13. Pertemuan Dua Keluarga

'Kau ibarat air di gurun pasir, aku sempat putus asa, namun hadirmu membawa rona baru salam hidupku, membawa keyakinan baru bahwa Allah memang selalu tahu yang terbaik untuk hambanya.'

Elshanum & Albirru

Thierogiara

***

Saat sampai di rumah, ternyata sudah ada sebuah mobil yang terparkir di depan rumah Shanum, bukan mobil ayahnya, bukan juga mobil abangnya, mobil tersebut lumayan asing untuk Shanum, memang keluarga Ibra akan datang hari ini, mungkin itu adalah keluarga Ibra. Shanum melepas helmnya turun dari motor kemudian berjalan menuju rumah.

"Assalamualaikum," ucap Shanum saat akan memasuki rumah.

"Waalaikumussalam," jawab asisten rumah tangga yang kebetulan mendengar karena memang Shanum masuk melalui pintu belakang yang terhubung langsung dengan garasi.

"Ada siapa Mbak?" tanya Shanum.

"Temennya Hanan Num, kata ibu kamu disuruh cepet ganti baju kalau udah pulang, terus langsung temui tamunya," kata mbak Jila.

Shanum mengangguk, artinya benar bahwa itu adalah Ibrahim dan keluarganya, Shanum langsung berjalan menuju kamarnya. Saat akan menaiki tangga kartika berceletuk, "nah itu Shanum, tapi kayaknya mau ganti baju dulu."

Shanum tersenyum kemudian menganggukkan sedikit kepalanya. Lantas kembali melanjutkan langkahnya menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Beberapa menit setelah pintu tertutup ternyata ibu Shanum mengikuti Shanum.

"Mau pakai baju apa Bu?" tanya Shanum bingung, mau pakai yang bagus takut terlalu berlebihan, yang biasa saja takut disangka tidak menghargai tamu yang datang, apalagi ini untuk membicarakan masalah hubungan Shanum ke depannya.

"Pakai gamismu yang biasanya aja, Ibra juga hanya pakai batik kok, nggak usah berlebihan, jaga sikap di hadapan calon mertua," ujar ibunya, Shanum mengangguk kemudian pilihannya jatuh pada sebuah gamis berwarna pink pastel dan langsung memakainya. Shanum dan Kartika berjalan beriringan menuruni tangga menuju ke ruang tamu.

Sampai di ruang tamu, Shanum langsung menyalami kedua orang tua Ibra kemudian menangkupkan kedua tangannya di depan Ibra, Ibra tersenyum, menemukan Shanum seperti menemukan titik terang dari kegelapan hidupnya, Shanum adalah cahaya yang membuat Ibra sadar kalau dia sudah mengambil keputusan yang tepat.

Semua orang langsung berbincang-bincang kembali.

"Jadi Shanum mau kan kenalan sama Ibra?" tanya Devi-mama Ibra.

"Shanum mengangguk, InsyaAllah Tan," kata Shanum masih menundukkan kepalanya.

"Kok Tante sih, panggi Mama aja," ralat Devi, Shanum hanya mengangguk sebagai jawaban.

Kemudian obrolan dilanjut dengan perihal lamaran yang kemudian diputuskan akan dilaksanakan seminggu lagi. Shanum sudah pasrah, memasrahkan semuanya pada Allah adalah jalan terbaik untuknya saat ini, lagipula Ibra adalah sosok baik, Shanum yakin kalau laki-laki itu adalah yang paling tepat untuk menjadi imamnya.

"Bisa bicara sebentar Num?" tanya Ibra.

"Oh iya bisa," jawab Shanum sungkan.

Shanum bangkit dari duduknya diikuti Hanan dan juga Ibrahim, bagaimanapun mereka berdua belum halal, Hanan harus tetap ada menengahi mereka.

Hanan berdiri bersandar di pintu sementara Shanum dan Ibrahim berbicara di gazebo belakang rumah.

"Sebelumnya, apakah saya lancang langsung mengambil langkah seperti ini?" tanya Ibra, langsung datang bersama keluarganya bisa jadi membuat Shanum terkejut.

Shanum menggeleng. "Nggak kok Mas, kan kita juga udah lama kenal," ujar Shanum, benar mereka sudah lama saling mengenal namun sempat terjadi mis komunikasi, bahkan interaksi mereka mungkin terjadi bertahun-tahun lalu sebelum Hanan menjadi polisi.

"Jadi saya ingin menjadi suami kamu, apa kamu mau menerimanya?" tanya Ibra langsung, segala keputusan yang dibuat di dalam rumah tadi atas persetujuan keluarga Shanum, bukan Shanum sendiri.

"InsyaAllah Mas," ujar Shanum sedikit menunduk.

Samar namun Shanum masih dapat mendengarnya, kalau Ibra meruluk Alhamdulillah.

"Terima kasih," ucap Ibra membuat Shanum menoleh.

"Menjaga diri kamu, terima kasih karena kamu sudah menjaga dirimu dengan baik." Senyum simpul terbit di bibir Ibra membuat Shanum seketika salah tingkah.

"Udah saya Cuma mau bilang itu, mari kembali masuk ke dalam rumah." Shanum kembali berjalan duluan dengan diikuti Ibra di belakangnya, ini aneh namun Shanum benar-benar bahagia, ternyata perihal jodoh bisa sesederhana ini, ternyata kalau percaya dengan Allah, Allah yang sederhanakan.

***

Malamnya Shanum turun untuk makan malam, ayah, ibu juga abangnya sudah berkumpul di sana hanya tinggal menunggunya, Shanum tersenyum sungkan, dia yang anak perempuan dia pula yang ditunggu.

Setelah Shanum hadir, mereka semua kemudian membaca doa lalu makan.

"Ibrahim nggak pernah berubah ya Nan, sopan santunnya itu loh." Kartika memulai obrolan.

"Iya, makanya pas dia bilang mau sama Shanum, Hanan bersyukur banget," kata Hanan.

"Rencana Allah emang nggak ada yang tau ya, dulu aja Ibrahim sering ngeledekin Shanum pendek, taunya sekarang udah jadi calon suami istri." Itu dulu, saat Shanum masih SD dan saat sudah SMP tingginya sudah bertambah ya meski badannya masih tetap kurus juga.

"Hahaha! Sekarang juga masih pendek." Hanan menepuk puncak kepala Shanum, dia sendiri tak menyangka kalau akan sampai pada titik ini, titik di mana dia harus mempersipkan hati melepas adik perempuannya ke pelukan laki-laki lain. Nanti ketika Shanum merasa takut bukan pelukan Hanan lagi yang ia cari, bukan nama Hanan lagi yang dia panggil dan bukan sosok Hanan lagi yang ia harapkan datang.

"Mamanya, papanya, keluarganya semuanya baik, kok bisa gitu ya? Padahal keluarga terpandang loh, beruntung kamu Num, ibu jadi tenang melepas kamu ke ibu mertua yang seperti itu," ungkap Kartika tersenyum, Shanum bersyukur dengan itu, akhirnya selepas air mata yang ia lihat di wajah ibunya beberapa hari lalu kini berganti dengan senyuman tulus yang memang selalu ia dapatkan dari ibunya kala ibunya sedang bahagia.

Shanum hanya senyum-senyum saja.

"Tapi kamu benar-benar mau kan menjadi istri Ibra?" tanya Tama, tadi siang yang langsung mengatakan kalau Ibra boleh melamar Shanum adalah ayahnya, jadi kini Tama ingin benar-benar memastikan kalau Shanum mau.

Shanum mengangguk. "Shanum juga udah bilang sama mas Ibra kalau Shanum mau," jawab Shanum.

"Bagus kalau begitu, lagipula Ibra sepertinya memang sudah yang terbaik untuk kamu," jelas Tama, jujur saja sebagai ayah dia sebenarnya tidak siap ditinggal oleh putri semata wayangnya, Tama tidak siap ditinggal oleh orang yang selalu memijat kakinya saat dia kelelahan yang selalu memasakkan sahurnya jika dia puasa sunnah, yang selalu meneleponnya saat ada tugas di luar kota, namun mau bagaimana lagi, dari apa yang terjadi dengan Shanum beberapa waktu lalu membuatnya sadar kalau anak perempuannya itu memang sudah ingin menikah.

Shanum mengangguk, dia sendiri menyadari itu, dia bahkan tak yakin dengan dirinya sendiri, tak yakin apakah dia akan menemukan sosok seperti Ibra dilain kesempatan. Sosok tegas namun lembut dalam satu waktu, Shanum suka nada tegas Ibra kala berbicara dan dia juga menyukai senyum lembut yang timbul dari bibir laki-laki itu. Selepas akad nanti, Shanum akan berusaha mencintai Ibra dengan sepenuhnya.

"Nggak sabar buat siapin hari pernikahan kamu," ujar Kartika dengan mata berbinar, ini akan menjadi acara yang spesial karena Shanum adalah anaknya yang pertamakali menikah.

Shanum hanya tersenyum, dia hanya tak sabar Ibra menggantikan Biru di hatinya.

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gimana masih suka kan? Apakah Shanum akan bersama Ibra dan Biru bersama Delina?

Jangan lupa vote & vomment

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top