BAB 15 : Done [Bagian 2]

LEXA POV

"Kenapa kau membayar semua belanjaanmu itu dengan uangku?" Tanya bunglon yang kini kami sudah berada didalam mobil mewahnya. Tak lupa dengan dahi yang ia tekuk lebih dalam dari biasanya.

"Kenapa kau begitu jenius Mr bunglon?"

"Apa maksudmu?" Aku rasa dia terkena amnesia jangka pendek.

"Hey Mr bunglon yang luar biasa jeniusnya melebihi Enstein. Coba kau ingat-ingat lagi bagaimana kau membawaku sampai kesini."

"Bicaralah yang jelas thief, kau benar-benar membuatku pusing."

"Oh my god!. Baiklah akan aku jabarkan lebih jelas. First, kau mengirimiku pesan bahwa kau memintaku untuk segera datang ke kampus. Dan juga kau mengancamku jika tak cepat aku keluar dari apartemenku kau akan datang dan menyeretku keluar. Ingat?"

Bunglon hanya menganggukkan kepalanya tak luput wajah innocencennya ia keluarkan. Oh astaga, ekspresinya benar-benar membuatku ingin menciumkan sepatu kesayanganku ini tepat dipipinya.

"Second, tiba-tiba saja bel apartemenku berbunyi sangat keras, dan aku yakin orang yang membunyikannya adalah orang yang tidak waras. Kubuka ternyata benar, kau datang didepan apartemenku seperti hantu yang tidak diundang sama sekali."

"Ketika aku ingin mengambil tasku yang ada didalam, kau langsung saja menyeretku dan mengatakan 'persetan dengan tas itu'. Lalu kau menyeretku menuju ke lif dan membiarkan pintu apartemenku terbuka lebar." Terangku panjang lebar yang kini malah dihadiahi senyuman lebar dari bunglon.

"Ya ya ya, aku ingat sekarang."

"Jadi jangan salahkan aku jika aku melakukan hal itu. Kau tenang saja besok akan aku ganti uang yang sudah aku ambil dari atm mu itu."

"Memang harus begitu, kau harus menggantinya." Ucapnya sarkatis.

Ada yang punya kapak atau golok?. Rasanya ingin aku bunuh juga orang ini. Harusnya dia tidak meminta untuk diganti uangnya, secara yang akan memakan panino itu adalah dia bukannya aku. Kuabaikan ucapan sarkatis dari bunglon dan kembali menatap kearah luar kaca mobil.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai di kampus. Dan suasana kampus sudah agak lenggang karena banyak yang sudah mengikuti makul mereka masing-masing. Setidaknya tidak akan ada yang histeris ketika aku keluar dari mobil bunglon ini, ataupun mendapat tatapan sinis dari fans fanatik bunglon.

Kuambil belanjaan yang berada dikursi belakang dan segera keluar dari mobil. Disusul bunglon yang kini sudah berada disampingku, berjalan beriringan dengan diriku menuju kearah ruangan Mr Jose. Disaat kami sampai disana, kami disambut oleh lima orang.

Yang aku tahu juri yang akan menilai masakanku hanya Mr Jose, Elena, Paula dan bunglon sendiri. Itu yang memilih adalah bunglon, tapi kenapa sekarang malah bertambah.

"Akhirnya dua sejoli ini datang jugaa."

PLETAK!!

"Aww, sakit Lex."

"Apa yang kau katakan hah?" Ucapku setelah berhasil menjitak kepala Elena.

"Hehe.. bukan apa-apa. Aku pikir kalian bisa jadi pasangan yang serasi." Jawabnya sambil nyengir kuda kearahku. Belum sampai tanganku ke kepala Elena Mr Jose mengambil suara.

"Sudah sudah, jadi sekarang bagaimana?" Lerai Mr Jose sebelum tanganku lolos mendarat ke kepala Elena.

"Berhubung bahan-bahan sudah ada, juri sudah ada dan juga pesertanya sudah siap sebaiknya kita mulai saja." Kata Kathy yag kini mendapat anggukan persetujuan dari semua penghuni ruangan Mr Jose.

"Akan aku tunjukkan dimana pantrynya." Sahut bunglon sambil mengambil alih belanjaan yang berada di tanganku. Aku mengikutinya menuju kesebuah ruangan.

Wait..wait..wait... kenapa bunglon yang menunjukkan pantrynya?. Secara pasti yang tau secara detail ruangan Mr Jose adalah hanya beliau. Kenapa bunglon bisa tau letaknya?. Dan kenapa Mr Jose tidak mencegahnya?.

Mungkin sebaiknya aku tidak melontarkan pertanyaanku itu. Yang aku tahu, pasti akan berakhir dengan yang namanya pertengkaran. Aku cukup yakin itu.

"Ini tempatnya."

Kuedarkan pandanganku kearah seluruh penjuru pantry. Hampir sama dengan pantry yang ada di apartemenku, tapi mungkin disini peralatannya sedikit lebih lengkap. Dan ornamen pantry benar-benar memberi kesan maskulin dan pasti orang juga akan berpikir jika pemilik pantry ini adalah seorang pria.

"Kau bisa memulainya thief, dan aku beri waktu tiga puluh menit untuk membuat enam panino. Dan bekerjalah dengan baik atau kau akan menjadi asistenku selama seminggu."

"Ya ya ya, tak usah kau ingatkan aku juga sudah ingat. Kau pikir aku sepertimu? Yang mudah melupakan kejadian yang baru beberapa menit berlalu." Ucapku sarkatis.

"Sudahlah thief, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu."

"Kau pikir aku juga ingin berdebat denganmu hah! Dan jangan panggil aku thief lagi."

"Itu belum berlaku thief, aku sudah tidak akan memanggilmu thief lagi jika kau memenangkan tantangan ini." Jawab bunglon sambil menekuk kedua tangannya didepan dada.

Lalu ia pergi meninggalkanku di pantry sendirian. Aku membalikkan badanku menghadap kearah kompor.

"Dasar bunglon, narsis, bossy, gila, orang pikun." Lirihku pelan.

"Hey! apa kau bilang tadi?"

"Apa? Aku tidak bilang apa-apa."

"Telingaku cukup tajam dan aku mendengar apa yang kau katakan tadi."

"Kenapa masih bertanya jika kau sudah mendengarnya?" Cicitku mendengar ucapan bunglon.

"Coba kau ulangi lagi perkataanmu tadi."

"Perkataan apa?"

Tiba-tiba saja bunglon sudah mendekat kearahku. Dengan tangan yang terlipat di dada sedangkan aku meletakkan kedua tanganku dipinggang. Ia membuat jarak yang cukup dekat denganku. Akupun juga ikut mendekat mencoba untuk mengintimidasinya. Jangan pikir aku tidak berani menghadapinya.

"Coba diulangi."

"Tidak! Tidak akan."

"Coba diulangi." Desaknya lagi.

"Sekali tidak ya tidak."

"Kau ini!" Geramnya

"Apa hah?"

"Eh..eh..eh kalian ini kenapa malah ribut sendiri." Sahut sebuah suara yang kini mulai mendekat kearahku dan bunglon berdiri.

Aku dan bunglon melepas kontak mata kami lalu menghadap kearah orang tak diundang itu. Lalu kamipun kembali mengikat kontak mata kami dan tak menghiraukan kedatangan orang itu.

"Astagaa, aku dikacangin. Sampai kapan kalian mau begitu?"

"Diamlah El!" Jawabku dan bunglon bersamaan.

"Oh my God! kalian ini. Siapa saja tolong bantu aku disini." Teriak Elena yang sama sekali tak berpengaruh terhadapku maupun bunglon. Kami berdua masih saja menatap sengit satu sama lain.

"Cepat ulangi perkataanmu." Desak bunglon sekali lagi.

"Tidak, dan tidak akan. Kau bilang kau sudah mendengarnyakan."

"Cepat katakan atau aku akan..."

"Akan apa hah? Aku tidak akan pernah takut menghadapimu." Ucapku yang kini malah mendapat sebuah seringai kecil dari bunglon.

"Atau aku akan... Awww..."

Tiba-tiba saja sebuah tangan muncul dan menarik telinga bunglon yang kini membuatnya kesakitan.

"Sampai kapan kalian akan bertengkar?" Tanya orang itu lalu aku hanya bisa tersenyum lebar kearahnya, sedangkan bunglon masih sibuk mengelus telinganya yang memerah.

"Jika kalian masih saja bertengkar, aku bisa jamin panino itu akan siap besok pagi."

"Maafkan aku Mr Jose, bukan aku yang memulainya tapi si bunglon yang lebih dulu."

"Heh! kau dulu yang mulai thief." Sahut Bunglon setelah beberapa menit terdiam dan hanya menjadi pendengar.

"Enak saja, kau."

"Kau.."

"Kau.."

"Ka.."

"Heehh.. malah ribut lagi. Sudahlah Luc, biarkan Lexa menyelesaikan tugas awalnya. Setelah selesai kalian bisa lanjutkan lagi perdebatan kalian." Kata Mr.Jose yang kini mendapat anggukan dariku maupun dari bunglon.

"Dengarkan itu thief."

"Kau juga."

"Lucas, jangan memulai lagi. Sebaiknya kita kedepan saja." Usul Mr Jose. Mereka berduapun pergi menuju ke ruang depan, Elena mengekori mereka setelah berhasil memanggil bala bantuan. Tak lupa ia tersenyum penuh arti kearahku.

"Pasangan yang SE.RA.SI " ucapnya sebelum tanganku berhasil mencekal pergelangan tangannya.

Bisa kudengar Elena tertawa puas setelah berhasil menggodaku. Tanpa pikir panjang lagi aku segera mengenakan aproun dan memulai untuk membuat saus pesto terlebih dahulu.

Kumasukkan daun basil, minyak zaitun, kacang pie dan juga bawang putih ke dalam food prosessor. Setelah dirasa halus, akupun meletakkanya kedalam mangkuk saus kecil lalu kusimpan didalam kulkas. Lalu kuambil ayam kemudian memotongnya setebal kurang lebih satu sentimeter, tak lupa mencincang bawang putih dan juga daun rosemary.

Sembari menunggu minyak panas, kusiapkan selada, tomat, dan juga keju untuk isi panino nanti. Setelah semuanya siap dan juga minyak sudah panas, kumasukkan cincangan bawang putih dan menumisnya hingga tercium harum. Lalu daun rosemary, merica dan juga potongan ayam ikut masuk kedalam tumisan bawang putih. Ketika ayam sudah berubah warna dan matang kuangkat dari kompor dan meyisihkannya kesebuah piring.

Sekarang hanya tinggal mengolesi roti dengan saus pesto yang aku simpan didalam kulkas. Lalu mengisinya dengan selada, tomat, keju dan ayam. Kulihat jam yang menggantung didinding ternyata tinggal 10 menit lagi. Kupercepat menyelesaikan menolesi rotinya dan segera meletakkannya di wajan bergerigi yang sudah diolesi mentega untuk membuat alur bergerigi pada sisi roti.

"Wah harumnya. Kau sudah selesai Lex?"

"Hanya tinggal satu ini dan semuanya akan selesai." Jawabku sambil meletakkan roti terakhir kedalam wajan bergerigi dan membaliknya kembali.

"Aku rasa kau akan menang Lex."

"Yahh semoga saja , kita lihat saja nanti El."

Aku meletakkan satu persatu panino kedalam piring kecil lalu diletakkan dinampan besar. Tak lupa aku siapkan saus pesto, mayones dan juga saus sambal dimakuk sambal kecil untuk berjaga-jaga jika ada yang suka ditambah dengan itu semua kedalam panino mereka.

"El bisa kau bawakan nampan yang satunya?" Pintaku pada Elena yang masih memandang lapar kearah panino yang baru matang.

"El?"

"..."

"Elena.."

"..."

"Elenaa.."

"..."

Astagaa.. anak ini sudah dipanggil tiga kali masih saja tak menjawab. Aku rasa dia kali ini pasti sedang benar-benar lapar. Raganya ada disini tapi jiwanya aku tidak tahu dia berkeliaran dimana.

Aku berdehem untuk membersihkan kerongkonganku agar suara yang aku ciptakan sedikit besar. Aku berdiri tepat dibelakangnya dan ternyata dia masih saja bergeming dengan posisinya saat ini. Mendekat lagi didekat telinganya dan...

"ELENA LA FRATTA."

"Ohh..SHIT!!" Umpat Elena sambil mengusap telinganya. Sedangkan aku lumayan puas mengerjainnya kembali dan tertawa renyah melihat ekspresi Elena yang tak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Jika kalian bisa melihat langsung aku jamin kau akan tertawa terpingkal-pingkal.

"LEXAA! apa yang kau lakukan. Aku masih bisa mendengar dengan jelas, kau tak perlu berteriak kepadaku." Kesalnya kepadaku lalu memberikan tatapan tajam kearahku. Ohh ayolah El, aku sudah terlalu kebal dengan lirikanmu itu.

"Aku sudah memanggilmu tiga kali dan kau tidak menyaut sama sekali. Jangan salahkan aku jika aku melakukan itu. Lagian, score kita satu sama El."

"Oh, jadi kau balas dendam padaku?"

"Tidak, hanya mengikuti alur saja." Jawabku santai sambil mengeluarkan seringai kecilku dan Elena hanya menanggapinya dengan dengusan kecil.

"Memang tadi kau bilang apa Lex?"

"Bisakah kau bawakan nampan yang satunya kedepan ELENA LA FRATA. Tanganku hanya dua dan hanya mampu menopang satu nampan, jadi bisakah kau membantuku ELENA yang cantikkk."

"Ohh.. itu. Oke siap. Aku tahu aku memang cantik Lex." Bangganya lalu melenggang mengambil nampan dan berjalan menuju kedepan mendahuluiku.

"Sejak kapan kau jadi narsis kaya si bunglon?"

"Sejak... tadi." Jawabnya lalu memamerkan deretan gigi putihnya dan melanjutkan langkahnya lagi menuju ke depan.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ketika melihat kembali tingkah aneh Elena. Lalu aku menyusulnya dari belakang mengikutinya menuju kedepan ruangan.

~♥~

AUTHOR POV

Disebuah ruangan terdapat beberapa orang yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang sedang saling mengobrol, bermain dengan gadged mereka dan ada yang tengah asyik mendengarkan lagu.

Mereka semua terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing sampai sebuah teriakan -yang sebenarnya belum masuk ke kategori teriak-, membuat mereka semua menoleh bersamaan kearah sumber suara.

"Makanan sudah siap." Ucap seorang perempuan yang tengah membawa sebuah nampan ditangannya serta diikuti seorang perempuan -lagi- dibelakangnya yang masih mengenakan aproun yang juga membawa sebuah nampan.

Semua orang yang ada diruangan tersebut hanya menggelengkan kepalanya mendengar teriakan perempuan itu. Perempuan yang berada dibelakangnya tadi pun sama-sama ikut menggelengkan kepalanya. Mereka berdua mendekat kearah gerombolan orang tersebut dan ikut duduk bersama mereka.

"Wihh, baunya enak sekali. Pasti rasanya juga sama enaknya." Sahut perempuan yang tadinya asyik mendengarkan lagu.

"Pastilah Paula, secara yang masakkan aku."

"Heh!"

PLETAK...

"Aww, sakit Kat."

"Aku sudah tau kalau yang memasak bukan kamu El, tapi si Lexa. Sedari tadi kau berada disampingku dan bermain dengan ponselmu. Dan juga kau pergi ke pantry hanya beberapa menit yang lalu." Ucap Kathy yang berhasil menjitak kepala Elena karena merasa gemas dengan tingkah anehnya.

"Sudah sudah jangan ribut lagi. Berhubung makanan sudah siap sebaiknya kita mulai saja penilaiannya" Kata Mr Jose.

Mereka semua mengambil satu-satu piring yang tersedia didepan mereka. Tak lupa mereka sudah membawa buku kecil untuk menilai masakan dari Lexa.

"Ini apa Lexa?" Tanya Sarah menunjuk kearah mangkuk kecil tempat sambal.

"Oh ini mayones, saus pesto dan juga saus sambal biasa. Aku menyiapkannya hanya untuk berjaga-jaga saja." Terang Lexa yang membuat Sarah dan lainnya mengangguk dengan penjelasan Lexa.

Beberapa pasang mata mulai berbinar ketika merasakan gigitan pertama. Tak luput juga rival dari Lexa terkesan kagum ketika merasakan masakan Lexa. Dan Lexa melihat perubahan ekspresi dari Lucas yang sangat terlihat jelas.

"Aku menang." Kata Lexa dalam hati.

"Apa ini? Rasanya aneh." Sahut Lucas sambil meletakkan panino kembali keatas piring. Yang membuat beberapa orang melirik kearah Lucas.

"Rasanya tidak aneh, bahkan rasanya menandingi panino yang dijual di LandS Cafe." Sela Kathy yang merasa tak setuju dengan komentar yang dikeluarkan oleh Lucas.

"Yang dikatakan Kathy benar, rasanya benar-benar enak. Mungkin lidahmu sedang bermasalah Luc."

"Tidak, lidahku tidak bermasalah, memang masakannya saja yang rasanya aneh." Kekeh Lucas, tapi Lexa dapat melihat kebohongan dimata Lucas.

"Oh.. kau mencoba mengelak ya? Baiklah akan aku ikuti permainanmu." Batin Lexa.

"Benarkah?"

"Memang benar thief, jadi mulai besok kau harus menjadi asistenku selama satu minggu." Ucap Lucas sambil memamerkan seringainya kepada Lexa.

"Oh tentu tidak bisa. Untuk apa kau memanggil Mr Jose, Kathy, Paula, Elena dan juga Sarah jika akhirnya hanya kau yang memutuskannya."

"Ya sesukaku, karena keputusannya berada ditanganku."

"Kau tidak bisa begitu nak Lucas, sebaiknya kita lakukan voting untuk menentukan apakah Lexa menang atau kalah. Jika yang menilai hanya dirimu maka apa gunanya nak Lucas mengumpulkan kami semua" Sahut Mr Jose yang mulai membela Lexa.

"Benar itu Mr, kau tidak boleh egois Lucas. Semuanya harus didiskusikan terlebih dahulu. Lagian aku juga tidak yakin jika masakan Lexa rasanya aneh." Ucap Sarah yang memandang sengit kearah Lucas karena merasa tidak terima.

"Aku mengatakan apa yang aku rasakan saat ini. Jangan menganggapku seperti orang yang tengah berbohong."

Lexa membisikkan sesuatu kepada Elena, Lucas yang melihat hal itu hanya menatap penuh tanya. Sesekali Elena menatap kearah Lucas dan memberikan sebuah seringai kecil dibibirnya yang sukses membuat Lucas berpikir keras apa yang sebenarnya Lexa bisikkan kepada Elena. Akhirnya Elena mengangguk dan Lexa membenarkan posisi duduknya seperti semula.

"Kau yakin dengan ucapanmu itu Luc?"

"Aku cukup yakin El."

"Kau tidak keberatankan jika aku mencicipi panino milikmu?" Tanya Elena sekali lagi dan menatap kearah mata Lucas.

"Ti- ti-tidak."

"Baiklah."

Elena mengambil piring Lucas dan memotong bagian yang belum digigit oleh Lucas. Saat itu juga Lucas merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan aneh dari Elena setelah mulutnya berhasil mengunyah panino miliknya.

"Rasanya bagaimana El?" Tanya Kathy yang mulai penasaran dengan ekspresi yang dikeluarkan Elena setelah merasakan panino milik Lucas.

"Rasanya sama dengan panino milikku." Terang Elena.

Saat itu juga seluruh mata menatap kearah Lucas meminta suatu penjelasan.

"Apa? Kenapa kalian semua menatapku seperti itu. Aku tidak berbohong."

"Lebih baik kita rundingkan saja daripada kita berdebat satu sama lain." Sela Paula yang mendapat anggukkan dari lainnya.

Mereka semua menyerahkan hasil penilaian mereka yang ditulis dibuku kecil kepada Mr Jose dan Lucas. Yang bertugas mengakumulasi semua nilai adalah Mr Jose, sebenarnya Lucas juga berperan mengakumulasi nilai tetapi karena ulah Elena yang membuatnya kesal dan menyerahkannya kepada Mr Jose. Setelah semuanya sudah dipertimbangkan dan semuanya sepakat, tibalah untuk mengumumkannya.

"Setelah nilai dikumpulkan dan dengan persetujuan semua yang menjadi juri disini. Maka Lexa dinyatakann..."

"Eh..eh..eh.. bentar dulu Kat, serahkan hasilnya pada Lucas."

"Kenapa aku? Biar Kathy saja yang membaca hasilnya." Sela Lucas yang tak setuju dengan usulan Elena.

"Heloww Mr Lucas, yang memberi tantangan pada Lexa kan dirimu. Jadi kau yang harus mengatakan apakah Lexa menang atau tidak."

Lucas mengalihkan pandangannya kearah Lexa dan kontak mata mereka terkunci. Perlahan Lucas melihat sebuah seringai tercetak diwajah Lexa dan juga sebelah alisnya terangkat. Lucas hanya mengerutkan dahinya ketika melihat ekspresi yang ditampilkan dari wajah Lexa. Ia putuskan kontak matanya dengan Lexa dan kembali melihat kearah Elena.

"Oke, baiklah."

Diambilnya kertas yang berada ditangan Kathy dan dipandanginya hasil nilai yang diperoleh Lexa. Iap terdiam sejenak dan membaca setiap detailnya. Memang sesuai dengan apa yang ia inginkan, akan tetapi jika ia ingin mengelak sepertinya ia tidak bisa. Karena sama saja ia masuk ke dalam kandang buaya, bisa kalah mutlak karena yang akan menentang hasil ini hanya dia. Sedangkan yang lainnya pasti tetap akan membela Lexa mati-matian.

"Ayo Luc, malah bengong."

Lucas tersadar dari pemikirannya dan mulai berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang terasa sedikit serak.

"Berdasarkan perolehan nilai dan juga keputusan semua yang berada disini, maka Lexa..." digantungkannya ucapan tersebut yang membuat beberapa orang mulai gemas dengan Lucas.

"Maka Lexa dinyatakan..."

Semuanya menatap kearah Lucas yang masih menggantungkan ucapannya, walaupun beberapa dari mereka tahu apa hasil dari kertas itu, tetapi tetap saja mereka juga merasakan debaran ketika menantikan hasilnya.

"Maka Lexa dinyatakan..."

"...."

"Dinyatakan..."

"Apa Luc, cepatlah, jangan berlagak seperti pembawa acara kuis berhadiah." Kesal Sarah yang mulai tak sabar ingin mengetahui hasilnya.

"Sabarlah sebentar Sar, Lexa saja santai-santai saja menunggu hasilnya."

"Ya ya ya, mengelaklah saja terus." Seru Sarah. Lucas hanya mendengus dan menatap lagi kearah selembar kertas yang berada ditangannya.

"Maka Lexa dinyatakan menang dalam tantangan yang aku berikan."

"KYAAAA..."

Jika kalian bertanya siapa yang paling keras berteriak itu bukanlah Lexa, karena yang berteriak itu adalah Elena dan Sarah yang lalu memeluk Lexa karena hasilnya sesuai dengan apa mereka semua inginkan.

Paula dan Kathy ikut bergambung memeluk Lexa, sedangkan Lucas dan Mr Jose hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan gerombolan anak perempuan itu.

"Selamat ya nak Lexa, kau memang benar-benar berbakat dalam hal memasak." Ucap Mr Jose menjabatangan Lexa setelah ia terlepas dari pelukan sahabat-sahabatnya.

"Terima kasih Mr Jose."

"Ini nih, calon ibu rumah tangga idaman."

PLETAK...

"Aww, kau hobi sekali menjitak kepalaku Lex." Protes Elena sembari mengelus-ngelus kepalanya yang terkena jitakan tangan Lexa.

"Makanya kalau punya mulut itu harus dijaga, jangan asal jiplak saja." Elena hanya melebarkan senyumannya kearah Lexa dan membentuk peace dengan jarinya.

"Panino punyamu masih utuh Lex, apa tidak ingin kau makan?" Tanya Paula ketika melihat satu piring yang masih utuh dengan panino yang sangat menggoda.

"Tidak La, aku sedang tidak ingin panino."

Elena, Sarah, Kathy dan Paula langsung menatap lapar kearah panino itu. Mereka semuapun saling pandang satu sama lain lalu kembali fokus kearah panino lagi. Lexa yang melihat kelakuan aneh teman-temannya itupun langsung tersenyum.

"Jadi panino itu bukan milik siapa-siapakan Lex?"

"Iya memang benar."

Lexa berjalan menuju kearah piring tersebut dan mengambilnya. Mereka bertiga langsung menatap kearah panino yang sudah berada ditangan Lexa.

"Tapi aku kira itu untuk Lucas saja." Lanjut Lexa lalu menyerahkan sepiring panino ke Lucas.

"Eh? Untukku?"

Lexa mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Lucas. Lucas hanya memandang heran kearah Lexa yang kembali mengeluarkan evil smilenya. Entah mengapa perasaan Lucas mulai tidak enak dengan semua ini. Diterimanya piring itu dan benar saja ia merasakan ada beberapa pasang mata yang menatapnya lekat.

"Lucas, kau bilang rasa panino itu aneh. Kenapa kau menerimanya?" Tanya Kathy sambil mengangkat sebelah alisnya. Lucas kembali melihat kearah panino yang sebenarnya sangatlah berbeda dengan panino yang sering ia makan.

"Memang iya, tapi Lexa memberikannya kepadaku dan dia memaksa. Padahal dia juga tau panino ini rasanya aneh di lidahku."

"Hey dia tidak memaksamu untuk menerimanya Luc. Jangan mencoba berbohong lagi kali ini." Sahut Elena yang juga menatap sengit kearah Lucas.

Lucas hanya mengedikkan bahunya ketika mendapat tatapan sengit dari Elena. Belum sempat panino itu ia pegang ia merasa bahwa Elena dan yang lainnya -Sarah, Paula, dan Kathy- mulai menatap kearahnya dengan pocker face mereka. Tak lupa juga mereka saling memandang satu sama lain kemudian menatap kearah Lucas dan sebuah anggukan mantap membuat firasat Lucas semakin kuat.

"Sepertinya aku membangunkan singa betina yang lapar. Aku harus segera pergi dari sini atau aku akan mati dimakan mereka berempat." Batin Lucas bergidik ngeri melihat kearah Elena.

"Apa masih ada hal lain lagi? Sepertinya aku ada janji dengan temanku, jadi boleh aku pergi sekarang?" Tanya Lucas sambil melirik kearah jam tangannya. Belum sempat Mr Jose mengeluarkan suaranya tiba-tiba saja sudah direbut oleh Sarah.

"Pergilah selagi kau bisa pergi."

Kembali dipandangnya Elena, Paula, Kathy dan Sarah satu persatu. Ekspresi wajah mereka benar-benar sama. Lucas berancang-ancang untuk segera pergi dari ruangan Mr Jose. Pelan-pelan ia mendekat kearah pintu dan tangan kirinya pun memegang gagang pintu.

"Baiklah. Kalau begitu. Hey Lex!  ada sesesuatu dibelakangmu!" Seru Lucas.

Lexa dan beberapa orang yang berada didalam ruangan Mr Jose menoleh kearah belakang Lexa. Dan mereka tidak melihat ada sesuatu yang dimaksud Lucas.

"HEYY!!" Teriak Sarah, Kathy, Elena dan juga Paula kompak saat Lucas sudah berhasil menipu mereka semua.

"Ayo kejar diaaa!" Seru Paula.

"AYOO!!!"

Kathy, Sarah, Elena dan juga Paula langsung mengejar Lucas. Samar-sama terdengar beberapa teriakan yang membuat Lexa dan Mr Jose hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Hey! kembalikan panino itu."

"Ambilah jika kau bisa mengejarku."

"Dasar! WOY! Berhenti!"

"Berhentilah, aku capek kita bagi saja paninonya"

"Tidak akan!"

PYARRR....

Dan percakapan itu berakhir ketika terdengar sebuah suara yang membuat mereka berteriak kompak memanggil satu nama.

"LUCASS!!"

~♥~

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top