Kematian

Ledakan itu berasal dari arah pintu masuk. Seorang lelaki tua dengan rambut dan jenggot putih berdiri di sana. Tangannya masih berada di udara dan telunjuknya masih teracung, setelah meluncurkan mantra peledak.

"Lama tidak bertemu, Hades," ucap Lorius tenang. Bahkan dalam suaranya sama sekali tidak ada rasa takut.

"Ah, aku mendapat tamu rupanya. Bagaimana caramu masuk, itu pasti akan sangat menarik untuk dibahas," kata Conqueror. Lalu ia balas melemparkan mantra peledak.

Lorius melambaikan tangannya dengan malas dan mantra peledak itu lenyap. Dia tidak menangkisnya tapi menghilangkannya.

"Apakah kita harus memulai pertarungan lagi? Jujur aku sudah terlalu tua untuk itu," ucap Lorius. Ia berjalan kearah Conqueror dengan santai.

"Akan sangat menakjubkan jika kau bergabung denganku. Aku sudah menawarimu ribuan kali. Kau punya kemampuan Lorius, manfaatkanlah!" ucap Conqueror. Dia merentangkan tangannya seolah siap untuk menerima Lorius seperti saudaranya sendiri.

"Merupakan kehormatan bisa diakui olehmu, Hades. Tapi aku tidak terlalu suka caramu. Sedikit berlebihan, kau tahu?" jawab Lorius.

"Seharusnya aku sudah menduga jawabanmu." Kali ini Conqueror menyihir pisau-pisau dari udara kosong dan mengarahkannya pada Lorius.

Pisau itu meluncur dengan cepat. Membelah udara dan hampir menancap ke sekujur tubuh Lorius, kalau dia tidak segera mengangkat tangan dan membuat pisau itu berhenti beberapa centi dari tubuhnya. Lalu ia mengayunkan tangannya kebawah dan semua pisau itu terjatuh.

"Bisakah aku meminta secara baik-baik agar kau melepaskan Ellise?" tanya Lorius.

Conqueror meledak tertawa. Tawa tinggi melengking yang memekakkan telinga.

Ellise mencoba membebasksn diri dari mantra pembeku yang dilemparkan Conqueror tadi. Tapi semua usahanya tak membuahkan hasil. Dia bahkan tak dapat menggerakkan bibirnya.

"Aku anggap tawamu itu sebagai jawaban tidak," simpul Lorius.

Dalam satu gerakan lincah Lorius berlari ke arah meja batu tempat Ellise berbaring, seakan ia baru berusia dua atau tiga puluhan tahun. Saat sudah cukup dekat dia melambaikan tangan dengan jari sedikit menjentik dan Ellise terbebas dari mantra itu. Ia langsung bangkit berdiri dan menjauh dari Conqueror.

"Lorius? Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Ellise begitu dia sudah berada di bekakang punggung Lorius.

"Anggap saja aku mengkhawatirkanmu. Jadi aku mencarimu, kuduga kau sudah mengikuti petunjuk yang kuberikan jadi aku mencarimu di rumah itu. Tapi yang ada di sana saat itu hanya Nian dan dua Peri muda yang tak sadarkan diri. Saat mereka sadar, mereka menceritakan semuanya. Jadi, well, aku ada di sini." jawab Lorius.

Ellise mengernyitkan dahi. Bukan itu jawanan yang dia harapkan. Dia ingin tahu bagaimana Lorius bisa lolos dari semua penjagaan di sini. Tapi ia tak sempat bertanya lagi karena Conqueror mulai meluncurkan serangan.

Sebuah mantra pemingsan baru saja meluncur dan hampir mengenai kepalanya kalau saja Lorius tidak menariknya menunduk.

"Fokus! Anggap ini latihan!" Lorius memegang pundak Ellise dan mulai menyertnya mundur ke arah jalan keluar. Ke arah tangga.

"Apa kali ini kau juga akan lari Lorius?" ejek Conqueror. Dia masih terus menghujani Ellise dan Lorius  dengan kutukan.

"Kau tahu, keahlianku itu kabur bukan bertarung," balas Lorius. Dia hanya menangkis serangan-serangan itu, tanpa balas menyerang sedikit pun. Entah karena dia tak sanggup atau enggan tak ada yang tahu.

Ellise mulai geram. Sedari tadi ia sudah menahan diri untuk tidak ikut campur. Tapi melihat Lorius yang sepertinya tak akan menyerang membuatnya jengkel.

"Ictus," teriak Ellise. Mengarahkan mantra pemukul pada Conqueror.

Entah dia beruntung atau memang memiliki pidikan jitu. Mantra itu tepat menghantam dada Conqueror, membuatnya sedikit terhuyung tapi kemudian ia kembali tegak dan tersenyum miring seakan baru saja mendapat hiburan.

"Hanya itu?" sindir Conqueror.

Ellise menggertakkan giginya. Dia muak dengan sikap Conqueror yang seakan menganggap semua ini hanyalah hiburan. Dia marah karena orang itu membuat dia kehilangan orang tuanya. Dia membencinya karena sudah menghancurkan hidupnya. Dan dengan satu sentakan kasar dia melepaskan diri dari cengkraman Lorius. Lari menerjang Conqueror.

Pikirannya kacau dia hanya bergerak secara instingtif seperti saat serangan di tiang Trajanus.

Lorius mencoba menggapainya tapi ia kalah cepat.

Tangan Ellise terulur kedepan dan dari ujung jarinya mulai muncul percikan-percikan listrik. Dia mengarahkan jarinya ke atas, awan mulai terbentuk dan badai petir bergejolak di angkasa.
Petir-petir itu berkumpul di ujung jarinya dan ia mulai membidik Conqueror. Dalam satu kedipan mata petir itu terlepas dari ujung jarinya meluncur menyambar tubuh Conqueror dan menghancurkan sebagian pagar pembatas di atap gedung itu. Dan membuat debu mengepul di udara.

Suara tawa menggema di dalam kepulan debu. Conqueror masih berdiri di sana. Utuh tak tersentuh dan tak terluka sedikitpun. Dinding transparan yang mengelilinginya mencegah debu mendekati dirinya.

"Itu menakjubkan," ucapnya jelas sangat menikmati permainan Ellise.

Ellise menggeram dan mulai melemparkan mantra secara brutal. Hingga dia merasakan ada yang menyentuh bahunya dan mulai menyeretnya mundur.

"Kendalikan dirimu, Ellise! Kau bisa melakukannya!" Kata-kata Lorius terdengar mantap di telinganya dan ia mulai kembali relaks.

Kemarahan masih melingkupinya tapi setidaknya, dia mulai dapat mengendalikan dirinya lagi. Napasnya memburu setelah semua serangan yang baru saja di lancarkannya. Pandangannya masih tertuju lurus pada tubuh besar Conqueror yang dibalut jubah hitam.

"Kita harus pergi!" ucap Lorius lagi.

Dengan enggan Ellise mengangguk dan memalingkan pandangannya dari Conqueror.

Saat mereka hendak lari, satu kutukan mematikan meluncur dari ujung jari Conquetror. Kilatan berwarna hitam meluncur lurus ke punggung Ellise. Dia tak akan sempat menghindar tapi Lorius dengan gilanya langsung berdiri di antara dirinya dan kilatan hitam itu.

Lorius tersentak ke belakang. Tubuhnya mengejang dan pembuluh darahnya mulai menonjol. Dan dia ambruk tak berdaya.

Sekali lagi amarah menguasai Ellise. Dia balas melemparkan kutukan pada Conqueror. Kutukan yang sama dengan yang di terima Lorius. Kilatan hitam meluncur dari ujung jarinya. Conqueror melompat mundur menghindari kutukan itu.

Lantai yang terkena kutukan itu meledak menciptakan lubang menganga yang semakin melebar. Dan membuat Conqueror terperosok ke dalamnya.

Dalam beberapa detik terakhir Ellise masih terdiam hingga dia mulai mendengar suara rintihan menahan sakit Lorius.

Ia berlari ke arahnya. Matanya mulai berkaca-kaca dan ia menjerit. Dia tak ingin melihat orang mati karenaya lagi. Sudah cukup buruk orangtuanya mati karenanya. Dia tak perlu melihat hal itu terjadi lagi pada Lorius.

"Kau tidak akan mati," teriak Ellise. Lorius hanya tersenyum. "Kau tidak boleh mati!" cairan bening mulai tumpah dari pelupuk mata Ellise.

"Kau harus segera pergi!" ucap Lorius. Suaranya hanya berupa bisikan parau seakan untuk bicara saja dia perlu memusatkan pikiran dan kekuatan.

"Tidak tanpa dirimu," balas Ellise.

Dia menarik lengan Lorius dan mengalungkannya kelehernya untuk membantunya berjalan.

"ini sangat bodoh," gumam Lorius dengan suaranya yang semakin lemah.

"Diam! Sialan!" Ellise berteriak marah dan tetap membawa Lorius hingga ke tepi pagar pembatas. Dia melongokkan kepalanya ke bawah lalu menutup mata untuk fokus merapal mantra berteleportasi.

Saat dia membuka mata dan sensasi tubuhnya yang pecah tiap kali berteleportasi sudah hilang. Dia sudah berada di pelataran istana Conqueror atau setidaknya begitu untuk saat ini, karena sebenarnya itu adalah istana di dunia atas tempat dulu para peri tinggal. Dia bisa saja langsung berteleportasi ke tempat yang aman kalau saja tempat ini tak di pasangi mantra pelindung.

"Pergilah! Kau tahu semua ini percuma," gumam Lorius. Setiap detik kata yang terucap dari mulutnya semakin samar.

"Tidak!" teriak Ellise.

Dia tahu semua ini memang percuma. Dia tahu tak akan ada yang dapat ia lakukan untuk menolong Lorius. Tidak setelah Lorius menerima kutukan itu. Kutukan itu menghancurkan organ-organ penting dalam tubuhnya terumama aliran darah. Tapi Ellise juga tak bisa meninggalkan Lorius. Tidak setelah dia baru saja menyelamatkan hidupnya.

Ellise terus menyeret Lorius menuju hutan yang mengelilingi Istana itu. Dia tidak tahu seberapa jauh jangkauan mantra pelindung di sini. Tapi ia bertekad akan membawa Lorius, sejauh apapun itu.

"Buat dirimu berguna dengan membuat salah satu dari kita keluar hidup-hidup." Lorius mencoba melepaskan diri dari Ellise.

Tapi Ellise makin mempererat cengkramannya. Menyeret tubuh Lorius dengan lebih cepat.

"Dia akan segera mengejar," gumam Lorius di antara rintihan sakitnya. "Aku akan tetap mati. Aku bahkan sudah mulai melihat cahaya," gumamnya tidak jelas, membuat Ellise semakin menangis histeris.

"Diamlah, Lorius! Diamlah!"

Kemudian sebuah akar pohon yang mencuat keluar dari dalam tanah membuat Ellise tersandung. Ia terjatuh dan beberapa ranting pohon menggores tubuhnya. Jubahnya yang berwarna putih kini ternoda lumpur coklat di bagian ujungnya.

"Sial!" umpatnya memaki akar itu dan berusaha kembali bangkit.

"Kita berdua akan mati jika kau meneruskan semua ini!" gumam Lorius.

"Lalu kau mau aku bagaimanan? Pergi meninggalkanmu sendirian di sini dan membiarkan para Demon menemukanmu atau lebih buruk lagi Conqueror sendiri yang menemukamu?" tanya Ellise. Mukanya benar-benar frustrasi. Dia mungkin akan gila setelah semua kejadian ini berakhir.

"Aku tak akan selamat. Pergilah! Nian dan dua temanmu yang lain menunggumu di hutan bagian barat di luar mantra pelindung." Lorius terbatuk dan darah mengalir dari mulut dan hidungnya.

"Lorius," Ellise mencoba menghapus darah itu menggunakan jubahnya membuat jubah putihnya ternoda bercak merah. Ia menuntun Lorius ke bawah cekungan dari akar pohon agar lebih tak terlihat.

"Dengar!" Lorius mencengkram lengan Ellise menariknya lebih dekat ke arahnya. "Ini kesempatan terakhirku untuk memberi tahumu."

Ellise menggeleng, dia masih belum mau menerima semua ini. Tidak. Dia tidak akan pernah mau. "Kau tidak akan mati. Nian pasti bisa menyelamatkanmu. Dia peri penyembuh yang hebat," ucap Ellise.

"Siapa yang sebenarnya kau coba bohongi? Aku atau dirimu sendiri?" Lorius kembali terbatuk. Memuntahkan lebih banyak darah.

Ellise berjengit melihat darah itu. "Maafkan aku! Maafkan aku! Maafkan aku!"

"Aku sendiri yang memutuskan untuk menyelamatkanmu. Kau tak perlu minta maaf." ucap Lorius. Tangannya masih mencengkram Ellise. "Ini tentang perlindungan dari orang tuamu."

Lorius terdiam cukup lama seolah menghirup oksigen memerlukan usaha setengah mati.

"Ya? Ada apa?" tanya Ellise. Ia menepuk tengkuk Lorius berharap itu dapat membantunya.

"Perlindungan itu tidak membuatmu tidak bisa terluka atau mati," Lorius kembali terbatuk kali ini darahnya mulai berwarna kehitaman dan urat-urat pembuluh darahnya menonjol di permukaan kulitnya menciptakan alur-alur kebiruan yang mengerikan. "Perlindungan itu akan membuatmu terus terlindung berkat orang-orang yang menyayangimu. Sama seperti orangtuamu yang mati untukmu. Dan akan terus begitu selama di dalam lubuk hatimu masih ada keinginan untuk hidup."

Ellise terdiam. Mukanya langsung berubah dari takut menjadi ngeri. Jika yang dikatakan Lorius benar maka akan selalu ada orang yang mati untuknya. Mati untuk melindunginya. Dan meninggalkan bekas sayatan kepedihan yang abadi di dalam dirinya. Sama seperti orangtuanya dan sebentar lagi Lorius.

"Itu gila," teriak Ellise histeris. Dia mengacak-acak rambut pirangnya.

"Yang perlu kau tahu, itu bukan salahmu. Itu tetap menjadi keputusan mereka," ucap Lorius. Suaranya makin samar dan matanya makin redup.

"Jadi ini pilihanmu? Untuk mati dan memberikan rasa takut yang akan menghantuiku seumur hidupku?" gumam Ellise.

Tapi Lorius sudah tak menjawab. Dia sudah pergi. Dia sudah mati. Lelihur terakhir telah tiada.

Ellise menutup kedua mata yang masih bersinar cemerlang itu meski setelah kematian. Memberikan satu kecupan di kening berkerut yang tertutup alis tebal itu. Lalu ia menangis sambil memeluk tubuh yang sudah tak memilik  hawa panas itu hingga ia mulai mendengar banyak langkah kaki mulai menuju ke arahnya.

Dia membaringkan tubuh Lorius dalam posisi seperti saat dia tidur. Menata rambut dan jenggot putihnya menjadi lebih rapi dan memetik beberapa bunga liar yang tumbuh di dekatnya, lalu menyusunnya di genggaman tangan Lorius yang berada di depan dadanya.

Lalu dia berdiri meletakan tangan kanannya di dadanya dan menatap wajah Lorius yang terlihat damai.

"Kematian telah merengkuhmu. Jadi biarlah ini menjadi muara dari kehidupanmu. Kebaikanmu akan abadi dan kenanganmu akan terus hidup. Aku tak akan melupakanmu Lorius."

Ellise berbalik dan mulai berlari tanpa pernah menoleh ke belakag lagi. Meninggalkan Lorius dalam kedamaian abadi. Menuju dunia tanpa petaka.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top