32.Upaya Memiliki Anak

'Sekarang dalam hubungan kita hanya ada gambaran masa depan yang indah.'

Elshanum & Albirru

~Thierogiara

***

Seminggu setelah hunting rumah, Shanum yang merasa sudah cocok dengan rumah tersebut langsung diboyong pindah oleh Biru seminggu kemudian. Kini sudah sebulan mereka tinggal di rumah baru, Shanum menjalani peran sebagai istri, dia melayani setiap kebutuhan Biru juga membersihkan rumah sendirian.

Biru menyarankan untuk memakai jasa pembantu namun Shanum menolak karena menurutnya dia bisa sendiri, rumah yang mereka beli tak begitu besar, lagipula yang tinggal di sana hanya Shanum dan Biru, jadi Shanum merasa masih sanggup mengerjakan semuanya sendirian.

Sepulang sekolah Shanum langsung pulang ke rumah orang tuanya, semenjak menikah dia belum sempat mengunjungi orang tuanya sebab harus beberapa kali pindah juga harus bekerja. Kini Shanum menyempatkan diri, dia merindukan ibunya.

"Assalamualaikum," sapa Shanum.

"Waalaikumsalam," jawab Kartika dari dalam rumah.

"Loh Shanum sama siapa Sayang?" tanya Kartika, Shanum mencium punggung tangan Kartika.

"Sendiri Bu, mas Biru masih kerja," jawab Shanum.

"Naik apa?" tanya Kartika.

"Naik motor, biasa," jawab Shanum santai, memang kan sudah terbiasa dia naik motor.

"Kamu ini, jangan capek-capek ya, Ibu udah nggak sabar loh pengen punya cucu," ujar Kartika.

Deg!

"Nggak nunda kan?" tanya Kartika sembari berjalan ke dalam rumah.

Shanum menggaruk belakang kepalanya, dia harus menjawab apa? Dirinya dan Biru bahkan belum memulai, bagaimana ingin menunda?

"Hah?" Kartika bertanya lagi.

"Hehehe nggak kok Bu, Cuma emang belum aja, belum rejeki mungkin," jawab Shanum.

Shanum mengikuti ibunya duduk di sofa ruang keluarga. Kartika memegang bahu Shanum. "Makanya kamu jangan capek-capek, itu kadang berpengaruh loh," pesan Kartika.

Shanum mengangguk. "Emang akhir-akhir ini lagi capek banget karena kan baru pindahan juga," jelas Shanum.

"Oh iya gimana rumah baru?" tanya Kartika.

"Alhamdulillah nyaman," jawab Shanum.

"Hubungan kamu sama Biru udah baik kan? Kamu udah bisa nerima Biru jadi suami kan?" tanya Kartika.

Shanum tersenyum. "Alhamdulillah udah, mas Biru baik banget sama Shanum," jawab Shanum.

"Alhamdulillah kalau gitu, Ibu takut banget, takut kalian nggak akur, soalnya yang terima lamaran kan ayah untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita, maafin ibu sama ayah ya," ucap Kartika, dia tak memiliki kesempatan berbicara dengan Shanum selama ini, makanya baru bisa mengungkapkan ini semua sekarang.

Kartika memegang tangan Shanum. "Maafin ibu sama ayah karena lebih mementingkan nama baik keluarga hingga tanpa pikir panjang menerima Biru menjadi suami kamu." Nada suara Kartika sarat akan rasa bersalah.

"Nggak apa-apa Bu, lagian mas Biru baik kok, dia sayang banget sama Shanum, mungkin emang udah jodohnya sama mas Biru." Shanum berusaha tersenyum, dia sudah berdamai Shanum tak akan menyesali apa pun, Ibra memutuskan mundur hanya karena ujian menuju pernikahan, artinya Ibra memang tak pantas untuknya.

Kartika mengangguk. "Ibu juga sedikit bersyukur ternyata Biru membuktikan keseriusannya dengan kamu seperti ini, dia langsung mendaftarkan pernikahan kalian, juga membeli rumah untuk kalian, semoga pernikahan kalian selalu dalam lindungan Allah," ucap Kartika mendoakan, Shanum mengangguk.

"Aaamiin," ucapnya.

***

Hanan pulang ke rumah sore itu, dia langsung bergabung dengan adiknya setelah melihat Shanum duduk sendirian di ayunan belakang.

"Udah lama di sini?" tanya Hanan.

"Lumayan, dari pulang sekolah tadi," jawab Shanum.

Hanan mengangguk lalu mendudukkan dirinya di sebelah Shanum, dia menggulung lengan seragamnya hingga ke siku.

"Udah selesai kerja?" tanya Shanum.

"Alhamdulillah udah," jawab Hanan.

Kemudian keheningan menyelimuti.

"Biru datengin Ibra sehari sebelum pernikahan kamu sama Ibra." Hanan membuka pembicaraan.

Shanum menoleh.

"Abang udah ketemu sama Ibra dan dia bilang kalau kamu udah punya hubungan sebelumnya sama Biru, Biru ganti semua biaya pernikahan Cuma biar Ibra mundur," jelas Hanan.

Shanum terdiam, Biru sangat baik kepadanya, tapi kalau mengingat lagi cara Biru menikungnya dari Ibra, kadang Shanum tetap merasa sesak, kenapa Biru sampai tega terhadapnya? Kenapa Biru sampai harus memfitnahnya di depan Ibra hanya demi sebuah pernikahan?

"Kalau tau kejadiannya kayak gini Abang larang waktu itu kamu menikah," ujar Hanan membuang pandang ke hamparan kolam renang belakang rumah.

Shanum tersenyum simpul. "Sekarang semuanya udah baik-baik aja kok Bang, mas Biru baik banget sama aku, ya mungkin emang udah jodohnya," jelas Shanum.

"Ya tapi dia nunjukin foto kalian juga cincin yang kamu tolak, dia seolah mengatakan kalau sebelumnya kamu emang pacaran sama dia, dia fitnah kamu Num, laki-laki seperti itu tak seharusnya menjadi imam kamu." Sebagai abang laki-laki jujur saja Hanan ikut merasa sakit hati adiknya mendapat perlakuan seperti ini.

Shanum kembali tersenyum. "Ya sudalah semuanya sudah takdir, lagian Shanum juga salah dari awal membuka pintu untuk mas Biru masuk ke kehidupan Shanum, sekarang mas Biru sangat baik ke Shanum, Abang nggak usah takut, Shanum baik-baik aja menjalani semuanya dengan mas Biru," ungkap Shanum.

***

"Bang Hanan kenapa ya?" tanya Biru.

"Nggak usah pake Bang, kamu lebih tua dari dia," ujar Shanum terkekeh kemudian meletakkan segelas air putih ke atas nakas.

"Iya, tapi dia kayak nggak ramah gitu sama aku kenapa ya?" tanya Biru menyambar handuk, dia belum mandi dan mereka baru saja sampai rumah.

"Mas Ibra itu sahabatnya Bang Hanan, jadi dia udah cerita semuanya sama bang Hanan, bang Hanan nggak suka cara kamu nikahin aku, tapi nggak apa-apa kok, nanti lama-lama juga luluh, namanya juga sahabatan antara cowok," jelas Shanum.

"Oh, berarti aku harus minta maaf sama dia?" tanya Biru.

"Mungkin, nanti," kata Shanum.

Biru mengangguk. "Kayaknya aku harus minta maaf sama dia, kamu apa masih marah soal itu?" Biru bertanya.

Shanum menggeleng. "Nggak! Mas Biru udah baik banget sama Shanum, udah memperlakukan Shanum dengan hangat, sekarang Shanum malah beruntung menjadi istri Mas Biru. Ya udah bang Hanan nggak usah dipikirin, sekarang mandi ya, ada yang mau Shanum omongin setelah ini." Shanum mendorong bahu Biru masuk ke dalam kamar mandi.

"Kalau mau ngomong-ngomong aja, Mas bisa nanti kok mandinya," ujar Biru.

"Nggak! Mandi dulu," suruh Shanum.

"Oke oke." Biru akhirnya mengalah.

Shanum memilih menuju meja rias kemudian memakai deodorant dan wangi-wangian lain ke tubuhnya, dia juga menyisir rapi rambutnya, kemudian merapikan baju tidurnya agar terlihat pas di tubuhnya.

Sekitar 10 menit kemudian Biru keluar dari kamar mandi dengan baju kaus dan celana boxer dan tentu saja dengan keadaan yang jauh lebih fresh.

"Loh kirain udah tidur soalnya diem aja." Biru kemudian terkekeh.

"Kan dah bilang kalau mau ngomong sesuatu sama Mas," ujar Shanum.

Biru kemudian berjalan ke kursi kerjanya dan duduk di sana. Shanum berpindah dari kursi meja rias ke kasur, gadis itu duduk di tepian kasur.

"Emmm tadi Ibu nanyain soal anak, katanya aku nggak boleh kecapean, padahal kan kita belum pernah bikin." Shanum memutar bola matanya menatap langit-langit kamar, pembahasan macam apa ini?

Biru masih mendengarkan.

"Aku lihat mama juga kayaknya pengen punya cucu, soalnya anak-anak sepupu kamu sering main ke rumah mama." Shanum masih takut menatap Biru.

Biru menipiskan bibirnya, melihat pipi Shanum memerah sangat menggemaskan.

"Udah saatnya nggak sih kita mikirin soal anak, kita punya plan soal anak biar ibu sama mama seneng." Dan Shanum semakin ingin mentertawakan diri sini.

"Untuk punya anak kita harus melakukan...." Biru menjeda kalimatnya. "Aku nggak mau kalau kamu nggak siap, aku udah ambil cara yang salah buat dapetin kamu, aku nggak mau kamu nggak nyaman ngejalaninnya." Biru menjelaskan.

"Aku siap Mas!" Shanum sadar kalau dia terlalu bersemangat. "Kan...aku istri kamu." Lalu kalimat selanjutnya ia lontarkan dengan sangat pelan.

"Nggak demi mama sama ibu kan?" tanya Biru memastikan.

Shanum menggeleng, dia merasa bersalah karena Biru tak pernah meminta haknya, padahal Shanum mampu memberikannya, semua ini sudah Shanum pikirkan matang-matang, mereka harus menjalani pernikahan yang sebenarnya.

"Shanum istri mas Biru dan mas Biru berhak sepenuhnya atas Shanum." Kini Shanum berkata sambil menunduk.

"Kalau kamu siap kamu ngomongnya nggak nunduk," ujar Biru.

"Malu Mas!"

"Malu kenapa?"

Biru lantas berjalan mendekat, Shanum mengangkat kepalanya dan pandangan mereka bertemu, Biru membelai pipi Shanum, kemudian mereka menghabiskan malam panjang itu dengan penuh cinta.

***


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Akhirnya kita sampai di ujung cerita huaaaa😭😭😭

Aku tuh sebenarnya nggak tega sama kalian semua yang udah setia sama cerita ini yang rela nunggu cerita ini kalau aku lupa-lupaan update. Maaf kalau ceritanya tidak memuaskan karena cerita ini emang sudah dirancang sejak awal untuk berhenti di sini.

Tapiiii jangan dulu dihapus dari perpustakaan kalian ya, karena kalau udah 100k viewers aku bakal revisi dan menambahkan epilog serta extra part.

Jadi menurut kalian cerita ini gimana?
Jangan lupa di komen ya...

Kalau ada pertanyaan bisa langsung letak di komen nanti aku akan buat bab khusus jawabin pertanyaan kalian.

Sampai ketemu di De Beste Imam, Halalkan Almira sama Xabara, Arion & Malam.

Jangan pernah bosan baca karyaku, dukungan kalian sangat berarti huhu😭😭😭

Sekian ya, jangan lupa vote & comment. Cinta kalian semua🥰🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top