Pencarian
Lima tahun telah berlalu. Pagi ini langit begitu cerah tanpa awan yang membayangi.
Kini Ellise sudah beranjak dewasa. Kini ia sudah bisa mengendalikan kekuatannya. Dan kini ia akan meningglkan pulau dan peri yang telah menjaganya.
"Cygnus meski aku pergi berjanjilah untuk tidak melupakanku," kata Ellise.
"Aku akan heran jika bisa melupakanmu, tak ada orang di sini yang akan menemaniku setelah kau pergi Ellise," jawab Cygnus sambil tersenyum.
"Jangan berpamitan seakan kita tak akan berjumpa lagi,Ellise. Kita akan kembali iyakan Lorius?" kata Nian menghibur.
"Tentu. Tentu kita akan kembali," jawab Lorius.
Mereka bertiga kemudian bergandengan tangan dan lenyap dari tempat itu. Kemudian mereka sudah berada di ujung tebing di dekat pantai.
"Tujuan pertama kita,Ellise. Meski kau memiliki perlindungan abadi tapi kau perlu kekuatan untuk bisa membunuhnya."
"Jadi apa yang harus aku lakukan?" tanya Ellise.
"Kau harus tahu apa itu cinta dan apa itu benci. Karena kebencian lahir dari cinta yang terlalu besar."
"Apa maksud anda?"
"Aku sudah melihat kebencian yang sangat besar di dalam matamu sejak kau tahu alasan kematian orang tuamu saat itu dan aku tak ingin kebencian itu menutupi cinta yang ada di dalam dirimu."
"Aku masih tidak mengerti."
"Tempat ini adalah saksi cinta ayah dan ibumu dan aku ingin tempat ini juga menjadi saksi cintamu kepada mereka."
"Caranya?"
" Bersumpahlah kau tak akan membenci Conqueror," jawab Lorius.
"Apa ?" jawab Ellise dan Nian bersamaan.
" Lorius apa kau tidak salah bicara? Kau memintaku untuk tidak membenci Conqueror? Orang yang dengan senang hati ingin membunuhku dan membuat begitu banyak penderitaan di hidupku. Dan kau memintaku untuk tidak membencinya?" lanjut Ellise dengan gusar.
"Mungkin permintaanku terdengar aneh...."
" Aneh? Itu gila. Bukan aneh," potong Ellise.
"Kau belum memahaminya tapi aku yakin kelak kau akan mengerti ketika kau melihat segalanya terjadi di depan matamu," jawab Lorius dengan tenang.
"Maksud anda?" tanya Ellise dengan bingung.
"Guru yang terbaik adalah pengalaman karena itu aku ingin kau belajar dari segala hal yang telah kau alami," jawab Lorius.
"Aku tak bisa menemanimu karena itu aku minta Nian untuk ikut denganmu," lanjut Lorius.
"Anda akan pergi?" tanya Nian kaget.
"Ya. Aku punya banyak pekerjaan"
" Tapi ku kira anda akan mengajari Ellise, meninggalkan kami? Kau ingin kami mati?" protes Nian keberatan.
"Sudahlah Nian, aku juga tak peduli dia mau pergi atau tinggal. Memintaku untuk tak membenci orang yang ingin menghancurkan segalanya? Kukira hanya orang yang tak punya cinta yang meminta hal semacam itu," jawab Ellise sinis.
Lorius sama sekali tidak menanggapi ucapan Ellise tapi ia mengeluarkan sebuah bungkusan kain beludru yang berwarna merah. Kemudian ia tersenyum dan menghilang meninggalkan Ellise dan Nian seorang diri.
***
Malam ini begitu suram. Langit tertutup awan kelabu dan petir menyambar di angkasa, namun hujan tak kunjung menetes. Di dalam tenda yang telah di sihir sehingga tahan air dan tak terlihat Ellise dan Nian memandang bungkusan merah yang tergeletak di lantai tenda.
"Kita buka?" tanya Nian.
"Ya."
"Kau saja yang buka!" pinta Nian.
" Kenapa?"
"Sudah jelaskan? Kau yang di takdirkan bukan aku, jadi kau yang buka."
"Oh... baiklah." Ellise membuka kain pembungkus itu dan betapa kecewanya dia.
"Ini hanya sebuah papan kayu?" kata Ellise tidak percaya.
"Tunggu itu bukan papan kayu,tapi... lihat ada ukiran yang tidak terlalu dalam, kau harus merabanya untuk bisa membacanya. Kurasa ini sebuah prasasti atau entah apa? Tapi aku yakin ukiran itu adalah petunjuk," kata Nian sambil meraba permukaan papan itu. "Aku tidak bisa membacanya jika hanya merabamya."
"Berikan padaku dan ambilkan pena dan kertas," pinta Ellise.
Selama beberapa menit hanya terdengar gesekan antara pena dengan kertas hingga akhirnya Ellise berkata, "Amor peperit odium, odium peperit bellum, animum quod percutit et mens et exitium, sed quod cogitatio cordis pacem."
" Maaf tapi aku tak tahu artinya, jika kau tidak keberatan tolong terjemahkan," kata Nian yang sama sekali tidak mengerti.
"Ini bahasa Latin, artinya cinta melahirkan benci, benci melahirkan perang, hati yang mengalahkan pikiran membawa kehancuran namun pikiran yang memikirkan hati membawa perdamaian. Tapi apa maksudnya? Bagian awal sama dengan yang diucapkan Lorius dan bagian keduanya seakan menyalahkan hati dan membenarkan pikran," kata Ellise sambil berjalan mengelilingi tenda.
***
Mereka terus mengulangi kalimat yang tertera di papan kayu itu. "Cinta melahirkan benci, benci melahirkan perang," kata Ellise dan Nian bersamaan.
"Jika kita mencintai seseorang dan orang yang kita cintai disakiti pasti kita akan membenci orang yang menyakitinya, iya kan Ellise?"
"Aku tahu. Tapi apa hubungan semua ini denganku? Maksudku aku memang membenci Conqueror tapi aku melakukan semua itu agar aku tidak merasa bersalah, kau juga tahu alasan ayah dan ibuku tewas itu karena diriku."
"Aku tahu tapi Lorius bilang untuk jangan membencinya, pasti ada alasannyakan? Tidak mungkin dia memintamu melakukan itu jika itu tidak penting."
"Nian apa menurutmu aku terlalu egois?"
"Apa? Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?"
"Aku yakin kau berpikir aku sangat egois. Akulah penyebab kematian orang tuaku tapi... aku menyalahkan Conqueror."
"Jangan berpikir begitu. Aku tahu kenyataan ini sangat menyiksamu. Yah, kuakui kadang kau egois dalam beberapa hal, tapi kau juga sering mengalah bahkan sangat sering. Jika kau orang yang egois, aku yakin kau tak akan peduli dengan apa yang akan terjadi pada dunia ini. Tapi nyatanya kau ada di sini dan berusaha untuk mengalahkannya, benarkan?" Nian mengatakan semua itu sambil membelai pundak Ellise.
"Terkadang aku iri padamu."
"Kebapa?"
"Kau juga kehilangan orang tuamu tapi kau bisa menerimanya. Bagaima kau bisa tidak membenci Conqueror?"
"Aku bukanlah orang yang munafik,sejujurnya aku juga membenci Conqueror. Tapi bukan itu yang diharapkan ayah dan ibuku. Aku yakin mereka berharap aku menjalani hidup ini dengan baik dan aku berusaha mewujudkannya, hanya itu."
Mendengar apa yang telah di ucapkan Nian membuat Ellise merasa sedikit lega. Setidaknya bukan cuma dia yang membenci Conqueror. Nian juga membencinya tapi ia jauh lebih dewasa dibanding dirinya karena itu bisa mengubur rasa itu.
"Kita harus menemukan petunjuk lain kalimat ini tidaklah cukup," kata Nian yang membangunkan Ellise dari lamunannya.
"Kau benar ini tidaklah cukup," balas Ellise.
"Kau yakin hanya ini yang tertulis di papan itu?"
"Iya Nian. Tidak ada lagi kecuali...."
"Kecuali apa?" desak Nian.
"Di bagian pojok kiri bawah ada ukiran lain dan dengan huruf lain." Ellise menuliskannya di kertas πόλο μάχη.
"Huruf apa itu?"
"Ini huruf yang digunakan bangsa Yunani Nian, pólo máchi artinya tiang peperangan."
"Bagaimana kau bisa tahu semua bahasa ini?"
"Aku punya ketertarikan terhadap bangsa Romawi dan Yunani karena itu aku belajar bahasa mereka."
"Menarik. Kalau begitu aku harus belahar juga. Setelah semua ini berakhir," ucpap Nian.
"Tapi apa arti kalimat itu? Apa itu merujuk pada suatu tempat?"
"Tunggu, kau bilang tiang peperangan? Ayahku pernah bilang,yah meski tidak padaku. Saat itu ada seseorang yang datang kerumahku dia bertanya tentang tiang peperangan dan ayahku menyuruhnya pergi ke Italy. Mungkinkah ini ada kaitannya?"
"Seperti apa orang yang bertanya padanya? Maksudku apakah orang itu seperti bangsa kita? Bangsa peri maksudku," tanya Ellise mulai tertarik.
"Ya mungkin. Saat itu dia mengenakan jubah padahal cuaca saat itu sangat panas, selebihnya aku tak lngat" jawab Nian
"Bagaimana kau bisa mengigat kejadian yang sudah begitu lama?"
"Karena setelah orang itu pergi pembunuh itu datang dan membunuh orang tuaku," jawab Nian tanpa ekspresi.
"Maafkan aku, aku seharusnya tidak bertanya," ucap Ellise tidak enak.
"Tak masalah," jawab Nian sambil tersenyum.
***
"Apa yang ada di italy dan berhubungan dengan tiang dan perang?" tanya Nian.
"Em... aku pernah dengar tentang dua tiang yang mirip, keduanya ada di italy dan kedua ukiran yang ada di tiang itu menceritakan peperangan," jawab Ellise.
"Tiang apa itu?"
"Tiang Marcus Aurelius dan Tiang Trajanus."
"Tapi yang mana? Yang mana yang dimaksud petunjuk ini?" tanya Nian.
"Bagaimana kalau kita pergi ke kedua tempat itu?" ajak Ellise.
"Menurutku itu bukan keputusan yang bijak."
"Kenapa?"
"Ellise... apa menurutmu Conqueror tidak akan menjaga tempat itu? Jika tempat itu memiliki hubungan denganmu, dia pasti menempatkan banyak penjagaan. Akan jauh lebih baik jika kita bisa memecahkan semua ini tanpa datang ke tempat itu," jawab Nian.
"Aku tahu pasti sangat berbahaya tapi apa kita punya pilihan? Kita tak punya banyak petunjuk kita bahkan tak tahu apa yang harus kita cari. Satu-satunya cara untuk mengetahui maksud kalimat itu adalah datang ke tempat yang ada di petunjuk, Nian."
"Tapi Ellise tentu kau tidak lupa terakhir kali kita bertemu dengannya kita hampir mati," bantah Nian.
"Ayolah Nian itu dulu, dulu kita belum memiliki kekuatan tapi sekarang kita sudah belajar mengendalikan kekuatan kita. Setidaknya jika kita terdesak kita bisa berteleportasi," bujuk Ellise.
"Yah kita memang bisa berteleportasi sekarang, tapi jika dia memasang pelindung di tempat itu kita akan tamat."
"Baiklah... baiklah... tapi apa kau punya ide yang lebih baik?"
"Aku ingin bilang ada tapi sayangnya aku tak punya."
"Jadi?"
"Kau menang kita akan pergi besok," jawab Nian datar.
***
Pagi itu masih sama suramnya dengan semalam dan di dalam tenda itu Ellise dan Nian sedang berkemas.
"Mana yang akan kita datangi lebih dulu?" tanya Nian.
"Kurasa Tiang Marcus Aurelius dulu."
"Kenapa?"
"Tidak ada alasan khusus aku hanya memilihnya," jawab Ellise santai.
"Kau ingat rencananya kan?"
"Iya Nian, aku ingat kita akan merubah diri kita dan pergi dengan cara manusia. Bertingkah seperti turis dan sebisa mungkin tidak mengundang perhatian meski aku yakin itu tidak ada gunanya karena jika tempat itu memang di jaga aku yakin mereka akan langsung mendeteksi keberadaan kita."
"Yah meski begitu menurutku tetap layak dicoba," bantah Nian.
Hari itu Ellise merubah dirinya menjadi seorang yang berbadan pendek dengan kulit coklat dan rambut hitam yang di kuncir ekor kuda matanya yang semula biru berubah menjadi cokelat tua sedang Nian yang tak terlalu pandai bertransformasi hanya merubah warna dan gaya rambut serta menambahkan kumis dan alis mata yang tebal.
"Aku kecewa dengan penampilanmu Nian," ejek Ellise
"Berhentilah mengejekku!" jawab Nian.
"Ya....ya...ayo kita berangkat."
"Tunggu Ellise, apa tidak ada tahun pembuatan di ukiran balok kayu itu? Bukankah setiap karya ada tahun pembuatannya?"
"Biar ku cek dulu, tapi kenapa kau menanyakan hal itu?"
"Dua tiang yang kau sebutkan itu tidak didirikan pada tahun yang samakan?"
"Iya, tahun pendiriannya sangat jauh berbeda Tiang Marcus Aurelius didirikan pada tahun 180-an M sedang Tiang Trajanus sekitar tahun 100-an M, memangnya kenapa?" tanya Ellise.
"Sudahlah lihat saja dulu," erintah Nian.
"Em... ini dia. Ditulis dengan pewarna bukan ukiran March XXI CXXVII tanggal pembuatannya 21 Maret 127 itu artinya...."
"Kau mengertikan?" Nian bertanya dengan senyuman.
"Itu artinya yang dimaksud ukiran ini Tiang Trajanus, mustahil jika Tiang Marcus Aurelius karena Tiang itu dibangun setelah ukiran ini dibuat."
"Tepat sekali, jadi kita akan pergi ke Tiang Trajanus."
***
Tiang Trajanus dibangun tidak lama setelah tahun 100 M untuk mengabadikan kemenangan Trajanus dalam perang melawan Dacia (Rumania modern). Tiang Trajanus berdiri di Forum Trajanus dikota Roma, di dekat Pasar Trajanus dan Forum Roma lama. Tiang ini seluruhnya diukir dengan ukiran yang menggambarkan para prajurit yang sedang bertempur. Diperlihatkan tentara Romawi yang menyeberangi sungai Danube menggunakan perahu dengan dayung. Para tentara Romawi dalam ukiran ini digambarkan sebagai pasukan yang kuat, tangguh, dan disiplin, dan Trajanus adalah jenderal yang hebat.
"Ellise kau yakin akan hal ini?" tanya Nian cemas.
"Nian kita sudah sampai sejauh ini,kita harus lebih mendekat untuk melihat ukiran atau entah apa yang bisa menjadi petunjuk."
Ellise menggandeng lengan Nian seakan mereka berdua adalah sepasang turis yang sedang liburan di tempat itu belum terlalu banyak turis yang datang karena saat itu masih cukup pagi.
"Sesuai dengan buku yang kubaca ukiran di tiang ini menceritakan peperangan tapi apa yang harus kita cari?"
"Ellise pelankan suaramu...."
"Ayolah Nian, tidak ada banyak orang, bantu aku mencari petunjuk."
Mereka telah menghabiskan sepuluh menit untuk mengelilingi tiang itu.
"Aku tak menemukan apapun." Saat itu Ellise mulai emosi dan marah.
"Mungkin kita salah mengartikan petunjuk itu," kata Nian.
"Tidak,firasatku mengatakan kita sudah benar." Saat itu Ellise memandang ke langit dan teringat sesuatu.
"Aku ingat sekarang."
"Ingat apa?" tanya Nian terkejut karena melihat perubahan raut muka yang begitu cepat dari Ellise.
"Kukira kita harus naik ke atas," jawab Ellise.
"Untuk apa?" tanya Nian yang semakin terkejut dan tidak mengerti.
"Kau lihat patung yang ada di atas tiang ini? Dia seperti menunjuk ke suatu tempat, aku yakin tempat itulah yang kita cari."
"Aku tidak yakin Ellise, kau tidak lihat pagar pembatas ini?"
"Persetan dengan pagar pembatas aku akan kesana dengan sihir."
"Ellise apa kau gila? Ada banyak...."
Sebelum Nian menyelesaikan ucapannya Ellise sudah lenyap dan tiba di puncak tiang itu dan pada saat yang bersamaan muncul selusin orang berjubah hitam dari berbagai arah.
Nian yang sudah menyadari kehadiran mereka panik dan berteriak, "ELLISE... CEPAT KEMBALI. KITA HARUS PERGI SEKARANG. ADA...."
Lagi- lagi sebelum Nian selesai bicara ada kilatan di sebelah kanannya,kemudian lengan kanannya terasa basah dan hangat karena darah yang mengalir. Setelah kejadian itu tempat itu begitu kacau semua turis berlari berhamburan dan berteriak sekuat-kuatnya.
"Nian kau baik-baik saja?" teriak Ellise dan dalam sekejap Ellise sudah berada di sebelah Nian.
"Aku yang kalian incar bukan dia kenapa kalian menyerangnya?" teriak Ellise marah dan saat itu selusin kilatan merah meluncur menuju tepat ke arah Ellise.
Entah perasaan apa yang mengalir di pembuluh nadi Ellise, tiba-tiba ia merasakan sesuatu kekuatan yang belum pernah dia rasakan keuatan itu menjalar kejari-jari tangannya. Dan tanpa sadar Ellise mengangkat kedua tangannya kearah penyerang dan kemudian terjadi ledakan besar.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top