Kebenaran yang Menyakitkan
Kedinginan yang menyelimuti bagai pertanda akan datangnya kematian. Di malam itu suami-istri tersebut meninggalkan perlindungan abadi untuk satu satunya putri mereka.
Bayi tersebut terlelap di pangkuan ibunya yang tengah meneteskan air mata. Kemudian ia meletakkan putrinya di keranjang dan berdiri menatap putrinya. Pintu ruangan tersebut terbuka dan masuklah seorang lelaki yang tampak sangat kacau.
"Sayang kita harus melakukannya sekarang. Aku sudah merapal mantra pelindung tapi aku tak yakin itu akan menahannya cukup lama," ucap lelaki itu.
Mereka berdua kemudian berdiri bergandengan tangan membentuk lingkaran dengan anak itu sebagai pusatnya. Mereka berdua membisikkan kalimat yang sama hingga terbentuk cahaya yang begitu menyilaukan dan akhirnya mereka berdua tewas.
***
Sesaat kemudia munculah lelaki dengan jubah hitam yang menutupi kepalanya. Deru nafas lelaki itu seakan baru berlari berkilo-kilo meter jauhnya.
Ia membawa anak itu pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang telah tewas.Dia membawa anak itu ke sebuah bukit yang dikelilingi danau yang airnya berwarna biru dan memantulkan bintang-bintang.
Ia tiba di pondok yang terbuat dari kayu cemara, aroma khas dari perapian tercium dari luar pagar. Lelaki itu mengetuk pintu pindok yang berbentuk bulat sempurna, kemudian seorang perempuan cantik dengan rambut perak yang terurai di atas bahunya keluar dari pondok itu.
"Apa kau terlambat?" Pandangan matanya beralih ke buntalan kecil yang berada di pelukan lelaki itu.
"Aku terlambat menghentikan Tobians dan Lusi untuk melakukan pengorbanan itu mereka berdua telah tewas," ucap lelaki itu seraya membuka kerudung yang menutupi kepalanya.
Mata perempuan berambut perak itu melai meneteskan air mata yang ketika bersentuhan dengan udara berubah menjadi butiran permata. Mereka berdua masuk ke dalam pondok dan memandang bayi perempuan yang masih terlelap.
***
Bermil-mil jauhnya dari pondok itu Lord Conqueror berteriak mengetahui buruannya telah lepas.
***
Pagi itu adalah pagi pertama di musim semi, bunga-bunga bermekaran angin bertiup membawa aroma wangi yang masuk melalui cendela pondok kayu.
Seorang gadis kecil sedang duduk di meja makan sekilas ia seperti gadis pada umumnya. Ia mengenakan gaun berwarna biru yang selaras dengan warna matanya rambut pirangnya terurai bagai gelombang dan senyumnya bagai permata.
Cerita ini adalah kisah tentang gadis ini.
***
"Sayang kenapa kau tidak makan makanamu?"
"Aku ingin keluar dari pulau ini, Cygnus" kata anak itu meracau.
"Iya sayang tapi kau tahu ini belum waktunya."
"Kenapa? Aku sudah sepuluh tahun tinggal dipulau ini dan tak pernah keluar dari sini. Aku ingin melihat dunia, Cygnus. Apakah kau tak ingin melihatnya juga?" tanya Ellise.
"Sayang aku sudah bilang kau masih terlalu kecil lima tahun lagi kau akan pergi. Tidakkah kau ingin menghabiskan waktu untuk mengenang tempat ini? Tidakkah kau akan merindukan aku?" tanya Cygnus dengan nada pura pura sedih.
"Cygnus tentu aku akan merindukanmu tapi...."
"Tapi apa sayang?"
"Tapi aku juga ingin melihat dunia ini. Tak bisakah sehari saja kita keluar di hari ulang tahunku ini, Cygnus?" bujuk Ellise.
"Yah baiklah. Tapi hanya di desa di seberang danau kau setuju?"
"Baiklah kau janji?" Senyum merekah di wajah gadis kecil itu.
"Janji" Mereka menyatukan kedua jari kelingking mereka.
***
Di atas perahu Ellise mulai merasakan gairah yang memuncak ini adalah kali pertama ia akan meninggalkan pulau persembunyiannya.
"Cygnus pernahkah kau pergi ke desa itu?"
"Pernah,aku yakin kau pasti ingin tanya seperti apa desa itu" tebak Cygnus sambil tersenyum.
"Apa kau membaca pikiran ku?"
"Aku tidak perlu membaca pikiranmu untuk tahu apa yang kamu pikirkan, Ellise. Karena kau adalah anak yang serba ingin tahu jadi kau pasti ingin tahu segala hal."
"Yah. Meski kau tahu aku anak yang serba ingin tahu tapi kau tak pernah, mau menjawab pertanyaanku Cygnus," Ellise terdiam sesaat, "siapa orang tuaku? Kenapa mereka meninggalkanku? Dan kenapa seorang peri yang bernama Cygnus yang merawatku? Apakah mereka tak menginginkan aku,Cygnus?" Ellise bertanya dengan sangat cepat.
"Apa yang kau pikirkan sayang? Ayah dan ibumu sangat menyayangimu. Aku belum bisa mengatakannya karena kau masih terlalu kecil untuk memahami semua ini."
"Tapi Cygnus sampai kapan aku harus menunggu?"
"Cukup. Jika kau terus bertanya tentang hal ini. Kita kembali. Lupakan tentang desa itu kita pulang" kata Cygnus marah.
"Tapi Cygnus kau sudah janji."
"Kau juga sudah berjanji tak akan menanyakan hal itu lagi Ellise"
"Baiklah aku takkan bertanya lagi.Maafkan aku." Ellise mengusap airmata yang hampir jatuh ke pipinya.
***
Desa itu bukanlah desa yang indah. Rumah rumah di sana pun juga sudah mulai lapuk termakan usia. Pepohonan di sana masih tertutup salju.
Ellise melihat seorang anak lelaki yang sedang duduk di tepi danau.
"Cygnus bolehkah aku pergi melihat-lihat?" tanya Ellise.
"Kita belum sampai di pasarnya, Ellise. Kau akan lebih suka disana. Kau bisa membeli sesuatu untuk hadiah ulang tahunmu nanti," jawab Cygnus.
"Cygnus saja yang kesana aku ingin di sini, ini hadiah paling indah untukku."
"Kau yakin?" tanya Cygnus ragu.
"Tentu. Pergilah Cygnus! Aku akan menunggumu di sini."
"Baiklah,jaga dirimu baik baik dan jika ada masalah...."
"Aku akan mengusap kalungku dan kau akan tiba dalam sekejap. Aku sudah tau itu Cygnus, kau jangan khawatir," potong Ellise.
Sesaat setelah Cygnus menghilang dari pandangan Ellise mulai berjalan mendekati anak lelaki itu.
"Hai apa yang kamu lakukan?" tanya Ellise ramah.
"Tidak ada. Siapa kau?" balas anak itu sinis.
"Namaku Ellise dan kau?"
Disaat bersamaan tanpa sengaja Ellise masuk ke dalam pikiran anak itu ia melihat kilasan pembunuhan dua orang satu lelaki dan satu perempuan yang sudah paruhbaya.
"Kau bisa menceritakannya padaku," bujuk Ellise.
"Tahu apa kau tentang aku? Jangan pedulikan aku!" balas anak itu marah.
Sebelum Ellise sempat mengucapkan sepatah katapun, sesuatu terjadi dengan begitu cepat. Awalnya ledakan yang diikuti teriakan seluruh warga. Ellise melihat sesosok lelaki yang berjubah hitam kepalanya botak matanya berkilat penuh nafsu pembunuhan dan kulitnya putih pucat jemarinya menunjuk ke arah Ellise.
Tanpa membuang waktu Ellise menggandeng anak lelaki itu dan membawanya berlari pada saat yang tepat, karena pada saat itu terjadi ledakan yang kedua tepat di mana tadi Ellise berdiri.
Mereka berdua sembunyi di sebuah gubuk yang sangat tua yang nampaknya bisa roboh kapan saja.
"Tidakkah kau melihat lelaki berjubah itu?" tanya Ellise.
"Lelaki apa? Aku tidak melihat apapun disana." kemudian mereka berdua terdiam.
"Em... aku... aku ingin bilang kalau aku... em... terima kasih sudah menolongku tadi, " kata anak lekaki itu gugup.
"Tak masalah," jawab Ellise.
"Namaku Denian Farklin panggil saja Nian."
"Aku Ellise. Ellise Vernitty," jawab Ellise sambil mengusap liontin kalungnya.
***
Beberapa detik kemudian Cygnus tiba di gubuk itu entah dari mana.
"Apa yang terjadi? Apakah ada yang menyerangmu? Dan siapa anak ini?" tanya Cygnus penuh kekhawatiran.
"Ya. Aku melihat seorang lelaki berjubah hitam yang sangat mengerikan kemudian...."
"Kita bicarakan ini di rumah Ellise. Jangan kau teruskan lagi tempat ini tidak aman," potong Cygnus.
"Dan kau. Cepatlah pulang!" Cygnus menyuruh anak lelaki itu.
"Tapi aku tak memiliki rumah lagi. Beberapa jam yang lalu ayah dan ibuku dibunuh oleh seseorang. Aku tidak mengerti apa salah orang tuaku. Orang itu bilang mereka berdua telah menggagalkan rencananya jadi mereka harus menerima hukumannya. Kemudian orang itu mengorok leher ayah dan ibuku bahkan dia melakukannya di depan mataku," jawab anak lelaki itu ditengah isakannya.
"Aku ikut berduka atas kejadian itu. Siapa namamu? Apa kau punya saudara? Aku bisa mengantarmu ke rumah mereka."
"Aku tak punya saudara, ayah dan ibuku sudah tak pernah berhubungan dengan keluarga mereka. Kami tinggal di desa ini karena sesuatu hal ayahku bilang kelak jika aku sudah dewasa ia akan memberi tahuku sebuah rahasia. Selama ini ayah sering membicarakan hal-hal aneh dengan ibuku dan ketika aku bertanya mereka hanya menyuruhku diam," jawab anak lelaki itu.
"Jadi siapa namamu?" tanya Cygnus sekali lagi.
"Denian Farklin."
Untuk sesaat Cygnus kehilangan kata katanya ia seakan hilang ingatan mendengar nama itu.
"Denian Farklin? Kau putra dari Cato Farklin dan Hestia Brooks?" tanya Cygnus terkejut.
"Benar."
Kemudian Cygnus membawa mereka berdua kembali ke pulau.
***
Di suatu tempat yang begitu gelap dan dingin berdirilah sebuah kastil yang megah. Meski kastil itu terbuat dari batu pualam yang bersepuh emas. Lilin lilin yang menerangi ruangan ruangan di dalam kastil itu justru membawa aura kesuraman.
Di menara paling tinggi seorang pria sedang duduk di depan perapian. Dia tak sendirian di ruangan itu, ada orang lain yang berdiri di pojok ruangan. Dengan pencahayaan remang-renang yang berasal dari perapian tubuh lelaki yang berdiri itu masih tampak gemetaran.
"Kau sudah mengecewakan aku lagi Erebus." Suaranya terdengar bagaikan bisikan namun dapat membekukan seluruh organ orang yang mendengarnya.
"Tu... tu... tuan saya sudah melakukan apa yang anda perintahkan," jawab lelaki itu dengam Suara brgetar penuh ketakutan.
"Kau melakukan apa yang ku perintahkan?" ucap pria itu lirih namun bagaikan ancaman kematian.
"Tentu tuan... saya sudah memberikan informasi itu kepada anda setelah saya mengetahui bahwa dia akan keluar dari tempat itu," jawab lelaki itu ketakutan.
"Tapi kau bertindak croboh karena kecerobohanmu itu dia lolos."
"Tuan.... maafkan saya. Saya mohon!"
"Seandainya kau tidak menyerang dengan gegabah dia tidak akan tahu keberadan kita. Hanya karena satu ledakan bodohmu itu aku harus menunggu dia keluar dari persembunyianya lagi. Kau mestinya tahu perjanjian leluhur itu membuatku tak bisa masuk ke pulau itu," ucapnya Seraya berdiri dari sofa.
"Tuan saya mohon...."
"Kau tahu aku adalah seorang yang pemaaf tapi kau tetap harus mendapatkan hukumannya Erebus."
Kemudian dia mengarahkan jemarinya ke arah lelaki yang bernama Erebus, seketika lelaki itu menjerit kesakitan seluruh tubuhnya seakan tertusuk ribuan jarum.
Pria itu baru menghentikan tindakannya ketika abdinya jatuh terpuruk ke lantai. Tanpa memandang tubuh yang terkapar itu ia keluar dari ruangan itu.
***
Mereka bertiga bergandengan tangan dan dalam sekejap mereka lenyap dari gubuk itu. Ketika mereka membuka mata mereka sudah berada di tempat yang sama sekali lain. Mereka bertiga berdiri di depan pondok berpintu bulat.
"Cygnus kenapa saat berangkat tadi kita naik perahu? Jika kau bisa melakukan ini?" tanya Ellise.
"Kita di larang menggunakan sihir di depan manusia Ellise, sudahlah ayo masuk!" jawab Cygnus.
Saat mereka masuk ada seorang lelaki tua yang sudah duduk di depan perapian. Jenggotnya sama putihnya dengan rambutnya, kulitnya sudah mulai keriput dan ia juga mengenakan kaca mata berbentuk persegi. Ia tersenyum kemudian berdiri menyambut mereka.
"Aku senang kalian dapat kembali hidup-hidup," kata lelaki itu.
"Kau susah tiba Lorius?" tannya Cygnus.
"Tentu. Setelah aku mendengar tentang penyerangan itu aku langsung pergi bahkan aku tak sempat menyelesaikan makan siangku. t
Tapi biar aku perkenalkan diriku kepada dua teman kita ini dulu, Cygnus."
Aku dan Nian kemudian saling pandang mendengar ucapan pria itu lalu ia meneruskan.
" Namaku Lorius Varamus dan aku sama seperti Cygnus, juga seorang peri."
"Kau seorang peri? Tapi kau tak terlihat seperti peri." kata Ellise sambil tertawa.
"Kau tidak percaya? Aku akan buktikan."
Lorius kemudian keluar dan menyingsingkan lengan jubahnya. Ia menyatukan telapak tangannya dan ketika ia membuka tangannya cahaya keemasan muncul dari tangan itu. Dan semua hewan yang ada di hutan menuju ke arah cahaya itu.
"Aku seorang peri hewan."
"Baiklah aku percaya tapi penampilanmu tidak seperti Cygnus."
"Adakah orang yang mau menjelaskan sesuatu kepadaku?" tanya Nian menyela.
"Oh... iya aku hampir lupa, Denian Farklin. Satu-satunya putra Cato Farklin dan Hestia Brooks iyakan?" tanya Lorius.
"Ya, jadi ada yang akan memberi tahuku semua kejadian saat ini?" Nian mengulangi pertanyaannya.
"Aku baru akan menjelaskan bahwa kau juga seorang peri."
Seketika wajah Nian mengkerut kebingungan. "Apa? Itu mustahil."
"Tentu itu benar. Orang tuamu juga peri dan mereka di bunuh oleh Conqueror karena mereka mencegah Conqueror mendapatkan air mata phoenix."
"Jadi ayah ibuku dibunuh karena itu. Tapi untuk apa ia mencari air mata phoenix?"
"Air mata Phoenix sangat berkhasiat ia membutuhkannya untuk memulihkan lukanya."
"Tunggu, kau bilang memulihkan lukanya? Maksudmu dia terluka?" potong Cygnus.
"Kau terkejut? Aku juga terkejut. Kudengar karena ia mencoba menerobos perlindungan pulau ini. Tapi lukanya tak terlalu parah," jawab Lorius.
"Karena itulah saat dia menyerang Ellise pidikannya meleset?" tanya Cygnus.
"Itu tidak benar,ledakan kedua terjadi tepat dimana kami berada, karena Ellise menarikku tepat waktu kami tak terluka" bantah Nian.
"Yah, kau benar Conqueror tak mungkin selemah itu," kata Lorius.
"Boleh aku bertanya?" tanya Ellise. Wajahnya terlihat kebingungan.
"Tentu," jawab Lorius.
"Siapa Conqueror dan kenapa ia menyerangku?"
" Ikutlah denganku jika kau ingin tahu " jawab Lorius.
"Tidak Lorius," cegah Cygnus.
"Semakin kita merahasiakannya akan semakin menyakitkan untuknya. Kita harus mengatakan kebenarannya Cygnus. Jika kau tak sanggup biar aku yang menceritakannya, masuklah dan buatkan secangkir cokelat hangat untuk Nian." Kemudian Lorius membawa Ellise masuk ke dalam hutan.
***
Saat itu matahari hampir tenggelam,cahaya yang masuk melalui celah kenopi pepohonan juga mulai menghilang tapi Lorius masih terus masuk ke kedalaman hutan dalam diam.
"Anda bilang anda akan cerita?" tanya Ellise.
"Memang. Kau tahu? Terakhir kali aku melihatmu kau masih bayi," jawab Lorius.
"Kau pernah melihatku? Tpi Cygnus bilang tak ada yang tahu tentang aku," tanya Ellise.
"Aku yang membawamu ke pulau ini di saat orang tuamu wafat."
"Kalau begitu kau melihat kematian mereka?"
"Ya. Dan saat ini aku ingin menceritakannya jadi jangan menyela," Lorius mengambil jeda sesaat, "orang tuamu tewas bukan karena di bunuh atau pun kecelakaan. Mereka tewas karena dirimu."
"Karena aku? Bagai mana bisa?" cela Ellise.
"Ku bilang jangan menyela. Ibumu adalah seorang peri dia adik Cygnus. Sedang ayahmu seorang Demon satu satunya Demon yang tidak tinggal di dunia bawah,"
"Apa itu dunia bawah?" tanya Ellise.
"Dunia yang mengerikan. Dulu Peri dan Demon tinggal saling berdampingan dan saling melengkapi. Namun seiring berjalannya waktu dunia bawah yang dihuni arwah manusia yang telah mati mulai tak bisa dikendalikan, harus ada yang mengatur dunia bawah jadi peri dan demon melakukan undian. Siapa yang tetap tinggal di dunia atas dan siapa yang tinggal di dunia bawah. Dan undian itu di menangkan kaum peri. Awalnya semua berjalan dengan baik, namun dunia bawah bisa mengubah teman jadi lawan dan lawan jadi pembunuh, kaum Demon tak lagi mau tinggal disana. Jadi mereka memberontak. Terjadi perang besar besaran saat itu, tapi peri yang dianugerahi kekuatan alam dapat memenangkan pertarungan itu. Sejak itu kaum demon dikurung di dunia bawah bersama para arwah. Beberapa peri tidak setuju dengan hal itu karena hal itu akan membuat jurang pemisah yang semakin lebar antara peri dan demon. Tapi hukum sudah ditetapkan. Dan akhirnya detentukanlah seorang peri yang akan menjaga dunia bawah. Aku sangat terkejut karena salah seorang dari kami ada yang mau mengajukan diri. Dia adalah Hades" Lorius terdiam.
"Dia mau menjaga dunia yang mengerikan? Itu aneh, apakah dia memiliki maksud tertentu?" tanya Ellise.
"Kau dewasa sebelum waktunya, Ellise. Karena semua hal yang menimpamu dan yang kau pikirkan memang benar. Kami cukup terkejut saat itu karena dia seorang Peri yang memiliki bakat yang istimewa. Dia seorang Peri ruh dengan kata lain ia berhak tinggal di dunia atas untuk menciptakan kehidupan baru namun ia memilih menjaga dunia bawah,awalnya kami ragu tapi kami sepakat untuk menyerahkan tugas itu padanya. Selama seratus tahun ia menjaga tempat itu, tak pernah ada masalah, hingga lima tahun yang lalu terjadi perang yang kedua. Saat itu semua planet berada pada satu gatis lurus dan semua planet berhenti mencurahkan energi mereka untuk kami. Kaum Peri. Dan saat itulah Hades melepas semua Demon, kami tak berdaya saat itu dan kami menerima kekalahan. Peri yang tinggal di dunia atas di kurung di dunia bawah dan bagi Peri yang tinggal di dunia manusia membaur agar tak ditemukan dan Peri penjaga seperti Cygnus tetap aman di tempat mereka karena perjanjian leluhur."
"Jadi apa hubungan semua ini dengan diriku?" tanya Ellise.
"Hades menjadi penguasa dunia atas sampai saat ini dan dia mengubah namanya menjadi Conqueror. Sang penakhluk yang sudah mengambil singgasananya ia tak lagi menjadi Peri tapi setengah Peri setengah Demon. Karena ia telah menerima kekeuatan Demon saat perang itu. Dan yang bisa membenuhnya adalah sesamanya yaitu kau putri dari Peri dan Demon. Dan saat itu juga ayah ibumu sepakat untuk mengorbankan jiwa mereka untuk membuat perlindungan abadi di dalam dirimu, sebagai bayarannya mereka tewas. Aku berusaha menghentikan tindakan mereka. Tentu. Tapi aku terlambat." Saat Lorius selesai ia menatap langit yang sudah gelap.
"Dengan kata lain aku yang telah membunuh orang tuaku?" Ellise bertanya dan untuk pertama kalinya ia benar-benar menangis.
"Itu tidak benar," jawab Lorius.
Ellise menghapus air matanya dan kembali bertanya.
"Kau bilang ayahku Demon tapi kenapa ia boleh tinggal bersama peri?"
"Kau masih bisa berpikir dengan jernih meski sudah mendenngar kenyataan ini. Aku sungguh terkesan. Ayahmu Demon yang memiliki Apollonium. Batu yang bisa menyembuhkan segala penyakit dan ia rela memberikan batu itu untuk menyelamatkan nyawa ibumu. Ibumu adalah Peri terpenting ia adalah satu satunya peri ruh setelah kepergian Hades karena itu ia sangat dihargai namun karena cintanya terhadap Tobians. Ia memberikan bakatnya padaku dan tinggal di dunia manusia bersama Tobians. Karena Peri tak di izinkan menikah dengan Demon. Ia harus melakukan semua itu."
Setelah itu, hanya suara desir angin yang memecah kesunyian di malam itu
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top