22. Pilihan
Kata 'dikeluarkan dari asrama' kali ini rasanya sangat sulit sekali untuk Adnan mengerti.
• • •
Ting
Pintu kamar 257 tiba-tiba saja terbuka. Menampakkan sosok Adnan yang keadaannya sangat kacau. Sampai-sampai Lukas, Ethan, Yudan, dan Daniel yang sedang menyiapkan buku-bukunya, langsung melotot dibuatnya.
"Woi, Nan, akhirnya balik juga! Abis nyasar lo?" Yudan bertanya pertama kali saat Adnan berjalan melewatinya.
"Gila! Abis ngegembel di mana lo?" tanya Lukas terkejut melihat penampilan Adnan yang sangat kacau balau itu.
"Tadi Madam Loly nyariin lo, tuh."
"Ntar gue temuin dia abis mandi." Dari semua seruan teman-temannya, hanya kalimat Ethan yang Adnan sahuti. Lantaran di saat lelah seperti ini, Adnan sama sekali tidak berniat untuk menggubris pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting.
Adnan menaruh ID card-nya. Lalu duduk di sisi ranjangnya, membuka sepatunya. Setelah itu ia mengambil handuknya yang tergantung di balik pintu lemarinya yang besar.
"Lo dari mana, sih, emangnya?" kali ini Daniel yang bertanya serius.
"Nanti gue ceritain ke lo pada. Gue mandi dulu," kata Adnan sembari berjalan ke toilet.
Mendengar kepastian dari Adnan, tidak ada lagi yang bertanya-tanya lebih jauh.
"Yaudah, lo kelarin dulu aja masalah lo sama Madam Loly. Abis itu baru cerita. Kita-kita ada di kelas. Mau ngerjain soal dari Madam Loly, lagi, yang kemarin belom kelar." Ethan berteriak pada Adnan yang sudah masuk ke dalam toilet.
"Sip!" sahut Adnan dari dalam toilet. "Kalau ada yang udah kelar duluan, bantu kerjain punya gue juga dong. Tolong,"
"Ethan, noh. Pasti dia yang kelar duluan." Daniel menyungut keras.
"Kas, bantuin, Kas," celetuk Ethan, melempar tugasnya pada Lukas.
"Mantap, gue lagi aja yang kena."
"Sabar, Kas, Sabar." Yudan menepuk bahu Lukas yang kebetulan dekat dari jangkauannya.
🍐
Setelah menyiapkan mentalnya matang-matang, berdiri tepat di samping pintu kaca ruang kesiswaan, Adnan memberanikan diri untuk mengambil langkah untuk menemui Madam Loly di ruangannya. Pintu ruang kesiswaan yang memakai sensor orang, otomatis akan terbuka dengan sendirinya ketika Adnan sudah berdiri di depannya.
"Akhirnya kamu menemui saya,"
🍐
"Gila! Seriusan lo kemarin ngajak Nasya kabur ke taman?!" Yudan satu-satunya orang yang paling terkejut di antara yang lainnya seketika saja berseru sampai suaranya memekakkan empat pasang telinga mereka yang bersamanya di dalam kelas saat itu.
Adnan mengangguk sebagai jawaban.
"Gue bilang apa? Nih, anak emang lebih-lebih dari kita!" celetuk Lukas menggebu-gebu. "Gue, mah, boro-boro ngajak kabur itu anak pemilik asrama. Nyenggol dikit aja gue udah deg-degan, coy!"
"Tapi kenapa lo tau-tau ada inisiatif ngajak dia ke taman?"
Seketika Adnan terdiam mendengar pertanyaan Ethan. Membuat Daniel menyadari, kalau Adnan sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu. Atau ada hal yang memang temannya itu tutup-tutupi dari dirinya juga tiga temannya yang lain.
"Lo kan udah janji mau cerita ke kita-kita. Kalau gitu lo ceritain-lah semuanya. Gak perlu ada yang ditutupi. Biar kalau ada apa-apa, kita bisa ngebantu lo." Melihat Adnan masih terdiam, Daniel menambahkan lagi. "Tenang aja, gini-gini kita bisa jaga rahasia. Sebelum lo di sini, kita semua udah biasa cerita masalah masing-masing. Jadi gak ada, tuh, yang namanya rahasia-rahasiaan satu sama lain."
"Hm, iya bener." Dengan cepat Lukas membenarkan pernyataan Daniel.
"Iya, Nan, cerita sedetil-detilnya ke kita," imbuh Yudan seraya ikut menatap Adnan.
Setelah melihat empat pasang sorot mata yang nampak meyakinkan yang mengarah padanya satu per satu, kebimbangan yang menyelimuti diri Adnan menghilang sedikit demi sedikit dalam hitungan detik. Sejujurnya Adnan memang sempat meragukan Ethan, Daniel, Yudan, dan Lukas. Dia merasa tidak ada seorang pun yang bisa ia percaya sampai saat ini di asrama ini. Namun, Adnan yang pada awalnya memang tidak ingin bercerita apa pun yang terjadi di antara dia dan Nasya, apa pun tentang Nasya yang dia ketahui pada siapa pun―termasuk pada empat teman sekamarnya sendiri―kini mulai berpikir. Mungkin benar yang dikatakan Daniel. Suatu saat dia pasti memerlukan bantuan mereka berempat untuk mengatasi itu semua.
Adnan membuang napasnya kasar sebelum akhirnya ia memutuskan. "Iya, oke, gue cerita."
"Ceritain dari awal sampe akhir," tegas Ethan.
"Iya, ceritain juga, kenapa lo sampe bawa kabur anak orang kemarin." Yudan menambahkan.
Setelahnya, Adnan benar-benar menceritakan secara rinci dari awal saat dirinya melihat Nasya di rooftop dengan memar yang tersebar pada tangan, kaki, dan wajah gadis itu. Saat dirinya mengobati memar-memar gadis itu. Saat dirinya melihat gadis itu menangis menjerit-jerit sambil membuang semua barang-barang yang ada di kamarnya. Adnan bercerita sampai saat dirinya melihat Nasya menangis beberapa kali, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengajak gadis itu ke taman demi menghiburnya. Lalu terakhir, Adnan juga bercerita kalau semalam dia sempat beradu mulut dengan pemilik asrama untuk membela Nasya, dan dia ketiduran di kamar gadis itu sampai pagi.
Semua ternganga mendengar cerita Adnan. Bahkan beberapa detik setelah Adnan menyudahi ceritanya, suasana sempat hening sesaat saking terpukaunya.
"Anjir, si Adnan! Gak nyangka gue. Belom ada berapa bulan di sini pengalamannya udah luas." Lukas, orang pertama yang berseru heboh paska keheningan menyelinap beberapa detik.
"Punya nyawa berapa lo berani ngelawan pemilik asrama? Sampe tidur di kamar anaknya juga, lagi. Gila gila gila," Yudan menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Lo waras gak, sih?" tanya Ethan dengan nada serius. Matanya menyorot Adnan yang duduk di sebelahnya dari atas ke bawah, bawah ke atas lagi.
Lagi-lagi entah kenapa rasanya mulut Adnan ter-lem rapat untuk menjawab semua ucapan teman-temannya itu. Adnan hanya menggeleng kecil sebagai reaksi. Kepalanya sudah mumet sekali sekarang. Pertanyaan Ethan itu memang tidak salah jika ditujukan padanya. Bahkan dirinya sendiri pun menanyakan hal yang sama. Apa ia masih waras, setelah melakukan tindakan segila itu? Adnan merasa, dirinya memang kerap kali hilang akal jika otaknya sudah berpikiran tentang Nasya. Segala hal yang berkaitan dengan gadis itu memang selalu membuatnya gila. Membuatnya tidak bisa barang sekalipun untuk berpikir jernih. Dan Adnan sendiri tidak tahu apa sebabnya sampai-sampai dia seperti itu pada gadis itu. Bahkan dia sendiri tidak memiliki alasan untuk mengkhawatirkan gadis itu.
"By the way, kenapa dia bisa punya memar-memar gitu, ya?" Lukas bertanya, bingung. Matanya melihat empat pasang mata teman-teman sekamarnya yang nampak sedang berpikir.
Adnan menggeleng. "Gue juga belom tau kalau yang itu,"
"Oiya, terus tadi lo diapain sama Madam Loly?"
Pertanyaan Yudan tidak tahu kenapa tiba-tiba membuat dada Adnan seperti baru saja ditimpa beban berat yang membuatnya cukup sesak, sampai cowok itu menarik napasnya panjang-panjang dengan perlahan.
"Akhirnya kamu menemui saya,"
Baru saja Adnan hendak menyeret langkahnya supaya masuk lebih dalam, Madam Loly sudah menyambutnya dengan sapaan hangat, meskipun nada suaranya terdengar begitu dingin. Bibirnya yang merah mencolok menyunggingkan sebuah senyuman tepat mengarah pada Adnan yang melangkah mendekat. Walaupun senyuman itu disertai dengan sorot mata yang nampak penuh kekesalan. Tapi tenang saja, Adnan sudah biasa menghadapi yang seperti ini.
"Menghindar dari masalah bukan ciri saya." Tanpa membalas sunggingan senyum Madam Loly, Adnan menjawab dengan nada suara yang sangat teratur. Dengan begitu santainya, cowok tengil itu duduk berhadapan dengan Madam Loly. Hanya sebuah meja kaca yang menjadi sekat di antara keduanya.
"Bagus kalau gitu." Madam Loly menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Tapi kali ini saya tidak akan memberi hukuman apa pun ke kamu. Saya hanya ingin kamu menandatangani surat ini." Jari-jari lentik Madam Loly yang dihiasi cutek berwarna merah mencolok―sama seperti warna polesan bibirnya―bergerak maju, menyodorkan selembar kertas bermaterai pada Adnan.
Tanpa berkata apa-apa bola mata Adnan bergerak ke arah kertas itu, membaca tulisan yang berada paling atas. "Surat Perjanjian," tutur Adnan seraya menatap kembali mata Madam Loly, meminta penjelasan lebih detil atas pemberian surat tersebut.
"Ini adalah surat perjanjian yang biasa diberikan pada siswa sebagai ancaman agar tidak mengulangi kesalahannya lagi." Madam Loly mulai menjelaskan. "Jika sampai sang siswa mengulangi kesalahannya lagi, mau tidak mau ia harus bersedia disidang oleh para petinggi asrama sebelum pada akhirnya akan dikeluarkan dari asrama."
Adnan terdiam. Ia masih berusaha untuk mencerna kata-kata wanita berambut blonde itu. Kata 'dikeluarkan dari asrama' kali ini rasanya sangat sulit sekali untuk Adnan mengerti. Dia tidak ingin keluar dari asrama ini. Dia tidak ingin meninggalkan Nasya. Tetapi, dia juga tidak yakin bisa menyanggupi surat perjanjian yang terhampar di hadapannya sekarang. Dia tidak yakin kalau dia tidak akan mengulangi kesalahannya. Karena bagaimana pun juga, jika ia ingin tetap menjaga Nasya, dia harus menentang Pak Lawden terlebih dahulu. Dan itu sudahlah pasti kesalahan fatal. Lebih fatal daripada ia membawa kabur Nasya ke taman. Seketika Adnan bingung harus mengambil putusan yang mana. Keduanya sama-sama tidak menguntungkan baginya.
"Apa saya masih punya pilihan lain, selain harus menandatangani surat ini?" tanya Adnan kemudian.
Madam Loly hanya memberi gelengan kepala sebagai jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaannya.
"Saya gak mau menandatangani ini."
"Baik," sahut Madam Loly santai, membuat Adnan bernapas lega. Namun kelegaan itu tidak berlanjut ketika Madam Loly membuka laci mejanya, kembali mengeluarkan selembar kertas bermaterai yang lain dari dalam sana yang kemudian ia sodorkan pada Adnan. "Kalau gitu kamu tandatangani ini."
Napas Adnan semakin terasa berat ketika ia membaca tiga kata pertama yang menjadi judul pada surat tersebut. Surat Pengunduran Diri.
"Kamu hanya punya dua pilihan. Kalau kamu tidak ingin menandatangani surat perjanjian, kamu harus menandatangani surat pengunduran diri ini. Yang artinya kamu bersedia untuk mengundurkan diri sebagai siswa di Lawden Hall."
"..."
===
To be continue...
A/n: masih semangat tidak nunggu cerita ini tamat? aku mau cepet2 menamatkan ini, biar bisa next cerita selanjutnya. meskipun ini masih jauh dari kata ending:')
doakan semoga ideku lancar. aamiin≙≙
Bonus foto Nasya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top