42
Alee melihat arloji di tangannya. Setengah jam lagi putranya akan sampai. Ia meraih tasnya, segera keluar dari kantornya untuk menjemput sang anak.
Karena di jam seperti ini akan macet jika ia menjemput putranya melalui jalan raya, Alee memilih untuk melewati jalan tikus. Ia sangat hapal dengan jalan-jalan di kota kelahirannya ini, jadi tidak begitu sulit baginya untuk sampai ke bandara melalui jalan lain.
Di belakang mobil Alee, ada sebuah mobil sedan yang mengikutinya. Mobil itu adalah milik bodyguardnya. Sampai saat ini ia masih dijaga oleh orang-orang itu.
Siapa yang tahu mungkin saja Zara akan mencoba untuk membunuhnya sekali lagi. Dengan bodyguard yang menjaganya, maka tidak akan ada yang berani mendekatinya.
Alee menyetir dengan kecepatan sedang. Ia masih memiliki banyak waktu untuk sampai ke bandara.
Mobil Alee tiba-tiba terhenti ketika sebuah mobil van hitam memblokir laju mobilnya. Perasaan Alee menjadi tidak enak ketika ia melihat empat orang pria bertopeng keluar dari sana.
Jalanan itu juga sangat sepi, bahkan tidak ada satu kendaraan pun yang lewat. Itu tidak seperti biasanya, meski jalan yang Alee ambil adalah rute yang sedikit dilewati oleh kendaraan, tapi jalanan tidak pernah kosong seperti ini.
Alee melihat ke belakang, dan di belakang orang-orangnya sudah berhadapan dengan empat orang lain yang memblokir jalan dari belakang.
Suara tembakan membekukan Alee, matanya melihat dengan jelas salah satu bodyguardnya tertembak. Ia menutup kedua telinganya. Semua kenangan buruk mulai berputar. Ia bahkan tidak sadar kapan kaca mobilnya dipecahkan.
Tangan kasar seorang pria menarik lengannya kuat. Menyeret Alee menuju ke mobil van di depan. Alee tidak bisa melakukan apapun saat ini, ia seperti orang linglung.
Tubuh Alee gemetaran, keringat dingin membasahi seluruh kulitnya. Jantungnya berdebar tidak karuan.
Entah sudah berapa menit perjalanan, Alee tidak tahu. Mobil berhenti di depan sebuah bangunan tua yang tidak terawat. Lagi-lagi Alee diseret, dibawa masuk ke dalam bangunan yang tidak pernah Alee tahu sebelumnya.
Alee dikurung di sebuah ruangan. Kedua tangan dan kakinya diikat. Mulutnya ditutup agar tidak bisa bersuara. Setelah itu ruangan itu dikunci, Alee ditinggalkan sendiri dalam keadaan tidak stabil.
Di dalam hatinya Alee terus menyebutkan nama Ell, ia mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia tahu itu sulit, tapi ia melakukannya dengan baik. Meski memakan beberapa waktu untuk ia bisa berpikir dengan jernih, ia kini telah stabil.
Alee melihat ke sekelilingnya. Ia berada di sebuah ruangan kosong tidak ada isi sama sekali. Ada sebuah jendela di sana, jika ia bisa mencapai jendela itu mungkin ia bisa melarikan diri. Namun, yang terpenting saat ini adalah ia harus membuka ikatan di tangan dan kakinya terlebih dahulu.
Setelah berjuang beberapa waktu sampai ia merasa lelah, Alee tidak bisa membuka ikatan di tangannya. Ia putus asa sekarang, bagaimana ia bisa melarikan diri dari sini.
Tidak, ia tidak ingin mati dengan cara seperti ini. Putranya dan Ell pasti akan sangat terpukul.
Otak Alee seperti ingin meledak. Berbagai rasa bercampur jadi satu.
Alee teringat sesuatu. Ia segera menggerakan telinganya menyentuh bahu. Samuel telah memberikannya sebuah alat yang bisa memberikan petunjuk bagi pria itu jika Alee berada di dalam bahaya.
Samuel memberikan Alee alat canggih buatannya itu dengan alasan agar jika sesuatu hal yang buruk terjadi pada Alee, pria itu bisa membantunya. Namun, gagasan itu bukan datang dari Samuel, melainkan Ell.
Ya, Ell. Pria itu memang selalu bertindak tanpa memberitahu Alee.
Sinyal merah diterima oleh Samuel. Pria itu kebetulan berada di depan komputernya. Samuel segera menghubungi Ell.
"Ell, Alee berada di dalam bahaya."
"Apa maksudmu, Samuel?"
"Alat yang aku berikan pada Alee diaktifkan."
"Aku akan memeriksa keberadaan Alee di kantor. Aku akan menghubungimu nanti."
"Baik."
Beberapa saat kemudian ponsel Samuel berdering lagi.
"Kirimkan padaku lokasi Alee."
"Baik."
Samuel mengirimkan dengan segera keberadaan Alee saat ini. Wanita itu berada jauh dari pusat kota. Membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit untuk sampai ke sana.
Ell menerima pesan dari Samuel. Ia segera melajukan mobilnya. Dada Ell terasa begitu sesak. Ia takut jika hal buruk akan menimpa Alee.
Ia telah menghubungi nomor ponsel Alee, tapi panggilan itu tidak dijawab. Ell kemudian menghubungi kantor Alee, dan saat ini Alee tidak berada di kantor. Ia juga sudah menghubungi bodyguard yang menjaga Alee, tapi seperti Alee, dua penjaga itu juga tidak menjawab panggilan Ell.
Di situasi seperti ini Ell mencoba untuk tetap tenang. Ia harus berpikir dengan baik. Ell menghubungi Darren.
"Segera bawa beberapa orang ke lokasi yang baru saja aku kirimkan," titah Ell.
"Baik."
Ell memutuskan panggilan itu. Ia mempercepat kemudinya. Setiap detik yang ia lalui seperti ia berada di neraka. Begitu menyiksa.
Ia tidak tahu apa yang menimpa Alee saat ini, tapi ia berharap Alee bisa bertahan sampai ia datang.
Sementara itu di tempat Alee berada, pintu ruangan terbuka. Alee segera mengangkat wajahnya. Ia menemukan orang-orang yang tidak asing di matanya. Mata Alee menyala marah.
"Terkejut melihatku, Alee?" Salah satu di antaranya bersuara, senyuman mengerikan tercetak di wajah wanita itu. Ia melangkah menuju Alee yang berada dalam posisi menyedihkan, terikat tanpa bisa melepaskan diri. Wanita itu melepaskan penutup mulut Alee.
"Estella! Apa yang ingin kau lakukan padaku, Sialan!" Alee memaki marah.
Estella terkekeh geli. Ia mencengkram dagu Alee kuat, tatapannya kini begitu tajam dan penuh kebencian. "Kau sudah menghancurkan kebahagiaanku, Alee. Aku tidak akan membiarkan kau hidup!"
Alee mengepalkan tangannya kuat, andai saja bisa ia pasti akan mencekik Estella sampai mati. "Kau pikir, setelah membunuhku Ell akan mencintaimu? Ckck, jangan bermimpi, Estella. Ell tidak akan pernah mencintai wanita sepertimu dan dia tidak akan pernah jadi milikmu!"
Plak! Tangan Estella melayang ke wajah Alee. Dalam situasi seperti ini Alee bahkan masih bisa bersikap angkuh padanya. "Ell akan jadi milikku, dan itu pasti. Jika kau tidak merusak segalanya, saat ini aku pasti sudah menikah dengan Ell. Kau pelacur sialan! Aku sangat membencimu!"
"Jika kau membunuhku, Ell tidak akan pernah memaafkanmu!"
Estella tertawa mengejek. "Itu jika Ell tahu bahwa aku membunuhmu. Sayangnya aku telah menghabiskan seluruh tenagaku untuk memikirkan tentang melenyapkanmu seperti debu yang menghilang dibawa angin." Ia telah merencanakan semuanya dengan matang.
Di luar negeri, Estella tidak bisa berhenti memikirkan Ell sama sekali. Ia harus memiliki Ell bagaimana pun caranya. Hingga akhirnya ia terpikirkan untuk menyewa sekelompok mafia.
Dan ya, rencananya berhasil. Sekarang wanita yang sudah menghalangi ia dan Ell bersama ada di depan matanya. Ia bisa membunuh Alee dengan kedua tangannya sendiri. Benar-benar sebuah kepuasan untuk hatinya yang telah banyak terluka oleh Alee dan Ell.
Ia tidak butuh cinta Ell lagi. Namun, ia masih ingin memiliki pria itu. Estella begitu terobsesi dengan Ell.
Estella akan membuat seolah-olah Alee menghilang lagi, meninggalkan Ell tanpa mengatakan apapun. Bodyguard yang menjaga Alee juga sudah dilenyapkan. Mayat dua orang itu pasti tidak akan bisa ditemukan.
Pikiran Estella semakin keji, ia benar-benar menjadi iblis karena rasa sakit hati yang menggerogotinya.
"Kau sakit jiwa, Estella!"
"Ya. Aku memang sakit jiwa. Dan kau lah penyebabnya! Jika kau tidak kembali lagi ke hidup Ell, maka aku tidak akan seperti ini. Kau pikir kau bisa bahagia setelah menghancurkan kebahagiaanku? Ckck, tidak akan, Alee. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi." Estella terlihat keji. "Dan sekarang aku akan mengembalikan semuanya ke semula. Kau harus menghilang dari dunia ini."
Wanita itu berdiri, ia melangkah menuju ke wanita lain yang juga ada di sana. "Mom, berikan senjata itu padaku." Estella meminta pada wanita yang ada di sebelahnya.
"Mom!" Estella bersuara lagi. Mendesak wanita itu untuk menyerahkan senjata api yang dipegangnya.
"Estella, jangan lakukan ini." Wanita yang tidak lain adalah Zara meminta pada Estella untuk tidak membunuh Ell.
"Ada apa denganmu, Mom? Wanita itu sudah membuat Ell membangkang darimu. Ell juga mengabaikanmu. Jika dia tidak dilenyapkan, dia akan semakin meracuni otak Ell. Dia akan memisahkan Ell darimu." Estella mencoba mencuci otak Zara. Ia tidak tahu kenapa Zara berubah pikiran di detik terakhir seperti ini.
"Nyonya Zara, berhenti menjadi ibu yang terus menyakiti anakmu sendiri. Jika kau menyerahkan senjata itu pada Estella, maka kau akan menghancurkan kebahagiaan Ell. Sudah cukup kau menyakiti Ell selama ini, jangan menambahnya lagi. Tidak ada rahasia yang bisa disimpan dengan abadi, Nyonya Zara. Jika Ell tahu kau terlibat dalam pembunuhanku maka Ell tidak akan pernah memaafkanmu." Alee mencoba mempengaruhi pikiran Zara.
Saat ini mungkin hanya Zara yang bisa membantunya. Jika wanita itu memiliki sedikit saja rasa sayang pada Ell, maka dia tidak akan membiarkan Estella membunuhnya. Alee berharap Zara sudah menerima cukup pelajaran selama beberapa hari ini.
"Jangan dengarkan omong kosong pelacur itu, Mom. Berikan senjata itu padaku. Aku akan melenyapkannya untuk Mommy. Biar kita akhiri semuanya di sini, Mom. Dengan begitu hidup kita akan berjalan kembali seperti semula." Estella membujuk Zara, seperti iblis yang merayu manusia untuk berbuat jahat.
"Tidak. Aku tidak ingin menyakiti Ell lagi. Aku tidak akan membuat putraku menderita lagi." Zara menyembunyikan tangannya di balik pinggangnya.
Saat ini Zara sudah menyadari bahwa ia telah kehilangan segalanya karena ulahnya sendiri. Jika ia berbuat salah lagi, maka ia yakin Ell tidak akan memaafkannya. Dibenci oleh Ell benar-benar menyakitkan untuknya, dan ia tidak ingin itu berlangsung seumur hidupnya.
Estella merasa sangat kesal. Ia mencoba merebut senjata dari tangan Zara. Mengalahkan wanita lemah seperti Zara bukan hal sulit baginya.
Sekarang senjata api itu sudah berada di tangan Estella, dengan Zara yang terbaring di lantai tidak sadarkan diri karena dorongan kasar Estella menyebabkan benturan keras di kepala Zara.
Langkah kaki Estella kembali mendekat ke arah Alee. "Kau akan segera menyusul ibumu, Alee. Membusuklah di neraka, Alee!" Estella mengarahkan senjata itu ke kepala Alee.
Alee kini merasa putus asa. Tuhan, tolong aku. Aku tidak ingin meninggalkan Ell dan Sky dengan cara seperti ini. Aku mohon, Tuhan.
tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top