30. Perbaikan Hubungan

'Allah persatukan kita, maka tugas kita adalah menjaga untuk tetap baik.'

Elshanum & Albirru

~Thierogiara

***

Shanum benar-benar merasakan kebaikan yang Biru curahkan untuknya, untuk beberapa hal Shanum menjadi merasa bersalah, seharusnya sebagai seseorang yang sudah menikah Shanum harus bersifat lebih dewasa bukannya malah terjebak dalam penyesalan karena pernikahannya tak berjalan sebagaimana mestinya.

Mulai hari ini Shanum berjanji dengan dirinya sendiri akan berlaku sebagaimana istri untuk Biru, selesai salat subuh Shanum tak lagi memakai hijabnya, dia keluar dari kamar kemudian menyibukkan diri di dapur tempat tinggal mereka yang sederhana.

Pagi ini Shanum akan memasakkan nasi goreng untuk Biru, Shanum mengikat rambutnya tinggi-tinggi baru kemudian mengambil bahan-bahan dari kulkas. Ini adalah pertama kalinya Shanum menyentuh dapur, dalam artian untuk memasak. Biasanya Biru membeli makanan matang atau memesan via online.

Bukan karena Shanum tidak mau memasak namun Biru menghargai keputusan Shanum untuk bekerja dan dia tak mau Shanum kelelahan karena bekerja sambil mengurus rumah. Kompor dan segala hal yang ada di dapur sederhana ini sebenarnya baru di rumah mereka, alasannya untuk memanaskan masakan yang dibeli, Biru tak pernah menuntut Shanum untuk memasak. Menurutnya urusan rumah, dapur dan urusan yang berkaitan dengan pekerjaan ibu rumah tangga, Biru tak ambil pusing, yang mereka tinggali sekarang kecil jadi membersihkannya pun tak sulit, Biru bisa melakukannya sendiri, nanti kalau mereka sudah punya rumah yang lebih besar baru kemudian mungkin akan mencari asisten rumah tangga.

Shanum memotong-motong sosis, setelah itu memotong daun bawang kemudian menggiling rempah-rempah, dulu di rumah orang tuanya Shanum memang sangat sering memasak, bahkan tugas ibunya kebanyakan sudah digantikan oleh Shanum, semenjak menikah Shanum tak melakukan itu karena ya memang mulanya pernikahannya dengan Biru tak sesuai dengan keinginannya.

Biru sendiri belum pulang dari masjid, entahlah belum pulang atau sedang di bawah. Shanum berusaha untuk tetap fokus dengan masakannya, ini pertama kalinya Shanum memasakkan makanan untuk Biru, jadi Shanum tak mau mengecewakan suaminya itu.

Biru membaca buku sejenak di bawah, itu memang menjadi kebiasaannya, menurutnya waktu pagi itu masih fresh, apa pun yang dibaca akan lebih muda nyangkut di otak.

Biru mendengar beberapa suara, dia melihat ke atas, apa Shanum sudah beraktivitas sepagi ini? biasanya jam segini Shanum hanya menghabiskan waktu dengan membaca al-qur'an.

Penasaran Biru memutuskan untuk melihat ke atas, dia mengembalikan buku yang ia baca ke raknya kemudian berjalan menaiki tangga ke atas.

Karena memang tempat yang mereka tinggali saat ini tidak besar, Biru bisa langsung melihat sesosok wanita tengah memasak di dapur, Biru langsung membuang muka, itu Shanum? Lantas kenapa tidak memakai hijab?

"Ekhem!" Biru berdehem.

Shanum langsung menoleh dan mendapati masih lengkap dengan sarungnya berdiri di ujung tangga.

"Udah pulang Mas?" tanya Shanum tanpa beban, dia bahkan dengan santainya memasukkan garam ke dalam nasi goreng yang warnanya sudah berubah coklat di dalam wajan.

Biru masih enggan menatap Shanum, apa ini benar?

"Mas?" tanya Shanum lagi karena Biru tak kunjung menjawab.

"Eh iya, sebenarnya udah pulang daritadi, tapi tadi di bawah," jawab Biru.

"Oh gitu." Shanum tetap sibuk dengan pekerjaannya, sementara Biru tak tahu harus bagaimana di tempatnya berdiri.

Canggung, Biru tak menyangka kalau Shanum akan seperti ini, Shanum tak pernah melepas kerudungnya bahkan saat mereka tidur di kamar yang sama, Shanum selalu enggan bertatapan dengan Biru, bahkan Shanum selalu memperpendek interaksi mereka, lantas apa ini?

Shanum menghentikan pergerakannya begitu dirinya meletakkan nasi goreng ke atas meja.

"Mas!" panggil Shanum membuat Biru yang semula berdiri diam langsung gelagapan. "Ngapain?" tanya Shanum.

"Eh nggak, kamu masak?" tanya Biru.

Shanum mengangguk membuat poninya ikut bergoyang, Biru menelan ludah dengan susah payah, wajah oval dengan rambut hitam legam tersebut adalah perpaduan yang pas.

"Sini, cobain." Shanum melambaikan tangannya ke Biru.

Bukannya duduk di kursi makan, Biru malah berjalan ke Shanum, dia memegang kedua pundak Shanum menatap mata coklat gelap milik istrinya itu dalam-dalam.

"Kenapa kamu nggak pake hijab?" tanya Biru.

Shanum tersenyum kemudian memegang lengan Biru. "Mas Biru adalah suami Shanum, sudah seharusnya Shanum menampilkan kecantikan Shanum untuk Mas," jawab Shanum tanpa keraguan.

"Kalau kamu nggak siap, kamu nggak perlu melakukan ini." Biru menampilkan sorot mata sendu, dia sudah memikirkan ini semua semalaman, Shanum tak mau terus merasa berdosa karena keegoisannya.

"Aku siap Mas, sekarang aku adalah istrimu yang sah secara agama juga negara." Shanum memegang tangan Biru kemudian mencium punggung tangannya, yang hari ini jauh lebih tulus dari yang akad nikah waktu itu.

Biru menangkup kedua pipi Shanum, wanita di hadapannya, wanita cantik di hadapannya adalah istrinya, Biru membelai rambut hitam Shanum yang lumayan lebar tersebut, selanjutnya Biru mendaratkan kecupan ke kening Shanum. Lagi-lagi yang kali ini lebih tulus, Shanum berjanji dalam hatinya kalau dia akan menjalani semua ini, kalau dia akan mengikuti takdir, kalau dia akan berbakti pada laki-laki yang kini berdiri di hadapannya.

Seperti Biru mencintainya, Shanum juga akan berusaha mencintai Biru karena Allah.

***

Keduanya berjalan menuruni tangga bersama, Biru menggenggam tangan Shanum, sementara Shanum, berusaha mensejajarkan langkah mereka berdua. Mereka akan berangkat kerja bersama, Biru menuju rumah sakit dan Shanum menuju TK.

Danias yang sudah sampai di klinik pagi ini hanya bisa ikut bahagia melihat itu, setidaknya hidup Shanum tak semenyedihkan itu setelah menikah dengan Biru.

"Naik mobil aja ya?" tanya Biru.

Shanum mengangguk, Biru membukakan pintu untuknya kemudian mereka berkendara bersama. Sepanjang jalan Biru terus menggenggam tangan Shanum, Shanum yang diperlakukan seperti itu sesekali melirik Biru kemudian tersenyum.

Biru membawa tangan Shanum ke bibirnya mencium tangan tersebut beberapa kali.

"Aku udah cari rumah, nanti kita lihat ya, dalam bulan ini juga kita harus pindah, aku nggak tega lihat kamu tinggal di tempat sempit," ujar Biru.

"Nggak apa-apa kok Mas, aku suka tinggal di tempat yang sekarang."

Biru menggeleng. "Kalau kita tinggal di rumah kamu bisa bebas masak, bisa bebas nanem bunga, aku mau kamu nyaman hidup sama aku," ungkap Biru, dia sudah mapan, membeli rumah bukanlah sesuatu yang berat untuknya.

Shanum hanya menipiskan bibirnya menanggapi itu, selain baik, ternyata Biru juga sangat mementingkan masa depannya.

"Shanum ikut Mas aja," kata Shanum.

"Mama juga minta kita ke rumah nanti, pulang kerja nanti langsung Mas jemput ya?"

Shanum mengangguk, sudah lama memang dia tak ke rumah mertuanya, ke rumah orang tuanya juga, namun ibu Shanum selalu rutin menelepon dengan panggilan video.

"Mulai sekarang berangkat kerjanya bareng aku aja ya?" pinta Biru.

Shanum yang semula fokus pada jalanan langsung menoleh kea rah Biru, dia sudah biasa mandiri ke mana-mana naik motor, sangat tidak nyaman jika seperti ini.

"Kadang-kadang tuh Shanum suka ditugasin ke kantor dinas, kalau naik ojek gitu kayaknya ribet, lagian Shanum udah biasa kok Mas," ujar Shanum berusaha memberi pengertian untuk Biru.

"Tapi aku takut kamu kenapa-napa." Di dunia ini wanita seperti Shanum langka dan Biru sudah memilikinya, Biru hanya ingin terus menjaganya.

"Ada Allah, aku pasti baik-baik aja karena selalu mengandalkan Allah," ujar Shanum.

Biru akhirnya mengalah, Shanum adalah milik Allah, sewaktu-waktu jika Allah ingin ambil maka Biru harus siap, sama seperti Shanum, Biru juga harus berserah pada Allah.

***

Persiapkan hati kalian untuk ending, 2 bab lagi cerita ini bakal ending, aku bakal up setiap hari sampai dia hari ke depan. Selamat menikmati...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top