Prologue

Bismillahirrahmanirrahim

“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-An’aam : 117)

🍂🍂🍂

A Started

PUKUL 08.00 tepat, matahari sudah menampakkan jejaknya. Tidak terlalu pagi bagi jalanan kota metropolitan di ujung barat Anatolia ini. Apalagi musim panas sudah menyambut di awal bulan, membuat seluruh daerah di Istanbul, Ankara, Trabzon, Erzurum, Diyarbakır, dan İzmir rata dengan hawa panasnya.

Datang dari negara tropis, membuat iklim di negara yang memiliki empat musim ini menjadi tantang tersendiri bagi mahasiswa rantau sepertiku. Aku tidak pernah terbiasa dengan iklim İzmir, meski sudah empat tahun menetap dan menjadi mahasiswa İktisadi ve İdari Bilimler Fakültesi, Ege Üniversitesi.

Aku mengencangkan pegangan pada tali tas, angin kencang meniup jilbab yang kugunakan, juga menerbangkan dedaunan kering di sepanjang jalan. Sepatu boots hitam yang kugunakan ikut bersinggungan dengan orang-orang menuju stasiun kereta Izban yang terletak di antara hiruk piruk Kota Karşıyaka.

Jangan bayangkan kami akan saling berdesakan, jelas itu semua tidak akan terjadi. Kehidupan baru sudah diterapkan di Kota İzmir, dan stasiun kereta Izban menjadi tempat yang berimbas dengan segala  protokol kesehatan yang harus dipatuhi.

Penumpang hilir mudik memenuhi stasiun, membuatku harus segera berlari menyusuri lorong panjang dan menaiki tangga, sebelum tertinggal dengan waktu keberangkatan kereta yang tersisa lima menit lagi. Keterlambatan sedikit saja bisa menunda pertemuan pentingku dengan salah satu Profesor untuk membahas laporan penelitian akhir sebagai mahasiswa. 

Tepat saat barisan tangga terakhir kupijak, seseorang seperti menarik tasku dari belakang. Itu pula yang membuat langkahku berhenti dan melihat kereta Izban yang hendak kutumpangi nampak melaju pergi.

Aku bergegas membalik, ingin rasanya kupukul tangan jahil yang seenaknya membuat waktuku terulur lebih lama lagi untuk menunggu kereta selanjutnya. Namun, rasa kesalku meluap begitu saja, saat menemukan seorang anak laki-laki sekitar sepuluh tahun dengan wajah khas Timur, sudah berdiri di belakang sana dengan wajah polos tanpa rasa bersalah.

Bagaimana bisa aku marah?

Merhaba,” sapanya. Disusul dengan tangan kecilnya yang menjulurkan sebuah surat dengan amplop berwarna cokelat kepadaku.

  Glabelaku bertautan menatapnya tidak mengerti.

Ragu aku menerima surat itu, namun matanya menyuruhku untuk mengambilnya.“Pardon, Kimden?” Aku menanyakan siapa pengirim surat ini dengan bahasa Turki.

Anak itu tidak menjawab. Ia malah menunjuk kerumunan orang di bawah tangga sana.  Membuatku menyipitkan mata saat tak satu pun orang yang kukenal atau bermaksud untuk menemuiku—semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Baru saja aku ingin protes padanya bahwa tidak ada seorang pun yang kukenal di bawah sana, anak itu sudah hilang di hadapanku.

Kulihat ia berlari ke arah depan dengan ikut menyusup penumpang lain. “Bekle!” Aku mencoba mengejarnya, memintanya untuk menunggu.

  Meski sudah saling menjaga jarak dan membuat kerenggangan antar kerumunan orang, tetap saja hal itu tidak memudahkanku menemukan anak laki-laki tadi. Mataku mengamati satu persatu penumpang yang menggandeng anak mereka— berharap ada anak itu di sana. Tapi, nihil. Tak kutemukan anak laki-laki tadi.

Entah pergi ke mana dia.

Deru napasku bersahutan, kupandangi amplop yang kugenggam. Meneliti bagian sampul yang tak menunjukan nama dan alamat pengirim di sana, yang  justru malah membuat rasa penasaranku membuncah.

Maksudnya apa? Siapa yang susah payah mengirimku sebuah surat? Jika saat ini sudah bisa menggunakan pesan elektronik yang dengan mudah diakses.

Apa ini hanya kekeliruan? Atau ... jebakan?

Tanpa waktu lama, aku membuka sampulnya. Mengeluarkan kertas dengan warna cokelat yang lebih muda, tulisan tangan yang rapi tertampang di sana.

   Senyumku memudar menangkap tulisan dengan bahasa Ibu yang sangat kukenal. Mulutku bahkan bergetar membaca satu kata di tiap kalimat yang ia sematkan.

  Dihilangkan tak akan pernah pudar,
dihindari tak akan pernah jauh.
Jika pergi adalah pilihan,
maka pulang adalah jalan terbaik.

Jawaban atas bagian yang hilang akan
  segera kau temui, Gladys.

Dentum detik bergerak sangat lambat rasanya. Beberapa bulir air bening seketika sudah memupuk di ujung mataku, dadaku sesak, pikiranku tidak bisa menduga siapa pengirim surat tersebut.

  Namun, secarik surat yang kini sudah kuselipkan pada sebuah buku, mampu membuka luka lama yang masih membekas semakin terasa sakit. Dan seketika, muncul dalam memori ingatan yang tidak akan mungkin bisa aku lupa. 

Jika saja ini bukan tempat umum rasanya aku ingin menumpahkan rasa sedihku. Hatiku terus berdzikir meminta petunjuk atas surat yang kubaca tadi.

  “Apa maksudnya semua ini, ya Allah.” Berulang kali aku berkata demikian di dalam hati.

Tanganku mengusap cepat sudut mataku yang berair, bibirku bergumam pelan meminta petunjuk-Nya, seperti dalam sebuah hadits:

“Tunjukanlah aku kepada kebenaran-kebenaran dengan izin Engkau. Sesungguhnya Engkau menunjukkan siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” (HR. Muslim)

Meski musim berubah, perasaan bisa memudar, waktu berlalu begitu cepat, tapi mengapa kenangan ini tidak bisa kulupakan?

==========
Footnote :

- İktisadi ve idari bilimler fakültesi : Fakultas Ekonomi dan Ilmu Administrasi.

🍂🍂🍂

Hallo, Assalamu'alaikum.

Selamat datang di cerita baru SWP.

Kali ini, karya pertama yang lahir berjudul Elipsis: Jeda di antara Kita. Yang ditulis oleh aku, Magicilicious

Tema cerita kami adalah Boarding School.
Sebagai santri yang lahir duluan dari anggota Geng Micin *eak, setelah ini banyak lagi keseruan cerita santri lainnya.

So, tungguin, ya!

____

Ada yang penasaran dengan cerita Gladys selanjutnya? 🖐️

_______

Ceritaku mungkin belum sempurna tapi semoga cerita ini bisa dinikmati, diambil manfaatnya, dan menetas barakah. Aamiin.

Untuk tahu keseruan cerita Gladys, atau jika menemukan quotes dalam cerita ini. Langsung cek dan fallaw akun ig nya, ya! Jangan ragu untuk Say hallo ke sini: (@) baklavasugar_

______

Jangan lupa vote & komentar.

Sampai bertemu di part 1 :)

Jazzakumullah Khairan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top