Penyatuan

"Kau bilang tadi Book of Destiny? Buku Takdir?" tanya Lyna terbelalak dan menjatuhkan buku itu ke tanah.

"Ya, memangnya ada yang salah?" jawab Ellise sembari memungut buku itu dari tanah.

"Setahuku buku itu hanyalah dongeng anak-anak, tidak mungkin nyata. Kekuatan buku itu terlalu besar, dan terlalu tidak logis," jawab Lyna yang masih terkejut.

"Sebenarnya apa yang kau tahu tentang buku itu?" tanya Nian.

"Kalau menurut legenda sesuai namanya buku itu digunakan untuk menulis takdir seseorang," jawab Nicolas yang sedari tadi hanya diam

"Menulis takdir seseorang? Maksudmu kita bisa menulis takdir kita sendiri?" tanya Nian

"Ayolah Nian, itu hanya dongeng tidak mungkin nyata. Lagi pula mana mungkin ada buku seperti itu?" bantah Lyna

"Tapi Lyna..., buku itu nyata dan sekarang ada di depan matamu," desak Ellise dengan melambai-lambaikan buku itu di depan mata Lyna.

"Buku itu memang ada tapi kekuatannya hanyalah mitos tak berdasar, Ellise. Sekarang aku ingin bertanya padamu, jika ada sebuah cerita yang menyatakan sebuah batu yang bisa menghidupkan orang mati apa kau juga percaya?" bantah Lyna.

"Lyna..., kedua hal itu berbeda," jawab Ellise.

"Itu sama. Kematian dan takdir ditulis oleh sang pencipta bagaimana mungkin kita bisa merubahnya? Meski kita peri sekalipun kematian dan takdir terlalu rumit untuk dipahami, jadi bagaimana bisa coretan tinta diatas lembaran kertas bisa mengubah hal itu."

"Kuakui secara logis memang sangat tidak mungkin tapi, bukankah banyak hal yang tidak mungkin juga terjadi terkadang," ucap Nian.

"Apa maksudmu?" tanya Lyna dengan nada yang cukup tinggi.

"Batu Apolonium, kau pasti pernah mendengarnya bukan?" tanya Nian.

"Ya,batu yang bisa menyembuhkan segala penyakit, menetralkan segala racun, dan..., memberikan keabadian," jawab Lyna.

"Tepat sekali Lyna, keabadian. Bukankah itu juga sangat tidak logis? Tapi batu itu nyata diakui sejarah dan tertulis di banyak buku," jelas Nian.

"Ya memang, tapi ayolah mengubah takdir? Itu mustahil," jawab Lyna.

"Teman-teman pelankan suara kalian. Aku baru saja merasakan sesuatu," ucap Nicolas.

"Kehadiran makhluk hidup maksudmu?" tanya Nian.

"Ya,Setengah peri setengah demon. Kurasa kalian bisa menebaknya dengan sangat mudah," jawab Nicolas.

"Conqueror ada disini? Kalau begitu ayo cepat pergi," ucap Ellise panik.

Mereka berempat bergandengan tangan dan merapal mantra untuk bertelefortasi. Tapi sedetik kemudian mereka terhantam kelantai karena menabrak pelindung yang tak terlihat.

"Kita terjebak, rumah ini sudah di kelilingi pelindung," ucap Nicolas panik.

"Aku tahu itu. Tapi cobalah untuk tetap tenang!" ucap Nian yang sama paniknya.

"Tenang? Kau bilang tenang? Terjebak dengan Conqueror dan kau memintaku tenang?" teriak Nicolas.

"Diamlah teman-teman aku mendengar ada yang masuk ke bawah sini," bisik Ellise.

Awalnya hanya terlihat siluet di kegelapan yang tidak terkena cahaya tabung itu. Tubuh besar dengan mata yang mengkilat seakan penuh nafsu untuk membunuh. Kemudian orang itu semakin mendekat sehingga diterangi cahaya kemerahan.

"Apa yang kau inginkan?" ucap Ellise dengan suara yang bergetar. Kedua tangannya merentang seakan berusaha untuk melindungi teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

"Aku hanya menginginkan dua hal dan kalian memiliki keduanya." Suaranya bagaikan bisikan yang mengancam.

"Apa?" ulang Ellise.

"Kau dan buku itu," jawab Conqueror tanpa ekspresi.

"Ellise..., tidak..., kau tidak boleh menyerahkan dirimu!" larang Nian.

"Nian benar, Ellise. Jangan lakukan apa yang dia mau. Sekalipun kau melakukannya dia akan tetap membunuh kita," lanjut Lyna.

"Tapi...." ucap Ellise.

"Tidak ada tapi, apa yang dikatakan Nian dan Lyna benar Ellise," desak Nicolas.

"Kurasa Ellise Vernitty seharusnya bisa mengambil keputusan yang jauh lebih bijak," ucap Conqueror.

"Jangan dengarkan dia Ellise, seklipun kau menuruti keinginannya kita tetap akan dibunuh," ucap Nicolas.

"Apa jaminannya kalau aku menuruti keinginanmu kau tidak akan meluaki temanku?" tanya Ellise. Kini suaranya tak lagi bergetar.

"Jaminan?" ucap Conqueror dengan nada menghina.

"Ya, karena aku tak bisa mempercayai dirimu," ucap Ellise sinis.

"Kurasa kita sama-sama tahu kalau aku tidak terlalu suka dengan negosiasi, lagi pula aku akan tetap mendapatkan apa yang aku inginkan baik dengan sekuarela ataupun paksaan," jawab Conqueror tanpa ada nada humor sedikitpun.

Sedetik setelah Conqueror diam Ellise melemparkan kutukan peledak ke arahnya.

"Krepitus" teriak Ellise

Namun hanya dengan lambaian tangan Conqueror mantra peledak itu meleset dan menghantam tembok ruang bawah tanah itu. Debu berjatuhan sehingga cahaya redup di ruangan itu semakin tak terlihat.

Dan detik berikutnya Ellise merasakan sebuah mantra yang menyerempet pipinya. Ketika ia membalik badannya Lyna sudah terjatuh kelantai dengan mata tertutup.

"Lyna kau baik?" teriak Nicolas yang berusaha untuk menyadarkan Lyna.

"Ellise, apapun yang terjadi jangan menyerahkan dirimu!" ucap Nian di telinga Ellise dengan suara yang sangat lembut.

Namun setelah Nian selesai mengucapkannya kilatan merah meluncur tepat kedadanya, lelaki itu terhuyung kebelakang kemudian tumbang.

"Ellise lakukan sesuatu!" teriak Nicolas.

"Aku sudah peringatkan dirimu," ucap Conqueror yang sekarang sudah berdiri tepat di depan Ellise.

Mata mereka saling bertatapan. Dan perasaan yang sama ketika berada di Tiang Trajanus itu kembali dirasakan oleh Ellise. Kemarahan, kebencian, dan dendam yang tak tertahankan.

"Baiklah. Aku ikut denganmu, tapi biarkan mereka hidup," ucap Ellise akhirnya.

"Ellise apa yang kau lakukan? Ku bilang lakukan sesuatu, bukannya menyerah!" bentak Nicolas.

Ellise sama sekali tidak menanggapi ucapan Nicolas dan hanya diam dan menatap mata Conqueror dengan tajam. Tiba-tiba Conqueror menggenggam pergelangan tangan kanan Ellise. Seketika itu Ellise dijalari rasa dingin dan jijik karena sentuhan itu.

Conqueror menarik tangan itu dengan sangat kasar kemudian ia menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke punggung tangan kanan Ellise dan saat itu terjadi Ellise berteriak begitu keras, "Arghhhhhh...." Kulitnya seakan bersentuhan dengan besi yang baru saja di bakar, rasa panas itu menjalar hingga ke seluruh tubuhnya.

Pandangannya memburam saat itu dan ketika Conqueror melepaskan genggangamannya Ellise terhuyung dan terpuruk kelantai. Hal terakhir yang dilihatnya adalah Conqueror melemparkan kutukan kearah Nicolas yang kemudian terbaring di lantai berdebu rumah itu.

"Mereka tewas," pikir Ellise. Kemudian semuanya gelap.

***

Ellise tersadar dengan rasa sakit di kepalanya. Kilasan ingatan-ingatan tentang bagaimana teman-temannya telah tewas di ruang bawah tanah rumah itu membuat rasa sakit di kepalanya berdenyut lebih menyakitkan.

Ellise mulai membuka matanya dan yang ada di sekelilingnya begitu menakjubkan. Ia berada di sebuah ruangan dengan arsitektural Gothic yang begitu memukau. Ia berada di sebuah menara yang langit-langitnya membentuk rib vaulting yaitu atap yang menyerupai membran dan memiliki unsur atsitektural. Dinding yang ada di seberang ranjang yang ditiduri Ellise dihiasi Rose window yang secara simbolis melambangkan cahaya Tuhan yang menerangi hati umatnya. Dan disisi lain dinding terdapat hiasan kaca patri yang melukiskan dua sosok malaikat perempuan dan laki-laki yang saling bertautan. Wajah malaikat perempuan itu disinari cahaya mentari pagi yang mempercantik wajahnya, rambutnya tergerai dan menutupi sebagian dari sayapnya. Tubuh indahnya hanya tertutupi dengan pakaian yang minim. Sedang malaikat laki-laki itu bertelanjang dada dan menampilkan postur tubuh yang begitu indah sayapnya terentang dan wajahnya begitu tampan.

"Tempat apa ini?" gumam Ellise.

Ia berusaha untuk duduk tetapi kepalanya memprotes tindakannya. Ellise secara tidak sengaja melihat luka yang tertera di punggung tangan kanannya. Luka itu menghitam seperti luka bakar anehnya luka itu berbentuk mata.

"Luka ini, tidak mungkin salah. Ini tanda kalau aku sudah di ikat olehnya," gumam Ellise sambil mengusap luka itu.

"Kalau aku sudah diikat itu artinya sulit untuk kabur dari tempat ini," ucap Ellise sembari berdiri dari ranjangnya dan berjalan menuju meja di pojok ruangan. Di atas meja itu ia melihat buku yang tidak asing baginya. Ia memungut buku bersampul hitam itu dan kembali membaca sampulnya.

"Book of Destiny. Buku takdir. Benarkah buku ini akan merubah takdirku"

Kemudian ia membuka halaman pertama buku itu. Kosong, halaman berikutnya kosong. Tidak ada apapun di buku itu hanya ada noda darah yang mulai memudar termakan usia.

Selain buku itu ada sebuah pena bulu dan tinta yang terletak diatas meja itu. Ellise mencelupkan pena itu dan mencoba untuk menulis di buku itu.

"Apa-apaan ini?" ucap Ellise terkejut.

Tinta itu sama sekali tidak mau melekat dengan kertas dari buku itu. Ujung pena bulu itu basah oleh tinta namun tinta itu  sama sekali tidak menggores buku itu.

"Ada yang aneh. Aku harus mencari tahu, bagaimana cara menulis di buku ini," gumam Ellise.

Ellise menutup buku itu dan berjalan kearah pintu keluar, ia mendorong pintu itu dan pintu itu mengayun terbuka.

"Dia tidak perlu mengurungku karena dia sudah mengikatku, hal pertama yang harus ku lakukan adalah mencari informasi tentang buku itu."

Ia berjalan menyusuri koridor yang di terangi nyala obor,hinga akhirnya ia berpapasan dengan perempuan dengan paras yang sangat cantik rambutnya hitam, perempuan itu menghentikan langkahnya ketika berpapasan dengan Ellise.

"Aku sudah diperingatkan untuk tidak ikut campur dengan urusan tuan Conqueror dan kau. Tapi aku heran apa yang spesial tentang dirimu," ucap wanita itu.

Ellise menghentikan langkahnya dan berbalik menatap wanita itu

"Yah, kau benar apa yang spesial dari diriku?" Ellise mengucapkan kalimat itu dengsn nada frustasi.

"Dan tuan juga memintaku untuk menengokmu di kamar, tuan memintaku utuk bertanya apa yang kau perlukan," ucap wanita itu dengan nada kesal.

"Dia memintamu untuk melakukan itu? Seakan aku tamu saja," jawab Ellise angkuh.

"Yah, menurutku sebaiknya kau di kurung di ruang bawah tanah. Tapi tuan berpikir lain, lagi pula ini tidak akan lama, setelah tuan mendapatkan apa yang dibutuhkan darimu dia akan membunuhmu," ujar wanita itu.

"Benarkah? Mungkin itu akan jauh lebih baik," jawab Ellise dingin.

"Jadi apa yang kau butuhkan?" tanya wanita itu akhirnya.

"Perpustakaan," jawab Ellise.

"Baiklah ikuti aku!"

Ellise berjalan di belakang wanita itu,selama beberapa saat hanya ada kesunyian diantara mereka hingga akhirnya Ellise memulai percakapan kembali.

"Kau tidak melarangku?" tanya Ellise sedikit terkejut karena diizinkan begitu saja.

"Kenapa? Kau kira aku akan khawatir kalau kau bisa menemukan cara untuk kabur atau membunuh tuan Conqueror? Dengar tuan jauh lebih kuat dari apa yang kau bayangkan akan jauh lebih baik jika kau buang jauh-jauh pikiran untuk kabur dari sini. Lagi pula tuan sudah mengikatmu dan jika kau melawan nyawa orang-orang yang kau sayangi yang menjadi taruhannya," jawab wanita itu dengan seringai di wajahnya.

"Orang-orang yang kusayangi? Bukankah itu berarti jamak? Padahal sekarang hanya tinggal satu orang yaitu Cygnus, karena tuanmu itu sudah membunuh teman-temanku kemarin," jawab Ellise dengan penuh amarah

"Sejujurnya belum. Tuan hanya melemparkan mantra pemingsan kemarin. Mereka masih hidup tapi jika kau macam-macam tuan akan dengan senang hati memburu mereka dan membunuh mereka di depan matamu," jawab wanita itu. Matanya menyiratkan kalau dia sangat ingin melihat pembantaian itu.

"Mereka masih hidup?" tanya Ellise terkejut.

"Ya,mereka masih hidup. Semuanya tergantung dengan tindakan-tindakan yang kau ambil," jawab wanita itu.

Ellise hanya dapat menarik napas lega karena setidaknya teman-temannya masih hidup.

"Apakah mereka dikurung di sini?" tanya Ellise.

"Mereka tidak berharga dan sama sekali tidak berguna untuk tuan, jadi buat apa tuan membawanya kemari? Mereka masih berada di rumah itu."

"Siapa kau? Sepertinya kau tahu banyak tentang Conqueror," tanya Ellise menyelidik.

"Apa kau bilang? Conqueror? Berani sekali kau hanya menyebut namanya? Kau seharusnya bersyukur karena tuan belum membunuhmu?" jawab wanita itu gusar.

"Jadi kau ingin aku juga memanggilnya tuan? Begitu?" balas Ellise dengan nada meremehkan.

Bukannya dia tidak takut tapi tapi lebih mudah jika berpura-pura berani dari pada mengkerut ketakutan.

"Menurutku menyebut namanya pun kau tidak pantas," jawab wanita itu. Mukanya mengernyit memandang jengkel Ellise.

"Yah, sebenarnya aku juga tidak ingin berurusan dengannya. Jadi siapa kau?" ucap Ellise.

"Namaku Lilith, dan aku pengikutnya yang paling setia serta yang paling dipercaya," jawab Lilith dengan bangga.

"Benarkah? Sepertinya dia tidak berpikir sama denganmu," jawab Ellise dengan nada menghina.

"Diamlah! Kita sudah sampai,sekarang masuk dan lakukan apapun yang kau mau" bentak Lilith dan saat itu warna matanya berubah menjadi merah. Kemudian ia menghilang.

"Dasar pemarah," gumam Ellise.

***

Ellise berdiri di depan pintu ganda dengan ukiran yang begitu indah pintu itu diapit dua buah patung yang berbentuk Sphix.

Ellise mendorong pintu itu hingga terbuka dan kesan pertamanya ketika melihat ruangan itu adalah kumuh.

"Ini perpustakaan atau gudang? Semuanya tertutup debu dan sarang laba-laba," gumam Ellise.

"Siapa di Sana?" tanya sebuah suara serak dari seberang ruangan.

"Em, aku Ellise Vernitty, dan siapa kau? Keluarlah!" jawab Ellise.

"Kau Ellise Vernitty? Kenapa anak itu bisa tertangkap? Sekarang semuanya sudah berakhir, berakhir sudah," ucap suara dari dalam kegelapan.

Kemudian pemilik suara itu keluar. Wanita bertubuh gemuk dan pendek rambut kelabunya acak-acakan seakan tak pernah disisir, dan ia mengenakan pakaian compang-camping penuh debu.

"Siapa kau? Apakah kau bukan demon?" tanya Ellise yang berjalan menghampiri wanita itu.

"Kau seharusnya tidak berada di sini nak," ucap wanita itu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku,siapa kau?" ulang Ellise.

"Namaku Ara Circinus, dan aku seorang peri," jawab wanita itu.

"Kau seorang peri? Tapi apa yang kau lakukan di sini?"

"Mereka memintaku menjaga perpustakaan ini karena aku satu-satunya orang yang hafal semua letak buku disini."

"Dan kau mau melakukannya?"

"Tentu saja tidak. Tapi lihat ini." wanita itu menunjukkan punggung tangan kanannya.

"Kau juga di ikat olehnya?" tanya Ellise terkejut.

"Begitulah"

"Padahal hanya ada dua cara untuk menghilangkan tanda ini yaitu si pemberi tanda mati atau memberikan tanda yang sama kepada si pemberi tanda," ucap Ellise.

"Ada satu cara lagi," ucap wanita itu.

"Kau bohong..Aku sudah membaca buku tentang tanda pengikat ini, tanda ini akan menyiksa kita jika terlalu jauh dari si pemberi tanda atau keluar dari zona  yang sudah di tetapkan si pemberi tanda dan cara untuk menghilangkannya memang dua itu," jawab Ellise.

"Yah, di buku memang tertulis seperti itu tapi jika kau memiliki bakat menulis di Book of Destiny dan memiliki buku itu kau bisa mengubah takdirmu," jawab Ara.

"Kau percaya dengan kekuatan Book of Destiny?"

"Tentu. Buku itu nyata dan Conqueror mengincarnya," jawab Ara.

"Jadi kau tahu tentang buku itu? Bisa kau ceritakan semuanya kepadaku?" pinta Ellise.

"Sudahlah. Jika kau tidak memiliki bakat. Itu tidak akan ada gunanya memiliki buku itu," ucap Ara

"Permasalahannya mungkin aku memiliki bakat itu dan aku juga memiliki buku itu," jawab Ellise.

"Itu tidak mungkin terakhir kali pemilik bakat itu adalah Alexander Perticus Darwins James Lordophus leluhur kaum manusia."

"Ya, aku menemukan buku itu di rumah orang itu."

"Kenapa kau berpikir kalau kau memiliki bakat itu," tanya Ara.

"Kerena hanya aku yang bisa membaca judul di sampul buku itu dan ucapan Lilith bahwa setelah Conqueror mengambil apa yang ia butuhkan dariku aku akan di bunuh,jelas Conqueror ingin mengambil kekuatan ini."

"Baiklah," Ara hanya mengucapkan kalimat itu, lalu mengambil salah satu obor didinding dan berjalan di labirin rak buku itu.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Ellise.

Selama sepuluh menit Ellise hanya berdiri diam di depan meja penjaga hingga akhirnya Ara keluar dengan membawa buku yang menyerupai buku harian tua.

"Apa yang kau bawa?" tanya Ellise.

"Buku Diary yang secara turun menurun diberikan kepada prmilik bakat penulis Book of Destiny," jawab Ara

"Dan apakah buku itu akan membantuku?"

"Seharusnya iya, Conqueror juga memintaku untuk mencarikan buku ini dan aku hanya memberinya salinannya. Dan aku mau kau menyimpan buku ini," ucap Ara.

"Book of Destiny harus ditulis dengan tinta darah, yaitu darah ayam jantan yang dicampur dengan darah orang yang berkaitan dengan takdir yang dirubah," lanjut Ara.

"Pantas saat aku menulis dengan tinta tidak bereaksi apapun, jadi aku harus mendapatkan darah Conqueror jika ingin merubah takdir orang itu?" tanya Ellise.

"Ya. Tapi kusarankan untuk tidak menggunakan buku itu. Resiko-resiko yang ditanggung terlalu besar. Menurutku jauh lebih bijak jika kau tidak mengutak-atik takdir yang sudah ditulis sang pencipta," jawab Ara serius.

"Tapi kukira kau ingin aku menggunakan buku itu, karena itu kau menyerahkan buku diary ini padaku," ucap Ellise binggung.

"Aku menyerahkan buku itu agar kau bisa mengerti resikonya, takdir seseorang itu saling berkaitan karena itu mengubah satu takdir akan sangat berdampak dengan takdir yang lain" jawab Ara.

"Jadi intinya kau ingin aku tidak menulis apapun di buku itu?" tanya Ellise.

"Ya dan cepatlah pergi dari sini sebelum dia mengambil kekuatanmu karena jika itu sampai terjadi hanya hal buruk yang akan terjadi " jawab Ara.

"Baiklah. Dan terima kasih, lalu kau apa yang akan kau lakukan?" tanya Ellise.

"Jangan khawatirkan aku, aku akan baik-baik saja," jawab Ara sambil tersenyum.

"Jika mungkin aku pasti akan membebaskan dirimu." Lalu Ellise pergi meninggalkan perpustakaan itu.

"Ya,semoga selamat!" gumam Ara.

***

"Tuan, kenapa anda tidak langsung mengambil kekuatannya?" tanya Lilith.

"Kekuatan anak itu tersegel dan untuk membukanya aku harus membunuh Lorius atau...."

"Atau apa tuan?" tanya Lilith.

"Malam ini akan terjadi gerhana bulan,dan saat itu terjadi, segelnya akan melemah," jawab Conqueror.

***

Ellise kembali ke kamarnya dan duduk di bangku sambil, menatap buku bersampul hitam itu.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku harus pergi tapi bagaimana?" Ellise kembali menatap buku itu.

Kemudia pintu ruangan itu terbuka. Dan masuklah wanita yang tidak asing baginya.

"Ikut aku! " perintah Lilith.

"Kemana?" tanya Ellise.

"Kau tidak berhak bertanya tapi sebelumnya pakai ini." Lilith menyerahkan jubah putih kepada Ellise.

Detik berikutnya Ellise sudah menaiki tangga dari batu yang sepertinya menuju ke menara tertinggi. Jantung Ellise berdetak begitu cepat, tangannya bergetar, dan pikirannya begitu panik.

"Aku akan mati hari ini," pikir Ellise.

Ternyata Ellise salah mereka tidak menuju ke menara tertinggi tetapi atap dari menara tertinggi itu.

Ellise semakin ketakutan melihat apa yang ada disana. Sebuah bangku dari batu yang cukup untuk ditiduri seseorang, meja rendah yang digunakan untuk meletakkan sebuah tengkorak kepala manusia, dua buah cawan kristal, belati yang terbuat dari perak dan gagangnya dari tulang, serta seekor merpati putih. Tapi yang paling mengerikan adalah sosok laki-laki berjubah hitam yang berdiri di samping bangku batu itu.

"Kau boleh pergi Lilith," ucap Conqueror.

"Baiklah tuan " kemudian Lilith pergi meninggalkan Ellise dan Conqueror.

"Mendekatlah!" perintah Conqueror.

Tapi Ellise hanya berdiri diam dan menatapnya dengan tajam.

"Kau menolak? Kau tahu aku selalu mendapatkan apa yang ku inginkan" kemudian Conqueror mengarahkan tangannya ke arah Ellise dan perlahan kaki Ellise bergerak tanpa di perintah olehnya.

"Kau tidak pernah mendapatkan apa yang kau inginkan," ucap Ellise sambil melawan gerakan kakinya.

"Benarkah? Tahukah kau kenapa aku memilih malam ini dan di tempat ini? Atau jangan-jangan kau tidak tahu apa yang akan aku lakukan?"

"Aku tahu kau ingin mengambil kekuatan di dalam diriku tapi alasan kau memilih tempat dan waktu ini aku sama sekali tidak mengerti," ucap Ellise yang sudah tiba di depan Conqueror.

"Alasannya," Conqueror mennyentuhkan jemari panjangnya ke daerah sekitar pusar Ellise, "kakek tua itu sudah menyegel kekuatanmu. Dia sudah tau kalau aku menginginkannya dan malam ini akan terjadi gerhana bulan di saat itu segelnya melemah," ucap Conqueror.

Saat Conqueror akan menarik tangannya, Ellise meraih pergelangan tangan Conqueror tanpa pikir panjang ia menyentuhkan ujung jari telunjuknya kepunggung tangan Conqueror, lelaki itu berteriak dan untuk beberapa detik di punggung tangan Conqueror tertera simbol mata yang membara kemudian lenyap bersamaan dengan simbol yang ada di punggung tangan Ellise.

Ellise mencoba untuk berlari tetapi kakinya masih di bawah control dari Conqueror sehingga ketika ia memaksanya untuk berlari ia malah terjengkang menabrak lantai.

"Tak kusangka, kau tau mantra terlarang seperti itu, tapi sudahlah aku tidak perlu mengikatmu lagi. Gerhana sudah dimulai mari mulai ritual kita!"

Kemudian Conqueror melemparkan mantra ke arah Ellise. "Rigidium." seketika tubuh Ellise menjadi kaku dan tak dapat digerakkan.

Conqueror berjalan menghampiri tubuh kaku itu dan menggendongnya lalu ia membaringkannya di atas bangku batu.

Ellise dapat memandang bulan yang perlahan tertutup oleh kegelapan dan di dalam hati ia berdo'a semoga terjadi sebuah keajaiban.

"Dengan ini aku mengambil darah lawanku, untuk memastikan kekalahannya," Conqueror mengucapkan kalimat itu sambil mengangkat belati itu kearah bulan yang sudah menghilang 1/4 bagian kemudia ia menyayat pergelangan tangan Ellise dan menampung darahnya ke dalam cawan kristal yang sudah ia siapkan hingga penuh kemudian ia membebat pergelangan tangan Ellise dengsn kain yang berwarna putih.

"Dengan ini aku mengambil darahku untuk memastikan kemenanganku." Ia menyayat pergelangan tangannya dan menampung darahnya di cawan yang satunya hingga penuh kemudian ia membebat pergelangan tangannya dengan kain yang berwarna hitam.

Kemudian Conqueror menuangkan isi dari kedua cawan itu secara bersamaan ke dalam tengkorak dan mengangkat tengkorak itu ke arah bulan yang hampir tertutup seluruhnya.

"Kedua darah dari jiwa yang berbeda ini akan menjadi perantara penyatuan jiwa kami dan dengan darah merpati sebagai penyatu, kami akan menjadi dua makhluk dengan satu jiwa yang sama." setelah ia mengucapkannya Conqueror mengeluarkan merpati itu dari sangkarnya dan menggorok leher merpati itu dan memasukkan darahnya ke dalam tengkorak.

Lalu Conqueror berlutut menghadap bulan yang sudah tertutup sepenuhnya dan kembali mengangkat tengkorak itu.

"Dengan darah ini aku akan mengambil apa yang pernah menjadi milik lawanku dan menjadikannya milikku seutuhnya." Conqueror mengangkat tengkorak itu dan saat tengkorak itu menyentuh bibirnya sebuah kilatan berwarna hijau meluncur dan menghantam tengkorak itu hingga menjadi debu.

***

Maaf baru bisa updete. Yang udah vote sama comen makasih banget...dan yang udah baca juga makasih,ditunggu ya kelanjutannya,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top