12. Repot

12. Repot

Jam tujuh malam saat El dibuat terkejut oleh suara benda jatuh. Suara yang terlalu keras untuk El abaikan dan dianggap lalu. Suara yang berasal dari dinding sebelah kirinya, kamar Noe, tempat punggungnya bersandar saat ini. Saking kagetnya dengan suara itu, El bahkan terperanjat dan langsung berdiri. Usai menguasai diri El memutuskan untuk menempelkan telinganya ke dinding. Berusaha mencari tahu apa yang terjadi lewat indera pendengarnya.

El langsung menduga jika ada maling yang masuk ke kamar Noe. Mengingat jika Noe selalu pulang sekitar jam sembilan-an. Meski rasanya mustahil maling beraksi di jam segini. Tapi namanya orang mau berbuat jahat, kalau ada kesempatan, dia tidak akan ragu. Cukup lama telinga El berusaha mencuri dengar. Sampai kemudian radarnya menangkap suara seseorang. Pelan memang, Namun El yakin itu ringisan kesakitan. Sepertinya maling yang sedang beraksi itu tersandung sesuatu hingga jatuh.

Meraih ponsel di saku celana, El segera menghubungi Noe. Begitu memgetahui jika ponsel Noe mati, El tidak berbuat bodoh dengan mengulangi percobaan panggilannya. Maka dengan memberanikan diri dan  tekad kuat, ia membuka koper. Mengambil dua bir kaleng persediaannya untuk dijadikan senjata, hanya itu benda yang bisa dimanfaatkan olehnya. El tidak cukup gila untuk mendatangi maling dengan tangan kosong. Akan sangat berbahaya jika maling yang sedang menjarah kamar Noe Mambawa senjata tajam. Yah, meskipun senjatanya tidak terlalu ampuh. Tapi paling tidak, ini akan cukup untuk membuat kepala maling itu benjol.

Langkah terakhir El ingin meamstika Pedro aman. Segera El masukan Pedro ke dalam akuarium lalu membawanya ke kamar mandi. Usai menutupi akuarium Pedro dengan bak besar, El keluar dan mengunci pintu kamarnya. Dia tidak mau ambil resiko kalau Pedro harus celaka.

Berjalan mengendap-endap, akhirnya El sampai di depan kamar Noe. Perlahan tapi pasti, Tangannya yang bebas membuka pintu. Begitu pintu terbuka El terkesiap keras. Bukan maling yang ia temukan, melainkan Noe yang terbaring mengenaskan di lantai. Lelaki itu tampak kesakitan dengan mata terpejam. Meletakan bir kalengnya di lantai, ia mendekati Noe dan langsung membantunya untuk bangkit.

El cukup terkejut saat kulit mereka bersentuhan. Suhu tubuh Noe menyengat dan jelas di atas rata-rata. Beruntung Noe tidak pingsan sehingga meski kewalahan, El tetap bisa memindahkan lelaki itu ke tempat tidur. Setelah itu El meraih ponselnya, menghubungi Radhi agar segera datang. Setengah jam kemudian Radhi datang dengan wajah panik. Ia memeriksa tubuh El yang sedang menunggu di depan kamar Noe.

"Lo sakit kenapa? Mana yang sakit? Sejak kapan?" tanya Radhi beruntun sambil mengguncang bahu El.

"Gue bisa sakit beneran, Dhi," ucap El setelah menepis tangan Radhi.

Sontak Radhi menatap El dengan kening mengeryit. Tidak mengerti maksud El. "Bukannya lo emang sakit makanya minta gue buru-buru datang."

El menggeleng pelan. "Bukan gue, Noe yang sakit." El lalu melangkah ke kamar Noe diikuti Radhi.

"Harusnya lo panggil ambulans El, bukan gue," ucap Radhi agak jengkel. Kesal karena dia sudah meninggalkan rapat ketika El menghubunginya. Ternyata bukan perempuan itu yang sakit.

"Lupa," sahut El acuh.

Tarik napas, buang. Tenang Dhi, ini cewek kelakuannya gak berubah. Usai memantrai dirinya sendiri, Radhi melirik El. "Terus gimana?"

"Ke rumah sakit. Gue tunggu lo di mobil."

"Eh bentar," cegah Radhi sebelum El beranjak. "Ini yang gotong Noe ke mobil siapa?"

Mata El menyorot Radhi datar, tanpa menjawab ia meninggalkan kedua lelaki itu. Menunggu di mobil seperti ucapannya tadi. Tidak peduli dengan Radhi yang misuh-misuh untuk membawa Noe ke mobil. Dia memang laki-laki, tapi orang yang dipapahnya sekarang juga laki-laki. Seharusnya El membantunya bukan malah duduk santai di dalam mobil. Untungnya mobilnya tidak parkir terlalu jauh. Kalau iya, bisa gempor kakinya.

Usai meletakan Noe dibangku belakang, Radhi segera duduk dibalik kemudi. Menyalakan mesin dan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit terdekat. Matanya melirik Noe yang terbaring di kursi belakang sebelum melirik El.

"Kenapa lo mau repot begini?"

Mendengar pertanyaan Radhi, El melirik lelaki yang duduk di sebelahnya itu. "Gue enggak repot kok. Kan, lo yang repot."

Kalau dipikir-pikir ... iya juga. Radhi meninggalkan pertemuan penting dan menyetir seperti orang gila. Memindahkan Noe yang setengah tidak sadar ke dalam mobil. Lalu sekarang mengantarkan Noe ke rumah sakit. Sementara El, yang dilakukannya hanya menelepon, menunggunya datang dan duduk anteng di dalam mobil. Sungguh, kalau tidak ingat siapa El, Radhi rela menukarnya dengan Pertamax untuk mengisi bahan bakar mobilnya. Itung-itung ongkos dari kantor ke kontrakan El sampai ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, Radhi menyerahkan Noe kepada dokter dan perawat. Noe langsung ditangani secara cepat dan kini sudah dipindahkan ke ruang rawat. Di dalam ruang rawat itu, El dan Radhi duduk bersebelahan, mengamati Noe dengan pikiran masing-masing.

"Kenapa lo sampai sejauh ini El?" tanya Radhi memceah keheningan.

Sebelum El membuka mulut, cepat-cepat dia menambahkan. "Jangan jawab kalau nantinya cuma bikin tensi gue naik. Seharian gue capek ngurusin kerjaan lo. Jadi tolong jangan bikin gue capek sama omongan lo yang apatis itu."

Desahan pelan El keluarkan. Niatnya yang akan menjawab seperti yang Radhi pikiran batal sudah. Kepalanya menoleh, memperhatikan penampilan Radhi yang sudah kacau. "Gue cuma ikutin saran lo untuk akrab sama mereka."

"Kalian akrab lebih cepat dari dugaaan gue." Radhi juga menolehkan kepalanya, sehingga kini mereka bisa menatap satu sama lain. "Apa yang lo rasain El, when you kissing her?"

El tidak gentar saat tatapan tajam Radhi menghunusnya. Justru aneh kalau Radhi tidak tahu tentang hal itu. Lelaki ini selalu mengawasi dan memastikan keadaannya. "Enggak ada yang spesial."

"Bukannya lo enggak mau berurusan sama Noe?"

"Kayaknya, gue berubah pikiran. Gue cukup terhibur sama dia," jawab El kalem.

"El ..." panggil Radhi frustasi. "Jangan Noe, dia juga lagi patah hati."

El tergelak. "Pikiran lo kejauhan, Dhi. Gue enggak akan sejauh itu."

"Gimana kalau nanti dia berharap sama lo?"

"Enggak akan," sahut El yakin.

"Jangan terlalu yakin, El."

"Untuk ukuran orang yang patah hati, dia teramat tenang. Enggak mungkin dia berharap sama gue hanya karena sebuah ciuman. Jadi, lo enggak perlu cemburu, Dhi." Selesai berucap, El mengedipkan sebelah matanya.

"Terserah, El," putus Radhi pasrah. "Gue enggak tanggung jawab kalau akhirnya enggak sesuai pemikiran lo."

"Uhh, jadi lo beneran cemburu ya. Sini gue peluk." El merentangkan tangannya, bersiap memeluk Radhi.

"Anjir! El diem gak lo?" peringat Radhi seraya menjauhkan tubuhnya dari jangkauan El.

Melihatnya, El semakin gencar menggoda Radhi. "Atau lo mau gue cium? Sini, sini."

"Woy, El! Berhenti elah, jijik gue liat lo begini."

El akhirnya berhenti. Dia bergidik sendiri mengingat kelakuan absurdnya barusan. "Gue jadi merinding, Dhi."

"Baru nyadar lo?" tanya Radhi retoris. "Hampir aja gue panggilin dokter jiwa biar lo diperiksa juga."

"Sialan Lo! Pulang sana," usir El kemudian.

"Gitu ya, setelah enggak butuh gue diusir." Meski begitu Radhi dengan senang hati bangkit dari duduknya. Ia ingin segera pulang dan beristirahat. Gerakannya ketika membuka pintu terinterupsi oleh panggilan El. Memiringkan tubuh, Ia menunggu El bicara.

"Lo cemburu beneran, Dhi?"

"Bangke!"

Usai mengumpat, Radhi segera keluar tak lupa membanting pintu. Meninggalkan El yang tertawa puas. Hingga kemudian suara Noe sukses menghentikan tawanya. Karena tidak jelas, El menghampiri Noe. Berusaha mendengar lebih jelas apa yang Noe katakan.

"Naila."

El mengumpat tanpa suara. Dia kira Noe butuh sesuatu, ternyata lelaki itu hanya mengingau. Seharusnya Radhi mendengar ini agar tidak perlu khawatir. Bagaimana bisa, lelaki yang masih sangat mencintai perempuan lain seperti Noe, berharap kepada perempuan yang sedang kecewa. Tidakkah itu terdengar lucu? Ceritanya lain kalau perempuan yang sedang kecewa ini, berharap kepada laki-laki yang masih mencintai perempuan lain. Namun El akan memastikan, dirinya tidak akan berharap kepada Noe. Hubungan apa yang bisa dihasilkan dari kedua orang yang sedang patah hati?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top