Pertempuran

Untuk beberapa saat Ellise dan Lynx hanya terdiam menyaksikan kekacauan itu, begitu terkejut dan tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi hingga Lyna melaju ke arah mereka dengan pakaian yang setengah berasap.

"Kita diserang! Para Demon, mereka berhasil menembus pelidung!" ucap Lyna dengan napas terengah. Rambutnya awut-awutan dan matanya terlihat liar dan berwarna merah lantaran terpapar asap terlalu lama.

"Itu mustahil," ucap Lynx. Dia masih menebarkan pandangan keseluruh kekacauan, masih belum dapat mempercayai apa yang dia lihat.

"Persetan! Nyatanya itu terjadi! Ellise, kita harus melawan balik!" seru Lyna.

"Oke. Dimana Nian?" dia bertanya  dengan panik dan otaknya dipenuhi semua kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada Nian, membuat emosinya tak terkendali dan ia mulai merasakan sensasi gelitik seperti aliran listrik yang merambati ujung-ujung jarinya.

"Dia bersama Calista, mengobati yang terluka. Kau oke? Tubuhmu gemetar hebat," jawab Lyna.

Ellise menarik napas panjang berusaha mengngontrol getaran tubuhnya karena dipenuhi energi yang bergejolak tak terkendali dan ia mencengkram pergelangan tangan Lyna. "Ayo kita bereskan!"

Lyna tersenyum miring dan menganguk bersemangat. "Ayo! Waktu itu kita batal bertarung bersama, kali ini aku bakal serius. Dan membalas para Demon terkutuk yang menyerangku dan Nicolas waktu itu!"

"Oke!"

Dua gadis itu melesat ke tengah kancah pertarungan dan mulai balas membidik para Demon. Kilatan merah dan hijau saling bersilangan menyerupai kembang api. Ledakan dan api berkobar dari tempat yang terkena hantaman kutukan yang meleset. Dan dalam sekejap mereka sudah terkepung lusinan Demon.

"Bertemu lagi," ucap salah seorang Demon dengan bibir yang mencuat membentuk seringai. Pemimpin para Demon yang dulu menyerang Lyna dan Nicolas di hutan.

Lyna menggeram dan melemparkan kutukan peledak ke arah Demon itu tapi kutukan itu dapat ditangkis dengan mudah. "Enyah atau aku benar-benar akan mrmbunuhmu kali ini!" Demon itu hanya tertawa menanggapi gertakan Lyna.
"Dimana tuan kalian?" Ellise bertanya dengan nada tenang. Matanya memindai keseluruh kekacauan dan menyusun rencana untuk mendesak para Demon atau setidaknya menghambat mereka memasuki desa lebih jauh.

"Tuan menginginkanmu. Serahkan dirimu dan kami akan pergi dengan damai!" jawab Demon itu. Ellise menelengkan kepalanya lalu mulai tergelak dan tak dapat berhenti tertawa.

"Kau serius? Tikus pun tak akan masuk ke dalam perangkap yang sama sebebanyak dua kali!" balas Ellise dan saat para Demon secara serentak meluncurkan kutukan ke arahnya ia menjentikkan jarinya membuat kutukan-kutukan itu berbalik ke arah para Demon. Ledakan beruntun mengguncang tanah itu menciptakan kawah berasap yang cukup dalam dan Lyna terperangah di sampingnya. Tapi pasukan Demon lain datang menggantikan, berduyun-duyun seakan mereka tak bisa habis. Ellise dan Lyna kembali terlibat ke dalam pertempuran yang sengit.

Saat Ellise sedang beradu sihir dengan salah seorang Demon yang cukup lihai, ekor matanya menangkap gerakan para penduduk yang masih kanak-kanak di sudutkan oleh puluhan Demon. Dan itu membuatnya geram, dengan satu lambaian tangan yang halus ia menyentak Demon yang ada di depannya. Melemparnya hingga beberapa meter ke depan dan mengakhiri riwayatnya dengan memanggil petir yang langsung menghanguskan Demon itu.

"Lyna! Kau bisa atasai ini sendiri?" Ellise berteriak di tengah kesibukannya merapal mantra dan menjatuhkan para Demon yang terus berdatangan.

"Kau bercanda?" balas Lyna. Keringat membasahi gaun yang dia pakai. Dan sekarang dia benar-benar terlihat mengerikan.

"Anak-anak terdesak. Harus ada yang melindungi mereka," Ellise membelah tanah mengirim beberapa Demon yang berani mendekatinya ke neraka atau setidaknya dia berharap begitu.

"Pergilah! Aku yang akan menangani kekacauan di sini bersama Lyna." Lynx menyeruak ke tengah pertempuran dengan pedangnya, menebas tiap kepala Demon tanpa rasa belas kasihan.

Mata Ellise bersirobok dengan mata Lynx dan ucapan Lynx di cafe tadi melintas di otaknya, membuatnya merasa bersalah dan takut.

"Apa yang kau tunggu? Cepat pergi! Lidungi anak-anak itu!" teriak Lynx menyadarkan Ellise dari lamunannya. Ellise menggangguk dan melesat ke arah anak-anak yang terkepung. Beberapa kutukan melesat ke arahnya tapi ia dapat menghindari semua itu dengan mudah. Dan saat ia sudah cukup dekat dengan kumpulan Demon itu, ia meluncurkan kutukan terlarang ke arah mereka membuat beberapa ambruk dan mulai merintih dan meronta kesakitan. Ellise terus menyeruak hingga ia bisa berdiri di antara anak-anak itu dan para Demon. Tangannya terentang dan kubah pelindung semi transparan berwarna biru elektrik mulai terbentuk melingkupi dirinya dan anak-anak itu, dan Saat kubah itu terbantuk dengan sempurna napasnya mulai terengah dan pandangannya berubah buram menyerupai warna-warna semu yang terlihat pucat. Dan ia ambruk berlutut di atas lututnya.

"Ellise!"

Dia mendengar banyak suara memanggilnya dan tangan dengan jari kecil dan lembut mengusap dahinya, menyingkirkan rambutnya yang basah oleh keringat dari matanya. Pandangannya sedikit terfokus dan ia melihat seorang gadis kecil dengan rambut pirang strawberry berdiri di depannya.

"Apa kau akan mati?" tanya gadis kecil itu. Ellise tersenyum samar dan menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak bisa mati," gumam Ellise. Suara pertempuran masih terdengar sayup-sayup di telinganya.

"Benar. Kau tidak bisa mati. Orang-orang bilang kau akan membawa kami ke istana, apa itu benar?" gadis kecil itu kembali bertanya dan ia meletakkan telapak tangannya ke dahi Ellise dan telapak tangan itu mulai berpender keperakan.

"Ya, aku akan membawa kalian ke sana. Aku berjanji," jawab Ellise dengan suara yang masih lemah. Dan dia dapat melihat gadis itu tersenyum kecil padanya. Perlahan pandangannya kembali jernih dan ia dapat merasakan energi yang kembali bergolak di pembuluh darahnya.

"Aku senang bisa menyentuhmu," ucap gadis kecil itu pelan, kemudian gadis itu tersungkur ke tanah dengan mata terpejam.

"Apa yang terjadi?" teriak Ellise histeris.

"Dia membagi energinya denganmu." Salah seorang anak laki-laki dari kerumunan itu mendekat dan meraih gadis kecil itu ke dalam dekapannya. "Dia baik-baik saja, hanya butuh waktu untuk memulihkan diri."

Ellise termenung mengamati gadis kecil itu. "Aku akan mengalahkan Conqueror dan aku berjanji akan membawa kalian kembali ke dunia atas."

Dia berdiri setengah terhuyung dan mulai berlari keluar dari kubah yang telah ia ciptakan. Tubuhnya kini berpender keperakan ia melempar kutukan-kutukan beruntun ke arah para demon yang sekarang mulai terdesak mundur. Tapi kemudian sebuah kilatan merah menyambar dirinya hingga ia terpelanting beberapa meter ke belakang dan saat ia berdiri sosok Conqueror sudah berada di depannya. Jubah hitamnya berkibar tertiup angin, dan matanya mengamati Ellise dengan penuh antisipasi.

"Akhirnya kau muncul," ucap Ellise.

"Kau mengorbankan puluhan nyawa demi keselamatanmu?" Conqueror mendesis ke arahnya, melangkah lebih dekat.

Getaran di tubuh Ellise makin kuat dan ia merasakan energi mulai terpusat di ujung jarinya. Dia begitu marah dan frustasi, kebencian bergejolak di dalam dirinya tapi sebelum ia sempat melepaskan kutukan ke arah Conqueror. Conqueror sudah menyerangnya terlebuh dahulu, kutukan menghantam dada Ellise tapi anehnya bukan hanya dia yang ambruk tapi Conqueror juga ikut terpuruk bersamanya.

"Sepertinya kau akan ikut mati jika membunuhku. Jiwa kita sudah terhubung, ritualmu waktu itu berhasil, kau hanya gagal mengambil kekuatanku," desis Ellise dengan napas terengah. Darah mengalir dari sudut bibirnya.

Conqueror tertawa dan ia mulai berdiri. "Aku tidak perlu membunuhmu. Aku hanya perlu menghancurkanmu."

Conqueror mulai membidik kutukannya, mengarahkannya pada kubah pelindung yang telah Ellise ciptakan dan saat kilatan berwarna hitam meluncur dari ujung jarinya dan meluncur tepat ke kubah itu. Kubah itu meledak dan segala yang ada di sekitarnya hancur menjadi debu. Ellise berteriak. Rasa bersalah seperti saat ia melihat Lorius sekarat kembali merasukinya. Ia berlari menerjang Conqueror yang tampa ekspresi. Kilat mulai menyambar di angkasa dan saat ia hampir melepaskan seluruh energi yang terkekang di dalam tubuhnya, yang akan menghancurkan seluruh desa itu. Dia merasakan dua lengan melingkari pinggangnya, ia mendengar suara pria itu.

"Kau bisa mengendalikannya," bisik Nian dengan napas terengah.

"Aku pembunuh," gumam Ellise.

"Tidak. Kau tidak membunuh mereka," Nian kembali berbisik dan ia membalik tubuh Ellise menghadap ke arahnya. Ia menyapukan bibirnya ke bibir Ellise yang menggigil. "Kau bisa mengendalikannya."

Ellise menutup matanya dan mengarahkan tangannya ke atas. Cahaya hitam membelah udara dan ledakan dahsyat terjadi di angkasa seperti kilat menyambar yang menyilaukan. Kemudian tubuh Ellise melemas dan jatuh dalam dekapan Nian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top