22. Mencoba Lagi
'Kita tak pernah tahu apa yang tersembunyi di dalam bumi dan di balik langit, juga takdir soal kita.'
Elshanum & Albirru
~Thierogiara
***
Hanan dan keluarganya mendatangi Ibra, namun apa yang mereka dapat? Kata kedua orang tuanya Ibra berangkat ke Palembang dan sudah pergi menuju bandara.
"Sebenarnya kenapa? Semua sudah dipersiapkan, Shanum sangat terpukul sekarang di rumah," ujar Tama, sorot matanya tak bisa berbohong, dia menampilkan kekecewaan yang mendalam di depan orang tua Ibra.
Sementara Hanan sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat dia sangat emosi sekarang, ingin rasanya meninju apa pun.
"Kami juga tanya kenapa dia malah pergi ke Palembang padahal besok adalah acara akad nikahnya, namun dia hanya mengatakan kalau dia tak mau menikah dengan Shanum," jawab Devi—mama Ibra.
"Apa harga diri adik saya serendah itu di mata kalian? Pernikahan adalah ibadah, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, bisa-bisanya kalian menganggapnya sebagai sebuah candaan!!" Hanan ikut berbicara, suaranya sedikit menggeram, Hanan berusaha menahan bongkahan amarah yang memenuhi hatinya.
Tama memegang lengan Hanan, bagaimanapun Hanan tak pantas berbicara dengan nada seperti itu pada orang tua, keluarga Ibra mungkin salah, namun akan lebih salah lagi kalau Hanan memulai keributan di sana, semuanya berawal baik, jikapun memang berakhir, harus berakhir dengan baik.
"Kalau memang begitu kenapa melamar Shanum waktu itu? Shanum adalah seorang wanita, perasaannya sangat lembut, hatinya pasti sakit karena semua ini, ini adalah mimpi buruk bagi setiap wanita." Pakde Hasan—abang ibu Hanan dan Shanum—ikut berbicara, sebagai orang yang paling tua di sana dia merasa berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Jujur saja saya sangat menyukai Shanum, saya sangat bahagia ketika melamar Shanum, saya bahkan sangat tidak sabar memiliki Shanum menjadi menantu saya, saya juga tidak tau kenapa Ibra memilih keputusan ini, katanya dia tidak bisa, sangat tak bisa menikahi Shanum, taka da penjelasan lebih, keseriusannya dibuktikan dengan kepergiannya ke Palembang ke tempat Uwak-nya," jelas Devi lagi, dia dan suaminya sudah tak punya muka bertemu dengan keluarga Shanum, malu sekali dibuat anak laki-laki mereka.
"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas nama Ibra, anak itu akan segera saya beri hukuman," ucap papa Ibra dengan kepala menunduk.
"Anak kalian sangat pecundang, seharusnya dia menghadap saya kemudian menyelesaikan semuanya secara jantan," kata Hanan, kesopanannya langsung menguar begitu saja, hatinya dan Shanum seperti sebuah kesatuan, saat Shanum sakit hati, Hanan juga merasa ikut sakit hati.
Hanan mengabaikan tangan ayahnya yang kini meremas lengannya, Hanan tak peduli, Shanum sudah banyak kali merasakan luka, Ibra sangat lancing karena membuat Shanum terluka lagi, sebagai abang Hanan akan selalu berada di garda terdepan mengutamakan kebahagiaan Shanum, juga menyelamatkan Shanum dari bentuk rasa sedih seperti apa pun.
"Maafkan Ibra." Papa Ibra menunduk semakin dalam.
Sementara di rumah, Shanum masih enggan bicara, semua orang juga tak berani mengajaknya berbicara, di tangannya terdapat tasbih digital, gadis itu hanya terus meuji-muji Allah, Allah adalah kekuatannya, kekecewaaan ini tidak seberapa, Shanum pasti bisa melewatinya.
Shanum memejamkan matanya, ini adalah waktu berharga, dia ingin quality time dengan Allah, sendirian di kamar, hanya berdua dengan Allah, tanpa menjelaskan pun Shanum yakin kalau Allah tahu bentuk sakit seperti apa yang kini tengah menimpa Shanum.
Pintu kamarnya di ketuk, perlahan mata Shanum terbuka.
"Shanum..." panggil ibunya dengan suara selembut mungkin, hati Shanum sedang tak baik-baik saja, Kartika harus sangat menjaga hati anaknya itu.
"Sayang..." Sekali lagi Kartika memanggil dengan suara lembutnya.
"Iya Bu..." Shanum yang masih lengkap dengan mukenanya saat salat isya tadi mendekat ke pintu lantas membukanya.
Kartika memegang tangan Shanum kemudian membawanya duduk di atas kasur. "Di bawah..." Kartika tampak ragu melanjutkan kalimatnya.
"Ada apa di bawah?" tanya Shanum, mata bengkaknya menampilkan sorot penasaran.
"Di bawah ada yang mau ketemu sama kamu," ujar Kartika.
Entah kenapa hati Shanum langsung berdesir, Hanan dan ayah beserta saudara yang lain belum kembali ke rumah, Shanum malah jadi berharap, kalau yang tadi itu hanya prank, Ibra tak benar-benar melakukan sesuatu yang sangat menyakiti Shanum seperti ini.
"Siapa Bu?" tanya Shanum.
"Gimana kalau kamu temui saja?" tanya Kartika.
Shanum mengangguk, dia sudah mengenakan baju tidur, terlalu malas untuk menggantinya dengan gamis, Shanum memilih keluar dengan mengenakan mukena. Dia berjalan menuruni tangga dengan dipegangi Kartika, dia sedikit oyong karena banyak menangis, namun kalau hanya untuk berjalan menuruni tangga dia masih mampu.
Ada dua orang, orang tua di ruang tamu sana, dengan seorang laki-laki yang mengenakan kemeja rapi tengah duduk membelakangi Shanum, Shanum menyipitkan pandangannya berusaha memperjelas penglihatannya, bukan Ibra, dari postur tubuhnya, itu bukan Ibra, namun Shanum juga tanda dengan postur tersebut, Biru, iya, laki-laki dengan kejema marun itu adalah Biru, apa lagi ini ya Allah?
Kartika menggenggam tangan Shanum saat anaknya itu menghentikan langkah, semua kebetulan ini tidak bisa Shanum telaah dengan baik, bagaimana bisa? Bagaimana bisa saat Ibra pergi Biru malah datang, Shanum mungkin tak tahu apa tujuan Biru datang, namun tentu saja sekarang Shanum menyimpulkan kalau ini lamaran mengingat Biru datang bersama kedua orang tuanya, sementara keluarga Shanum sendiri tak mengenal keluarga Biru.
"Bu..." Shanum menggeleng, dia tidak ingin menemui Biru.
Kartika. "Nggak boleh gitu Sayang, mereka mau ketemu sama kamu," ujar Kartika, dia telah mendidik Shanum dengan baik, anak itu harus menjadi apa yang sudah Kartika didik selama ini.
Shanum menampilkan wajah sedih, namun wajah-wajah penasaran para sanak saudaranya yang berkumpul di ruang keluarga sangat mengganggu Shanum, semua ini harus segera berlalu, mereka yang sudah diundang ke acara Shanum tak sepantasnya menjadi penonton drama keluarga Shanum.
Shanum memejamkan matanya, dengan mengucap bismillah, dia kembali melanjutkan langkahnya, benar Biru ingin menemuinya, dia mungkin kesal dengan Biru, namun kedua orang tua Biru harus tetap di hargai, mereka sudah menyempatkan waktu hanya untuk menemui Shanum.
"Assalamualaikum," sapa Shanum. Shanum langsung menyalim tangan kedua orang tua Biru.
"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tua Biru kompak.
Sedangkan Biru, Shanum melewatkannya, gadis itu langsung mendudukkan dirinya di sofa yang tak diduduki keluarga Biru, Shanum berusaha untuk tersenyum, meski sebenarnya wajahnya sangat kaku untuk hanya sekedar tersenyum.
"Maaf ya, ayahnya Shanum sedang di luar," ucap Kartika tersenyum tak enak.
"Oh iya, langsung saja ya, kedatangan kami ke sini mau melamar nak Shanum untuk menjadi istri anak saya Albirru," ujar Idris—papa Biru—sebagai pembukaan.
Kartika langsung menatap Shanum, dia merasa senang, namun juga bingung, Biru sempat mengecewakannya sebelumnya, namun ini adalah niat baik, masa lalu biarlah berlalu, Biru datang disaat yang tepat, apakah Kartika harus menerimanya?
Shanum melirik Biru sekilas sebelum akhirnya menunduk, Laa haula wala quwwata illa billa, kata Shanum dalam hati, dia berusaha menguatkan dirinya sendiri, ini semua adalah rencana Allah, pasti Allah tahu yang terbaik untuknya.
Tak lama salam terdengar dari rombongan Hanan yang kembali, mereka semua berhenti di ruang tamu.
"Wah ada tamu, ada apa ini?" tanya Tama yang sedari tadi berusaha menguatkan diri, mereka tak menerima hasil yang baik dari mendatangi rumah Ibra, semua yang akan terjadi besok akan dibatalkan begitu keputusannya tadi, keluarga Ibra bersedia menanggung segala kerugian.
"Iya, ini keluarga nak Biru, ingin melamar Shanum." Tama terkejut, namun langsung bisa mengontrol keterkejutannya.
"Oh iya? Wah Alhamdulillah," ujar Tama.
"Jadi bagaimana?" tanya Idris sekali lagi.
"Iya, saya terima," jawab Tama tanpa meminta persetujuan Shanum, keluarganya sudah kadung malu, Shanum harus tetap menikah meski tidak dengan Ibra.
"Akad nikahnya langsung besok saja bagaimana?" tanya Tama.
"Iya besok saja," kata Idris setuju. Sebelumnya Biru sudah menceritakan tentang Shanum yang batal menikah besok, makanya dia buru-buru mengajak kedua orang tuanya mendatangi rumah Shanum, mereka membawa seserahan namun sangat seadanya.
Itu juga yang kemudian menjadi alasan kenapa kedua orang tua Biru tak mempertanyakan mata bengkak dan wajah Shanum yang merah. Mereka malah prihatin setelah melihat Shanum secara langsung, keduanya bisa semenurut ini dengan Biru karena pernikahan Biru memang sesuatu yang mereka harapkan sejak lama, maka tanpa berpikir panjang mereka langsung mempersiapkan lamaran untuk Biru saat Biru berkata dia ingin melamar seseorang. Shanum juga kelihatan baik, jadi sebenarnya keputusan ini, keputusan yang tepat.
***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nah loh? Jadi gimana nih? Wkwkwk
Bab selanjutnya Shanum nikah ya wkwkwk
Oh iya jadi aku memutuskan semua cerita akan update setiap hari selama tabungan eps masih ada.
Jangan bosen-bosen ya sama cerita aku.
Jangan lupa vote & comment sayang kalian semua.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top