil berkas Ale?"

Send...

Drt..drt..drt...

Alexo
"Oh itu.. iya Ala. Karena aku sedang.. *if you now what I mean? Jadi aku menyuruh sekertaris pribadiku untuk datang ke kantormu."

Wohh.. guys.. jangan berpikir macam-macam kenapa aku memanggil Alexo dengan Ale. Aku masih laki-laki normal dan sangat menyukai wanita oke.

Ale itu bukan panggilan sayang atau sejenisnya, itu adalah nama panggilan yang telah kami berdua sepakati. Kenapa kesepakatan kami?. Karena dulu sekali ketika masa kuliah banyak yang memanggilku dan Alexo dengan panggilan Al. Dan itu sempat membuat kami bingung.

Kadang yang dipanggil adalah aku malah Alexo yang menengok. Ketika sebenarnya Alexo yang dipanggil aku yang menengok, bahkan juga pernah kami berdua menengok bersamaan. Dan finally.. terciptalah panggilan Ala dan Ale -jika orang yang tak mengenal kami mungkin sudah mengira aku dan Alexo adalah anak kembar-

Alan
"Aku cukup tau apa yang sedang kau maksud. Yasudah akan aku berikan langsung berkas itu. Karena aku ingin tau seperti apa sekertaris pribadimu itu."

Send...

Drt...drt...drt...

Alexo
"Terserah kau saja, asalkan jangan sampai dia datang terlambat ke kantorku."

Alan
"Bolehkan aku bermain-main sebentar dengannya?."

Drt...drt...drt...

Alexo
"Alando Gray El Fratta, kalau sampai kau menyentuh sekertaris ku itu ataupun aku melihat ada lecet di badannya sekecil apapun, aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu sekarang juga."

Apa kalian mempunyai pemikiran yang sama denganku? Aku rasa Alexo ada sesuatu dengan sekertaris pribadinya itu. Aku saja tak pernah se-posesif itu kepada sekertarisku -kecuali dengan my honey dan adikku tercinta-.

Mungkin aku harus mencoba menggoda Alexo sebentar. Karena sudah lama juga aku tidak membuatnya marah karena ulahku dan aku ingin tau apa dia masih seperti yang dulu atau malah sudah bertambah dewasa.

Alan
"Ayolah Ale kali ini saja *evilsmile."

Alexo
"Aku tidak bercanda dengan ucapan ku Al. jika kau macam-macam dengan sekertaris ku jangan salahkan aku jika mencari wanita yang selalu kau sebut honey itu. Dan akan aku perlakukan sama dengan apa yang kau lakukan pada sekertaris ku."

See... ternyata dia masih sama seperti yang dulu. Dia akan bersikap sangat posesif dan overprotectif jika menyayangi seseorang. Dan aku pikir pasti ada yang spesial dengan sekertarisnya itu sampai-sampai bisa membuat Alexo bersikap seperti itu -lagi- setelah lima tahun kepergian Clarisa.

Alan
"Just kidding Ale, semoga apapun yang sedang kau rencanakan itu berjalan sesuai dengan keinginanmu. Aku akan turut bahagia jika mendengar keberhasilan rencanamu."

Alexo
"Thanks brother. Asalkan saja kau tak mencoba untuk merusaknya maka itu semua akan menjadi rencana yang seratus persen akan berhasil."

Alan
"Hahaha.. kapan aku pernah merusak rencanamu?"

Send...

Drt..drt...drt...

Alexo
"Jangan berlagak pikun Ala, aku sangat yakin pasti kau masih ingat dengan jelas kejadian itu."

Alan
"Aku benar-benar lupa Ale, karena terlalu banyak rencanamu yang telah aku gagalkan *innocenceface."

Alexo
"Kurang ngajar. Dasar bocah tengik!!"

Alan
"Yeah.. bocah tengik yang tampan."

Alexo
"Terserah kau sajalah."

Karena merasa ada seseorang yang mengamatiku akupun mengakhiri acara menggoda Alexo dan yang kudapati adalah Lori yang berdiri dengan gelisah dihadapanku.

Aku tidak tau kenapa dia menjadi gelisah seperti itu, padahal dia sudah bekerja lama menjadi sekertarisku. Ia sedikit gelagapa karena aku memergokinya menatapku.

"Suruh dia menghadapku sekarang dan kau kembalilah bekerja biar aku yang mengurusnya."

"Ba-baik Sir."

Astaga apa aku terlihat menakutkan, sampai-sampai Lori tergagap menjawab perintahku. Ternyata panggilan 'Iblis berparas Malaikat' memang benar-benar pantas aku sandang.

Itu adalah julukan yang diberikan beberapa karyawan yang pernah melihatku marah besar ketika ada kesalahan dalam persentasi bulan lalu. Dan semoga saja mereka tidak mencoba untuk bermuka dua dihadapanku.

"Sebentar Lori."

"Iya Sir."

"Apa kau lihat Jonathan?. Sedari pagi aku tidak melihat batang hidungnya."

"Mr.Jonathan sedang menemani adiknya untuk fitting baju Sir dan kemungkinan tidak akan kembali ke kantor. Ada yang ingin ditanyakan lagi Sir?"

"Tidak ada, kembalilah." Lori mengangguk dan berpamitan untuk memanggil sekertaris Alexo.

"Lori." Ucapku tanpa sadar memanggil Lori kembali dan membuatnya berhenti untuk kedua kalinya.

"Yes sir, ada apa?"

"Aku hanya ingin bilang maaf karena membuatmu ketakutan."

"Tidak apa-apa Sir, mungkin anda perlu istirahat karena sedari tadi saya tidak melihat anda keluar dari ruang kerja. Jangan sampai melupakan kesehatan anda hanya demi pekerjaan sir. Kalau begitu saya permisi."

Kuanggukkan kepalaku ketika Lori kembali berpamitan kepadaku. Aku rasa saran dari Lori memang harus aku coba, aku jadi workaholic karena ayahku. Dialah orang pertama yang mengajarkanku tentang bagaimana caranya memimpin perusahaan disaat diriku masih menginjak bangku SMA.

Terdengar kejam memang dan itu sempat membuat bunda marah kepada ayah karena berani-beraninya ia mengajarkanku tentang itu semua. Awalnya aku memang tidak tertarik dengan hal semacam itu, tapi lambat laun aku mulai menyukainya.

Belum sampai tanganku memegang kembali ponselku untuk menghubungi Emily, sebuah ketukan pintu kembai terdengar dan membuatku menaruh kembali ponsel yang aku pegang.

"Masuk"

Terbukalah pintu itu dan yang aku dapati adalah seorang wanita 'biasa', aku tekankan sekali lagi ya sangat-sangat 'biasa' -lihatlah aku sampai mem-boldnya.-.

Penampilannya memang sama seperti sekertarisku, tapi sebuah kacamata yang sudah cukup ketinggalan jaman bertengger manis dihidungnya itu cukup mengganggu.

"Maaf telah mengganggu istirahat anda Mr Gray. Perkenalkan saya Patricia Bailey sekertaris dari Mr Alexio Oliver. Kedatangan saya kesini untuk mengambil berkas perjanjian Alan's corp dengan Oliver corp." Terangnya tak lupa sebuah senyuman manis ia keluarkan ketika selesai berbicara.

Untuk penampilan mungkin aku kesampingkan dulu karena aku baru menemukan satu kelebihan dari wanita ini. Atau mungkin aku coba untuk bermain-main sebentar dengannya.

"Patricia Bailey, nama yang bagus."

"Thank you sir."

"Jadi kau diutus Alexo untuk datang ke kantorku?"

"Benar Sir, mungkin anda sudah diberitahu terlebih dahulu akan kedatangan saya." Ucapnya tak lupa sebuah senyuman tulus ia keluarkan.

"Apa kau benar-benar sekertaris dari Alexo?. Karena sudah beberapa kali ini ada yang datang mencoba untuk mengambil berkas itu dan mengaku utusan dari Oliver corp."

"Apa maksud anda Sir, saya benar-benar diutus Mr.Alexio untuk datang kesini. Dan ini ID card saya." Jawabnya tak lupa di sodorkannya sebuah ID card kepadaku.

Kuambil ID card itu dan membacanya. Memang benar ID card itu dari Oliver corp, karena ada beberapa tanda yang cukup aku kenali dan itu sebuah ciri khas dari Oliver corp.

"Bisa saja kau mengambil ID card ini dari salah satu karyawan disana dan menggunakan namanya untuk kau jadikan penyamaranmu." Elakku lalu mengembalikan lagi ID card itu kepadanya dan kembali berkutat dengan berkas di mejaku.

"Tapi-"

"Itu adalah ide yang sangat licik nona, bagaimana bisa kau menjadikan Patricia sebagai kambing hitam. Apa kau tidak memikirkan bagaimana nasibnya nanti jika Patricia yang asli dituduh dengan tuduhan mencoba untuk menghancurkan Oliver corp?" Potongku sebelum Patricia membantah tuduhanku.

Kulihat dia terdiam menundukkan kepalanya dan meremas ujung roknya, aku rasa rencanaku sedikit berhasil. Beberapa menit suasana ruangan menjadi hening dan bisa kulihat dari sudut mataku jika ia sekarang sedang mencoba untuk mengumpulkan nyalinya untuk membantah semua tuduhanku.

"Aku benar-benar tidak menyangka jika anda bisa berpikir sejauh itu. Walaupun saya bisa saja melakukan tuduhan yang anda berikan itu, tapi saya tidak akan pernah melakukan hal sekeji itu. Lalu untuk apa setiap hari saya lembur menyelesaikan tugas yang diberikan Mr.Alexio?"

Aku terdiam dan melihat apa lagi perkataan yang akan ia lontarkan. Dia kembali memejamkan matanya lalu menatap kearahku.

"Memang saya bukan kalangan orang kaya seperti anda Mr Gray, saya bekerja keras di perusahaan itu untuk mencukupi kebutuhan hidupku dengan adikku."

DEG...

Entah kenapa jantungku sedikit mencelos mendengarnya bekerja keras untuk menyambung kehidupannya dan adiknya. Sepertinya kata-kata itu tidak terdengar asing ditelingaku. Itu memang tidak asing lagi.

"Jika anda bertanya apa tujuan saya bekerja di Oliver corp maka akan saya jawab memajukan atau mengubah perusahaan itu adalah tujuan kedua saya. Tujuan yang sebenarnya adalah untuk mendapatkan uang dan kebutuhan hidup adikku terpenuhi."

"Apa kau yakin dengan ucapanmu itu?" Tanyaku yang membuatnya tersenyum kecut kearahku.

"Ya, saya cukup yakin dengan itu Sir. Mungkin terdengar klis tapi memang itulah kenyataannya. Hidup ini keras tuan, tapi akan terasa mudah jika kita menikmatinya. Dan seperti itulah caraku bekerja di Oliver corp yang penuh perjuangan daripada kesenangan."

"Awalnya memang banyak yang memandang sebelah mata terhadapku. Bahkan sempat terpikir kenapa wanita tak menarik sepertiku bisa menduduki posisi sekertaris pribadi dari seorang Mr Alexio." Lanjutnya lalu terdiam kembali.

"Benar apa yang kau katakan itu Miss Bailey, aku juga sempat berpikir kenapa wanita sepertimu bisa menjadi sekertaris Alexo. Secara yang sering menduduki posisimu itu adalah kalangan wanita cantik yang haus akan tahta dari Alexo."

Dia kembali meremas roknya, aku tersenyum senang melihatnya. Mungkin sebaiknya aku keluarkan serangan terakhirku.

"Atau jangan-jangan kau merayu Alexo dan menawarkan tubuhmu kepadanya sampai-sampai dia mau menerimamu menjadi sekertaris pribadinya?"

BRAK...

"Jaga ucapanmu Mr Gray yang terhormat. Saya masih menghormati anda karena saya masih tau diri dengan siapa saya sedang berbicara. Jangan samakan saya dengan wanita-wanita mantan sekertaris dari Mr Alexio yang menawarkan tubuhnya untuk mendapatkan posisi itu." Ucapnya masih menggebu-gebu karena marah dengan ucapanku.

Dia sempat menggebrak meja yang sempat membuatku sedikit terkejut. Sekarang ia masih memposisikan tubuhnya berdiri menghadapku, dengan tatapan sengit tanpa takut apa yang akan terjadi jika ia tak bisa mengontrol emosinya. Aku hanya melihat kearahnya, mencoba untuk berdiri dan mempoisisikan tubuhku sejajar dengan tubuh mungilnya.

Ia tetap tidak bergeming dengan posisi kami yang cukup dekat. Aku masih tetap menatapnya tepat dikedua bola matanya. Cantik, itu adalah kata yang tepat untuk aku gambarkan pada perempuan didepanku ini. Ternyata jika dilihat dari dekat ia cukup cantik walaupun kacamata sialan itu bertengger dihidungnya.

Andai saja ia lepas kacamata itu dan dilakukan sedikit perubahan mungkin ia bisa berubah dari 'seekor itik menjadi seekor angsa'.

Kuperhatikan lagi ia mulai mengerutkan dahinya dan sedikit mulai gelisah melihat kearahku. Mungkin dia mulai tidak tahan jika melihatku dari dekat karena aku menatapnya cukup intens. Ada sedikit rona merah dipipinya dan itu cukup membuatku gemas melihatnya.

"Ternyata seperti perkiraaku." Ucapku lalu beranjak dan berjalan kearah rak besar tempat dimana berkas perjanjian Oliver corp tersimpan.

Dia tampak menghembuskan napasnya lega ketika aku mengakhiri kontak mataku dengannya. Aku tidak akan tau bagaimana akhirnya jika aku masih tetap pada posisiku tadi, pipinya mungkin sudah semerah kepiting rebus.

"Apa maksud anda Sir"

"Tidak ada, aku tidak bermaksud apa-apa. Ini berkasnya dan maaf atas perlakuanku padamu. Aku hanya mengetesmu saja." Jawabku tak lupa kukeluarkan senyuman terbaikku, aku rasa itu cukup untuk menebus perbuatanku.

Tangannya terulur dan menerima berkas itu. Tapi dia masih terdiam melihatku. Dan akhirnya ia membalas senyumanku tanpa ragu.

"Tidak apa Sir, dan maafkan saya jika ada perkataan yang menyinggung anda."

"Santai saja Miss Bailey, jika aku berada diposisimu maka aku juga akan melakukan hal yang sama."

"Panggil Patricia saja Sir."

"Baiklah jika kau memaksa dan kau bisa memanggilku Alan, jangan gunakan embel-embel apapun."

"Tapi Sir-"

"Aaa.., aku tak mau mendengar ada bantahan disini. Dan sebaiknya kau segera kembali ke kantor karena bisa aku tebak pasti sekarang ia sudah mendidih menunggumu terlalu lama. Kembalilah sebelum ia mengacak-acak seluruh kantor atau ia akan mencoba membunuhku." Ucapku sambil menutup telingaku sebagai penegasan dari perkataanku dan iapun kembali tersenyum.

"Baiklah Sir, eh maksudku Alan, sebaiknya aku pergi. Sebelum Mr alien itu menelponku menggunakan bahasa planetnya."

"Mr alien? Kau memanggil Alexo dengan sebutan itu?"

"Karena dia sangat aneh dan juga selalu mengeluarkan kata-kata yang aku tidak mengerti. Tapi aku sedikit paham jika kata-kata yang ia ucapkan adalah sebuah umpatan yang dilontarkannya dengan bahasa aneh."

Aku cukup paham dengan apa Patricia maksudkan. Mungkin Alexo lebih sering menggunakan bahasa italia ketika ia sedang marah. Sehingga tidak akan ada yang tau apa yang sebenarnya ia katakan. Ternyata kebiasaan buruknya tak juga hilang.

Tiba-tiba saja sebuah dering ponsel terdengar dan suara itu bukan berasal dari ponselku, melainkan dari Patricia. Diambilnya ponsel yang berada ditasnya.

"Yes Sir."

"Kau dimana hah? Cepat kembali ke kantor sekarang juga!!"

Oh.. ternyata dari Alexo, pantas saja Patricia sedikit mendesah tak senang ketika melihat ID caller-nya.

"Baik Sir, aku akan segera kesana."

"Bagus, aku tunggu lima belas menit dari sekarang. Dan katakan kepada Alan aku akan benar-benar membunuhnya jika ia masih menahanmu disitu."

"Akan-"

Tut..tut..tut...

Patricia kembali menghembuskan napasnya dengan gusar, lalu dimasukkannya ponsel itu kedalam tasnya.

"Pasti dari Alexo, kembalilah sebelum aku benar-benar mati ditangannya." Ia malah tersenyum mendengar ucapanku.

"Kalau begitu aku permisi dulu Alan dan sampai jumpa dilain waktu."

Kuanggukkan kepalaku lalu ia mengulurkan tangannya dan kami berjabatangan sebagai salam pepisahan. Dengan tergesa ia segera keluar dari ruangan ku dan akhirnya ruangan ku menjadi sepi kembali.

Ada baiknya aku ke kafetaria, mengisi perutku yang sudah mulai merasa keroncongan. Kutinggalkan ruanganku itu dan menuju kearah ruangan dimana sekertarisku berada.

"Lori."

"Yes Sir."

"Aku ke kafetaria sebentar, jika ada yang mencariku tolong katakan tunggu sampai aku selesai makan."

"Baik Sir."

~?~

Sepiring nasi goreng dan juga kopi hitam sudah tersedia didepanku. Oke mungkin ini adalah perpaduan yang kurang cocok tapi aku tak masalah dengan itu semua. Yang paling terpenting adalah perutku terisi penuh.

Suasana di kafetaria lumayan lenggang. Hanya beberapa segelintir orang yang memenuhinya karena sekarang sudah lewat dari jam makan siang. Biasanya kafetaria ini sangat ramai saat jam makan siang berlangsung, sehingga aku jarang menghabiskan waktu makan siangku disini.

Dan hari ini adalah hari pertama dimana aku menginjakkan kakiku ke tempat ini. Jangan kalian pikir aku terlalu sombong sehingga tak mau makan bersama dengan bawahan ku.

Aku sudah menjelaskannya tadi kan?. Aku tidak terlalu suka dengan tempat yang penuh ataupun terlalu ramai. Itu membuatku tidak nyaman. Lebih baik aku makan makanan dipinggir jalan daripada ketempat yang penuh dan sesak.

Ponselku yang tadinya tergeletak tak bernyawa mulai menampakkan kehidupannya. Notif line dari Jhonatan lah yang membuat ponselku kembali hidup.

Jho_nathan
"Tebak apa yang aku temukan di R & J ?"

ALan_
"Mana aku tau dan aku tak mau tau. Kenapa kau tak kembali ke kantor Jho Jho."

Jho_nathan
"Yakin kau tak ingin tau?. Tidak, karena aku sibuk membantu adik kesayanganku. Jangan panggil aku Jho jho Al."

ALan_
"Hem... Itu panggilan yang manis bukan? Jho jho? Jhojhoba oil, HAH!"

Jho_nathan
"Kurang ajar kau."

Aku rasa hari-hariku ini penuh dengan menggoda seseorang. Mulai dari Alexo, Patricia lalu Jhonathan, ini cukup menyenangkan sekali. Tapi setiap kali aku menggoda Jhonathan pasti malah dia yang memberikanku kejutan. Dan firasatku berkata dia pasti sedang merencanakan sesuatu. Kembali kubuka line dan mulai mengetikkan pesanku.

ALan_
"Memang apa yang kau temukan di R & J?"

Jho_nathan
"Wohh.. ternyata Mr Alando mulai kepo."

ALan_
"Cepat katakan aku masih banyak pekerjaan."

Lima belas menit berlalu dan pada akhirnya ia tak membalasnya. Sudah aku duga pasti dia sedang bermain-main denganku. Awas saja besok jika aku bertemu dengannya.

Berhubung jam tangan ku mulai menunjukkan jam dua siang. Karena makanan maupun minumaku sudah kandas tak tersisa, aku menuju kearah kasir.

Seperti biasa aku mendapati beberapa pasang mata menatapku memuja dan wanita yang duduk dipojok ruangan terang-terangan menatapku intens. Kuacuhkan tatapan itu dan bergerak ke kasir.

"Jadi semuanya berapa?" Tanyaku kepada penjaga kasir yang tersenyum menyambutku.

"Totalnya lima dolar Sir." Ucap penjaga kasir itu dan saat itu juga ponselku mulai bergetar.

"Sebentar ya."

Ia mengangguk, kuambil ponsel yang berada di saku jas. Sekarang notif wa muncul dilayar dan ternyata itu dari Jhonathan. Ia mengirimkan sebuah gambar.

Dan yang aku dapati adalah foto perempuan yang tengah mengenakan sebuah baju -lebih tepatnya gaun- berwarna pink tanpa lengan dengan pita besar berada dipinggir pinggangnya. Ia tampak feminim mengenakan baju itu, tapa sadar sebuah lengkungan tercipta dibibirku.

Jonathan
"Cantik bukan?"

Alan
"Cantik. Bukannya dia.."

Jhonathan
"Honeymu? Tentu saja bukan Al. Ayolah Al, di dunia ini ada tujuh orang yang diciptakan Tuhan memiliki wajah yang sama. Hanya saja mereka ditakdirkan memiliki karakter yang berbeda-beda."

Alan
"Yeah kau benar.. dari kejauhan perempuan ini sedikit mirip dengan my honey. Lalu dia siapa?"

Jhonatan
"Dia calon tunanganku Al."

"WHAT!!"

"Ada apa tuan? Apakah ada masalah?" Tanya penjaga kasir itu kepadaku. Bahkan beberapa orang mulai menatap aneh kearahku. Oh sial, aku lupa jika aku masih di kafetaria. Bodohnya aku.

"Tidak, ini uangnya." Jawabku lalu menyerahkan selembar uang sepuluh dolar kepadanya.

"Kembaliannya ambil saja" lanjutku menghentikannya untuk mengambilkan kembalian kepadaku.

"Terima kasih tuan."

Aku mengangguk dan berjalan meninggalkan kafetaria menuju ke ruanganku. Pikiranku masih melayang dengan pesan dari Jhonathan. Kuambil kembali ponsel yang sempat aku sematkan didalam saku jasku dan mulai membalas pesan jhonatan. Dia harus menjelaskan semuanya.

Alan
"Wohh.. tunanganmu? Aku bahkan tak tau jika kau sudah bertunangan bung."

Jhonathan
"Yeah.. ini kejutan untukmu. Apa kau tak ingin lihat lebih dekat wajah tunanganku itu Al?"

Sebenarnya aku juga sedikit penasaran dengan wajah perempuan itu. Karena foto yang diberikannya sedikit blur. Aku juga tidak tau kenapa, apa mungkin ia sengaja membuatku penasaran?.

Alan
"Kau ini, pasti kau sengaja mem-blurnya supaya aku penasaran eh?. Pintar sekali kau."

Jhonathan
"Haha.. itu benar Al, jika kau tidak ingin tau juga tidak apa-apa. Tapi untuk menghilangkan rasa kepo mu itu aku sudah mengirimkan fotonya di email mu."

Alan
"Akan aku lihat nanti."

Oh hebat, sekarang aku sudah mulai tak sabar untuk melihatnya. Dan kenapa juga lif ini begitu lama sekali.

Ting...

Jhonatan
"Tapi kau tidak boleh terlalu lama mengamatinya oke."

Apa maksudnya ini? Aku benar-benar heran dengan Jhonathan. Apa ia takut jika aku suka dengan tunangannya setelah melihat fotonya?. Dia benar-benar konyol.

Alan
"Astaga Jho.. kau posesif sekali. Itu hanya foto Jho foto bukan orangnya langsung. Kau santai saja aku tidak akan tertarik dengan tunanganmu itu."

Jhonathan
"Benar kau tidak tertarik?"

Alan
"Yeah, kau bisa pegang omonganku ini. Aku tidak akan segila itu merebut tunangan orang apalagi tunangan sahabatku sendiri. Itu benar-benar konyol."

Jhonathan
"Aku pegang ucapanmu itu. Aku harap kau tidak mengingkarinya. *evilsmile."

Kupercepat langkahku menuju ke ruangan dan tak memperdulikan emoticon yang diberikan Jhonathan. Karena rasa penasaranku entah kenapa mulai menghantuiku dan juga masih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada Jhonathan. Anak itu memang benar-benar ajaib. Selalu saja ada kejutan tak terduga darinya.

Kuambil leptop yang tergeletak di meja kebesaranku, sebuah email masuk muncul dilayar. Saat kubuka langsung terlihatlah foto Jonathan yang merangkul seorang perempuan berkacamata. Perempuan itu mengenakan sebuah baju berwarna hitam tanpa lengan yang tampak manis ia gunakan.

Memang benar jika di dunia ini ada tujuh orang yang diciptakan Tuhan memiliki wajah yang sama dan memiliki karakter yang berbeda. Tapi kenapa wajah perempuan itu mirip sekali dengan my honey?. Bukan mirip lagi, tapi bagai pinang dibelah dua. Benar-benar identik.

Setauku walaupun memiliki wajah sama pasti tidaklah identik. Kemungkinan itu hanya satu banding satu jutaan orang di dunia ini. Karena kebanyakan orang yang kembar identik itu yang memiliki ikatan darah yang sama atau bisa dibilang satu rahim.

Kuambil sebuah album yang sengaja aku tinggalkan dikantor. Album khusus dimana hampir mayoritas foto dari my honey. Jangan kalian pikir aku maniak atau seorang psikopat, hanya saja aku suka menyimpan kenangan foto orang yang berarti dan juga aku sayangi -termasuk foto orang tuaku dan adik tercinta-

Menyandingkan kedua foto itu mencari perbedaan dari foto itu. Aku merasa seperti sedang bermain mencari perbedaan dari gambar yang sebenarnya sudah berbeda. Benar-benar konyol. Tiba-tiba saja sebuah pesan masuk membuatku harus mendesah kesal karena mengganggu kosentrasiku.

Jhonathan
"Bagaimana? Cantik bukan?"

Alan
"Kenapa dia mirip sekali dengan My Honey?"

Jonathan
"Akan aku katakan kenapa dia bisa begitu mirip dengan honeymu itu. Tapi kau harus berjanji padaku dan kau tak akan mengingkarinya."

Alan
"Baiklah aku berjanji kepadamu. Karena aku tidak pernah mengingkari janji apapun Jho."

Jhonathan
"Janji?"

Alan
"ASTAGA JHO! JANJI. Aku JANJI padamu. Kenapa kau jadi seperti abg labil heh?"

Send..

Drt..drt..dtr..

Jhonathan
"Hehe.. kau tidak boleh marah kepadaku dan jangan ingkari kata-katamu yang kau katakan di Line beberapa menit yang lalu."

Alan
"Oke, sekarang cepat katakan kenapa dia bisa se-identik itu dengan my honey?"

Sepuluh menit berlalu, dia sepertinya mulai mengerjaiku lagi. Dan kenapa dia membalas pesanku selalu lama disaaat itu benar-benar penting. Kembali lah aku memfokuskan pikiranku kearah leptop yang masih menyala didepanku dan detik itu juga ponselku kembali bergetar.

Jhonathan
"Sebenarnya dia memang honey mu Al. Dan dia juga sudah jadi tunanganku. Maafkan aku sudah mendahuluimu bung :v "

JHONATHAN!!!

Drt..drt..drt..

Jhonathan
"Aku tau kau pasti meneriaki namaku."

Ini benar-benar senjata makan tuan. Ya.. Senjata makan tuan.

~❤~

To be continued..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top