16

"Karena kita bercerita hanya sekedar untuk didengar, bukan dipahami."

***

"Sakura." Sasuke menahan tangan Sakura erat. "Sakura, tolong dengarkan aku. Jangan melakukan hal bodoh!"

"Aku tidak peduli," Sakura menghempaskan tangan Sasuke kasar. Kemudian ia kembali menata kopernya. "Jangan mencegahku, atau aku akan melakukan hal yang lebih gila lagi."

Setelah itu, Sakura keluar dari kamar, namun ia tidak membawa kopernya.

Sasuke mengerang kesal, ia tidak bisa mencegah Sakura kali ini. Tekad perempuan itu terlalu kuat.

"Tapi Bibi Mebuki akan datang sebentar lagi, Sakura. Oh ayolah, kenapa kau tidak baikan saja dengannya? Rendahkan egomu!"

Sakura berjalan cepat ke arah pintu rumah. Namun, sebelum benar-benar keluar dari rumah ini, Sakura menatap Sasuke lamat-lamat.

"Bukan urusanmu, Sasuke. Jangan mencoba bersikap sok pahlawan saat ini. Aku tidak butuh itu." Sakura tersenyum kecut, kemudian ia keluar dari kediaman Uchiha.

Sasuke hendak mengejar Sakura, namun suara Izumi membuat Sasuke harus mengurungkan niatnya itu.

"Biarkan dia pergi, Sasuke."

"Biarkan? Tapi kenapa?! Kalau terjadi sesuatu padanya kau mau tanggung jawab?" ujar Sasuke penuh emosi. Ia takut kecelakaan beberapa hari lalu akan terulang kembali.

"Dia butuh waktu untuk berpikir jernih, Sasuke. Kalau kau mengejarnya, dia tidak akan tenang."

"Tapi... ugh, ya sudah! Tapi aku akan mengawasinya dari jauh. Aku tidak akan membiarkannya sendiri."

Izumi mengangguk. "Oke, aku percayakan Sakura padamu, Sasu. Ah, satu lagi. Tiga jam lagi Bibi Mebuki dan Kaa-san akan kembali. Kuharap kau bisa membawa pulang Sakura sebelum mereka datang."

"Mereka pulang bersama? Jadi mereka-"

Izumi tertawa geli. "Yah, Kaa-san memang sengaja. Dia hanya ingin kita bertiga menghabiskan waktu bersama."

"Sudah kuduga ada yang aneh." Sasuke mendengus geli, tidak menyangka kalau ini adalah ide dari ibunya sendiri. "Aku pergi dulu, Kak."

Sontak, Izumi langsung membulatkan matanya. Tadi Sasuke memanggilnya apa? 'Kak'? Izumi tidak percaya ini.

"Kau panggil aku apa, Sasuke? Coba ulangi sekali lagi," goda Izumi. Sasuke langsung memasang wajah cemberut.

Sasuke tidak menjawab, namun ia berjalan mendekati Izumi, lalu mencium pipi kiri kakaknya itu secara tiba-tiba.

Izumi merasakan tubuhnya membeku di tempat.

"Aku akan mencari Sakura. Aku janji akan membawanya pulang secepat mungkin."

***

Termenung di bawah pohon, memikirkan kejadian barusan, dan memutuskan langkah apa yang harus diambil. Sakura bingung, egonya memilih untuk terus memendam rasa bencinya pada Mebuki. Namun, hatinya juga menyalahkan sikap Sakura yang salah itu.

Lalu ia harus berbuat apa? Ia tahu kalau perbuatannya salah, tapi ia tidak bisa memaafkan Mebuki begitu saja.

Tiba-tiba Sakura menghela napasnya kasar, karena ia merasakan ada sesuatu yang aneh di sini.

"Kalau kau berniat untuk menguntitku, kau gagal, Sasuke," ucapnya malas. Kemudian ia melihat ke arah belakang pohon, di mana Sasuke tengah bersembunyi seperti orang dungu di sana. "Dasar idiot."

Sasuke terkekeh, lalu ia keluar dari tempat persembunyiannya. "Aku hanya ingin mengawasimu saja. Siapa yang tahu, kan? Kalau kau sedang dalam bahaya."

"Kau menggangguku untuk berpikir, Bodoh," sungut Sakura setengah kesal.

"Oke, oke. Kau bisa menganggapku tidak ada. Lanjutkan saja acara berpikirmu itu, Nona."

Sasuke mundur beberapa langkah, namun suara Sakura menghentikan langkahnya.

"Kemarilah."

"Eh?"

"Temani aku," ujar Sakura sekali lagi.

Sasuke mengangguk ragu, kemudian ia mengambil tempat duduk di sebelah Sakura.

"Kau butuh saran?" tawar Sasuke, Sakura menggeleng.

"Temani aku saja," balas Sakura seperti gumaman. Kemudian ia menyenderkan kepalanya pada bahu kiri Sasuke. "Jangan bergerak, oke?"

Sasuke merasakan tubuhnya seperti membeku. Merasakan sentuhan Sakura di bahunya, membuat Sasuke tidak bisa mengontrol degup jantungnya.

"B-baiklah."

"Kau gugup?" tanya Sakura dengan mata terpejam.

"Gugup? Haha, aku tidak gugup." Sasuke tertawa meyakinkan. "Perasaanmu saja mungkin."

"Ck, pembohong." Sakura mendecih, lalu ia tersenyum tipis. "Kau tahu? Suara detak jantungmu tidak karuan."

Sasuke mengatupkan rahangnya, secara tidak langsung ia membenarkan ucapan Sakura.

Keduanya pun terdiam. Sasuke menatap ke arah matahari senja. Sedangkan Sakura tengah tertidur di bahu lelaki itu, begitu tenang dan damai.

"Maafkanlah Bibi Mebuki, Sakura," gumam Sasuke setulus mungkin. "Setiap ibu tidak ingin dibenci anaknya. Meskipun anak yang mereka miliki bukanlah anak kandung."

Hening, Sakura tidak menjawab. Entah karena tidak peduli atau tidak ingin membicarakan ini dulu.

"Aku tahu," ujar Sakura lirih. "Tapi aku tidak bisa."

"Kau pasti bisa. Cobalah untuk memaafkannya, kau tidak akan pernah tahu kalau belum mencoba."

Sakura menjauhkan kepalanya dari bahu Sasuke, kemudian menatap wajah lelaki itu penuh tanya. "Kalau aku masih membencinya meskipun aku sudah memaafkannya, aku harus apa?"

Sasuke membelai wajah Sakura pelan, lalu ditangkupnya penuh kasih.

"Haruno Sakura yang kutahu, adalah perempuan cerewet yang baik hati. Dia pasti tidak akan hidup di dalam kebencian terus."

Sakura menundukkan wajahnya malu. Pipinya terasa memanas, karena baru pertama kali ini Sasuke memujinya begitu tulus.

"Kurasa aku sudah tahu apa yang harus kulakukan, Sasuke. Terima kasih," ujar Sakura tersenyum manis.

Sasuke mengangguk, jujur saja ia merasa lega kali ini. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya sekarang. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Sakura.

"Ehm, apa kau akan mengunjungiku lagi setelah ini?" tanyanya gugup.

Sakura menghendikkan bahunya. "Aku tidak tahu, mungkin tidak lagi. Aku akan pergi jauh setelah ini."

"Kau serius?!" tanya Sasuke terkejut bukan main. Ia belum siap ditinggal Sakura, apalagi ditinggal untuk selamanya. "Kau mau pergi ke mana?"

"Hm... Amerika? Inggris? Skotlandia? Ah entahlah, semuanya terdengar bagus."

"Jangan main-main, Sakura," balas Sasuke tidak suka.

"Hehe." Sakura memasang cengir kudanya seperti biasa. "Aku hanya bercanda, tenang saja. Aku tidak akan pergi kemana-mana."

Sasuke mendengus, kali ini ia memasang tampang serius. Berniat untuk mengatakan hal itu sekarang.

"Sakura?"

"Hm?"

"Lihat aku," pinta Sasuke. Sakura menatapnya penuh tanda tanya.

"Ada ap-"

"Aku menyukaimu."

Kedua mata Sakura membulat sempurna, cukup terkejut dengan pernyataan Sasuke barusan. Namun ia berhasil menguasai keterkejutannya dengan senyuman geli.

"Ah, kau sudah move on rupanya," balasnya sesantai mungkin. Padahal degup jantungnya tidak bisa ia kondisikan saat ini.

Sasuke mengernyitkan kedua alisnya heran. "Aku serius, Sakura. Aku benar-benar menyukaimu."

"Aku juga serius, Sasuke," balas Sakura. "Tapi aku belum bisa menerimamu sekarang."

"Kenapa?"

"Aku belum siap," balas Sakura hati-hati. Takut menyakiti hati Sasuke.

Sasuke mendengus pelan, jujur saja ia merasa kecewa. "Apa itu artinya aku baru saja ditolak?"

Kemudian Sasuke bangkit, hendak pulang ke rumah. Namun sebelum itu, Sakura menghentikan Sasuke dengan memeluknya dari belakang.

"Kumohon jangan marah, Sasuke. Aku tidak menolakmu. Hanya saja... aku janji tidak akan menolakmu di kemudian hari," ucap Sakura dengan nada bergetar. "Aku menyukaimu juga."

Sasuke berbalik, lalu ia menatap manik emerald Sakura lamat-lamat. "Kalau aku melamarmu suatu hari nanti, berjanjilah padaku, kau tidak akan menolakku."

Sakura mengangguk cepat. "Aku janji."

***

"Izumi, di mana Sasuke dan Sakura? Kenapa mereka tidak ada di rumah?" tanya Mikoto yang tidak bisa merasakan kehadiran Sasuke dan Sakura di rumah ini.

"Ehm, mereka tadi keluar sebentar," jawab Izumi kikuk. Namun sayang, Mikoto bisa menangkap sesuatu yang mencurigakan di sini.

"Jangan berbohong, Izumi. Katakan di mana mereka sekarang."

"Sudahlah, Mikoto. Mungkin Sakura tidak ingin bertemu denganku." Mebuki menatap sendu sekotak kue Red Velvet yang ia bawa dari luar negeri. "Aku tahu itu."

"Eh, jangan berpikir begitu, Bibi. Sakura pasti ingin bertemu denganmu," balas Izumi mencoba menenangkan hati Mebuki.

Mebuki tersenyum sendu. "Kalau memang begitu nyatanya, kenapa sekarang dia tidak ada di sini untuk menyambutku?"

Izumi terdiam, ia tahu kalau sudah tidak ada gunanya lagi berbohong pada dua orang dewasa di hadapannya.

"Sebenarnya, tadi Sakura pergi dan Sasuke menyusulnya. Sampai sekarang mereka belum kembali," ujar Izumi mengatakan yang sebenarnya dengan berat hati. "Aku minta maaf, Bibi. Aku tidak bisa menjaga Sakura dengan baik. Bahkan... bahkan Sakura pernah terlu-"

"Kami pulang!"

Izumi, Mikoto, dan Mebuki terkejut bersamaan melihat kedatangan Sasuke dan Sakura yang tidak terduga ini. Mereka bahkan tidak bisa berkata apapun, saking tidak percayanya.

"Kaa-san? Kaa-san kenapa diam saja? Kenapa kalian juga ikut-ikutan diam?" tanya Sasuke pada mereka bertiga.

"Apakah ada sesuatu yang salah?" timpal Sakura ikut keheranan.

Mebuki tersenyum canggung. "Kaa-san kira kau tidak mau melihat Kaa-san lagi, Sakura."

Sakura terdiam beberapa saat, kemudian tawanya pecah begitu saja menggema di rumah ini.

"Kaa-san ini ada-ada saja. Aku menunggu-nunggu kue Red Velvet yang Kaa-san janjikan. Mana nungkin aku tidak mau melihat Kaa-san lagi," balas Sakura dengan sisa tawa yang ia punya.

Sasuke tersenyum lega, akhirnya ia berhasil menyatukan Sakura dan Mebuki. Kemudian ia menatap Izumi yang tengah menatapnya juga, Izumi tersenyum bangga pada Sasuke.

"Eh? I-ini kue Red Velvet kesukaanmu, Sakura. Kaa-san membelinya di toko kue ternama di New York." Mebuki menyerahkan sekotak kue itu dengan gugup. Serius, bahkan Sakura yang bersikap baik padanya, itu malah membuat Mebuki semakin gugup.

"Terima kasih, Kaa-san." Sakura menerima kue itu dengan perasaan senang. "Aku sayang Kaa-san."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top