14. Peringatan

Entah berapa lama Noe menyaksikan El menangis. Tetapi Noe yakin itu cukup lama sampai Radhi mulai pegal berdiri dan menuntun El ke sofa. Disana El kembali menangis sampai Ervan datang dengan membawa beberapa dokumen. Mendapati El yang menangis, Ervan segera meletakkan dokumennya dan menghampiri El. Bergabung bersama Radhi untuk memeluk dan menenangkan El.

Lagi-lagi kehadiran Noe tidak kasat mata. Padahal dirinya dilanda kebingungan sedari tadi. Dan otaknya tidak bisa berhenti bekerja barang satu detik saja. Memikirkan berbagai kemungkinan yang berseliweran tanpa diminta hingga membuat kepalanya pusing. Mulai dari kedatangan El dengan ekspresi berbeda, ciumannya yang tiba-tiba, lalu kemunculan seorang laki-laki bernama Arka dan ditutup dengan tangisan El.

Noe jelas bisa menyimpulkan dengan mudah karena situasinya terlalu terbaca. Arka merupakan orang yang membuat El patah hati. Dan El memanfaatkan dirinya untuk memanasi Arka. Noe tidak tahu apa yang terjadi di antara keduanya, tetapi yang bisa ia lihat, baik El maupun Arka masih saling mencintai.

"Noe."

Panggilan Radhi mengejutkan Noe. Matanya mengerjap sebentar sebelum menatap ke arah sofa. Di sana ada El yang berbaring dengan mata terpejam. Perempuan itu tidur dan menjadikan paha Ervan sebagai bantalnya. Sementara Radhi, entah sejak kapan sudah berada di dekatnya.

"Kenapa?" tanya Noe setelah beberapa saat.

"Lo tertarik sama El?"

Sontak mata Noe membulat saat mendengar pertanyaan langsung tanpa basa-basi itu. "Eh-a-aku."

Noe tidak tahu harus menjawab apa dan dia bingung karena ketidaktahuannya itu. Pertanyaan Radhi sebenarnya bisa dijawab dengan mudah. Tetapi ketika matanya kembali melirik El yang kini terlelap, jawabannya ternyata tidak semudah itu. Tertarik ya. Mungkin, hanya saja pertemuan dan perkenalan mereka yang masih terbilang singkat ini belum sampai ke tahap itu bagi Noe. Sepertinya ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan perasaannya terhadap El saat ini ketimbang tertarik.

"Penasaran. Perasaanku masih ada dibatas itu sepertinya," ujar Noe saat menemukan padanan kata yang tepat. Mengingat bagaimana sedari awal dirinya dibuat penasaran dengan kehadiran El yang tidak terdeteksi. Lalu setelah mengenal beberapa waktu, El selalu bisa memberikan kejutan untuknya.

Mendengar ucapan Noe, kepala Radhi mengangguk, tampak mengerti. "Kalau gitu, tolong tetap ada dibatas itu," pintanya sungguh-sungguh.

"Kenapa?" Penasaran Noe memutuskan untuk langsung bertanya. Dugaannya jika Radhi menyukai El pun semakin kuat.

Di depan Noe, Radhi yang masih memakai setelan kerja itu tampak maklum dengan pertanyaan Noe. Sangat wajar jika lelaki itu penasaran. Tetapi memang sudah seharusnya jika Noe hanya merasa penasaran terhadap El, tidak lebih dari itu.

"Lo terlalu baik buat El. Jadi saran gue, jaga jarak sama El kalau lo enggak mau menyesal."

Alis Noe terangkat. Ekspresi bingung tergambar jelas di wajahnya. Tampak tidak puas dengan jawaban yang Radhi berikan. Jika memang dirinya terlalu baik, sebagai teman, bukankah seharusnya Radhi mendukung El berhubungan dengan lelaki yang baik? Bukan malah menyuruhnya menjauh dari El seperti ini. Kecuali jika dugaannya memang benar adanya.

"Kau menyukainya, Dhi?"

"Lebih dari itu," ungkap Ervan yang langsung menarik atensi Noe. Tangannya fokus bergerak mengusap rambut El sambil melanjutkan. "Gue, Radhi ... kita sayang sama El. Jadi demi kebaikan kalian, menjauh itu solusi terbaik untuk saat ini."

"Tapi bagaimana jika El sendiri yang mendekat?" tanya Noe dengan nada rendah. Karena sejauh ini, masalah ciuman yang mungkin terlalu ia lebihkan, selalu dimulai oleh El meski dirinya membalas.

Mendapat pertanyaan seperti itu, baik Radhi maupun Ervan tidak ada yang menjawab. Keduanya saling lirik seolah sedang bertelepati sambil membiarkan Noe sibuk mengira-ngira. Di atas ranjang pasien, lelaki itu sudah bersiap-siap jikalau ada sanggahan dari kedua lelaki yang dekat dengan El. Namun tanpa kata, Radhi malah keluar ruangan saat ponselnya berbunyi. Sementara Ervan kembali fokus kepada El yang masih terlelap tanpa sekalipun mau mengajaknya berbicara lagi. Pun ketika Radhi kembali hingga El bangun dari tidur, pembicaraan mereka terhenti pada pertanyaannya yang tidak kunjung terjawab. Lalu Ervan malah mengajaknya untuk bermain game. Jadilah ketiga lelaki dewasa itu fokus pada ponsel masing-masing.

Hingga kemudian saat Ervan menyerang Radhi dan Noe bersamaan, lelaki itu berujar pelan namun memastikan Noe bisa mendengar suaranya. "Lo harus hati-hati kalau El deketin lo duluan."

Noe tidak menyahut dan fokus menyerang balik Ervan dari ponselnya. Meski begitu otaknya mengingat dengan baik peringatan Ervan. Permainan itu terus berlangsung selama tiga jam ke depan sampai El membuka mata. Dia langsung merenggangkan tubuh dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Sampai akhirnya dia memutuskan duduk dan menyadari kehadiran Ervan juga suasana canggung di dalam sana. Kesadarannya baru terkumpul saat melihat Noe yang sekarang sedang memandanginya sebagai tersangka. Hanya sebentar sebelum Noe kembali fokus terhadap ponsel. Yah, kelakuannya tadi memang bertujuan untuk membalas Arka.

Berusaha abai, El menaruh atensinya pada Ervan dan Radhi. "Ini masih jam kerja, kalian ngapain ada disini?"

"Kerja lah," jawab Ervan tanpa mengalihkan fokusnya dari game diponsel.

Kerja katanya. Siapa orang yang akan percaya jika melihat kelakuan Ervan dan Radhi saat ini. Bahkan Noe juga ikut bergabung bersama mereka. "Gaji lo bisa dipotong kalau sering bolos," ucap El kalem.

"Tenang aja, kalau dipecat gue masih ada sampingan lain kok." Ervan membalas santai.

"Main game bukan sampingan, Van," cibir El yang hanya ditanggapi gumaman.

Seperti itu jika Ervan ataupun Radhi sedang bermain game. Terlalu fokus dan mengabaikan keadaan sekitar termasuk El. Cari hiburan kata mereka. Suntuk kalau terus berkutat dengan dokumen dan deretan angka yang tidak bisa dilihat wujudnya. Datanya saja sampai triliunan, tetapi yang bisa dilihat hanya kertas dan dokumen. Mirip saat tugas waktu sekolah dulu. Nilai angka setan yang melebihi kapasitas otak untuk menampung. Padahal aslinya cuma data di dalam satu soal yang jawabannya menghabiskan beberapa kertas burat untuk corat-coret.

Sampai akhirnya mereka berhenti sendiri karena mata terasa perih akibat terlalu lama memandang ponsel. Ervan langsung megambil beberapa map yang tadi dia anggurkan dan memberikannya kepada El. Tidak langsung mengambil map itu, El menatap Ervan penuh perhitungan sambil meyilangkan kaki.

"Gue masih dalam masa cuti," ucap El datar. Berniat menolak melihat apapun yang sudah Ervan bawa.

"Ada pemasukan mencurigakan ke nomor rekening lo selama masa cuti, El. Jumlahnya udah mencapai sepuluh digit," jelas Ervan tanpa diminta.

Kontan saja mata El membeliak. Dengan kasar ia mengambil map-map ditangan Ervan. Decakan keras keluar begitu ia melihat jumlah saldo yang menigkat drastis hanya dalam kurun waktu satu bulan. "Wah, mereka gila."

"Ya, dan lo menghadapi orang gila itu dengan kabur begini," komentar Radhi sinis. Belum selesai masalah mereka, El sudah lebih dulu diserang.

El mendesah, tidak bisakah waktu cutinya dipakai untuk beristirahat? "Terus gimana?" tanyanya kemudian.

"Sekarang kita masih aman. Gue udah lapor sama pengawas dan mereka lagi selidiki ini. Jadi sebisa mungkin jangan ada aktivitas dulu di rekening lo."

Yah, setidaknya Ervan dan Radhi sudah menanganinya dengan baik.

"Tapi ..."

Mata El otomatis terpejam. Kata tapi bukan sesuatu yang bagus untuk didengar. "Kenapa harus ada tapi, Dhi?"

Mengangkat bahunya, Radhi melanjutkan. "Mereka dapat informasi kalau lo pernah nabrak orang."

"Dan mereka enggak akan berhenti sampai tahu siapa orang yang lo tabrak," tambah Ervan.

"Sial! Senin gue masuk," putus El pada akhirnya. Dia memang tidak bisa terlalu lama mengambil cuti sepertinya.

Diluar dugaan Radhi dan Ervan malah langsung heboh dan ber-tos ria. Padahal dari semua masalah yang terjadi penyebabnya ialah tak lain Lea sendiri yang mangkir karena patah hati. Tetapi sekarang, setidaknya si penyebab masalah akan membantu mereka dan kembali bertanggung jawab.

El tiba-tiba tersentak saat mengingat sesuatu. Sontak saja Radhi dan Ervan menatap El dengan cemas. Ikut panik dengan keterkejutan El meski tidak tahu apa sebabnya. Hanya saja jika El seperti itu, biasanya mereka yang akan dilibatkan, lagi.

"Kenapa, El?"

El memandang Radhi dan Ervan bergantian sebelum berujar, "kalian ke kontrakan gue sekarang!"

"Ngapain?" tanya Radhi dan Ervan bersamaan.

Wajah El berubah cemas. "Gue enggak pamit sama Pedro semalem. Dia pasti nyariin gue."

Radhi membeo, Ervan menganga sementara di ranjang pasien Noe ikut melongo. Satu kesamaan yang tergambar diwajah ketiganya, ketidakpercayaan. El sama sekali tidak peduli dengan Radhi dan Ervan yang kerepotan mengurus pekerjaan. Perempuan itu juga tidak peduli telah berbuat semena-mena terhadap Noe. Tetapi El begitu memedulikan hewan peliharaan tanpa kakinya. Sepertinya Pedro memang lebih penting ketimbang ketiga lelaki tampan yang ada di depannya sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top