3.
☆࿐ཽ༵༆༒ 𝑯𝒂𝒑𝒑𝒚 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈 ༒༆࿐ཽ༵☆
.
.
.
.
.
"Kami akan memutuskan untuk bekerja sama dengan anda Tuan muda Pendragon." Pria paruh baya itu berjabat tangan dengan Marvel.
"Semoga kerja sama ini bisa menguntungkan kedua belah pihak, Lord Greengrass dan Heir Greengrass." Marvel tersenyum menanggapi ucapan dari pria paruh baya itu a.k.a Lord Greengrass.
"Kami juga minta maaf tentang apa yang tadi kami katakan." Heir Greengrass tersenyum canggung.
"Santai saja, kami juga tidak menganggap serius ucapan anda tadi (setidaknya keluarga Greengrass bukan seorang penjilat)." Ucap Marvel.
.
.
.
.
.
"Eh Lik bisa anterin gua ke Mansion ayah gua gk? Gua di suruh balik sama ayah, keknya gua balik ke tempat kalian besok deh soalnya sepupu gua ada di rumah, gapapa kan?." Dirgan berbicara saat memasuki mobil.
"Tentu, eh Vel mampir dulu gk? Kerumah nya Dirgan sekalian nyapa ortunya dia." Malik menatap Marvel yang sedang bermain ponsel.
"Gak, males."
"Wah parah lu, yaudah gua juga langsung balik." Malik mulai melajukan mobilnya.
"Yahhhh kalian berdua ikut ya." Dirgan cemberut sambil menatap jalanan.
"Lah emang kenapa Dir, bukannya ada sepupu lu jadi seru kan." Malik bingung dengan tingkah Dirgan.
"Huftt sejak Nevin sadar dri komanya dia bener bener berubah, bayangin aja dulu dia playboy kan? Eh tiba tiba menjelma menjadi dingin, cool, teladan, dan dia selera humornya ilang keknya, ngelirik cwe aja kagak peduli cok." Dirgan mengeluh dengan sifat sepupunya itu.
"Vel, kekasih lu dulu sifatnya kek gimana?" Malik bertanya ke Marvel.
"Eum.. 'Guel ya, dia itu murah senyum, ceria, berisik, suka ketawa, cerewet, perhatian, romantis, dia itu setia, gk pernah lirik cwe, di waktu waktu tertentu dia emang dingin, uhhh sial, gua jadi rindu 'guel." Marvel tiba tiba murung.
"Eh gua curiga Nevin gk dateng sendirian." Dirgan berusaha mengganti topik pembicaraan.
"Lah kata siapa lu." Malik merespon.
"Mustahil klo misalnya Nevin sendirian main ke rumah gua tapi gua disuruh langsung balik, tapi semoga rumah gua gk rame soalnya males klo di tanyain banyak hal." Dirgan melihat orang orang yg dilewati mereka.
.
.
.
.
.
"Loh Dirgan, Marvel sama Malik mana?" Seorang wanita bersurai hitam panjang dan bermata Hijau mengernyitkan dahinya bingung dengan kedatangan Dirgan.
"Mah tadi Dirgan dah nanya ke mereka, tapi mereka berdua nolak soalnya rencananya mereka mau istirahat di rumah."
Dirgan menjawab pertanyaan dari mamah nya a.k.a Nevina Michael Angel Kusuma 𝘯𝘦́𝘦 Pendragon.
"Yaudah kamu istirahat dulu, mamah mau bikin minuman kesukaan mu sama Nevin." Nevina mengelus pelan rambut Dirgan sambil tersenyum.
"Oke mah." Dirgan menuju sofa yang ada diruang tamu lalu merebahkan dirinya di sofa itu.
Remaja yang duduk tak jauh dari Dirgan menghela nafas lalu angkat bicara. "Kau benar benar tidak sopan Dirgan, ada tamu yang datang dirumahmu tapi kau palahan merebahkan dirimu di depat tamu mu sendiri."
"Vin, lu tuh bukan tamu gua ya, lu itu sepupu gua. Lagian dah biasa kan klo gua tiduran didepan lu." Dirgan menanggapi ucapan Nevin dengan Malas.
"Minimal tuh belajar sopan santun Dir, orang yg punya sopan santun itu lebih banyak dihargai orang lain." Nevin berkata dengan nada ketus.
"Diem lu, sejak kapan jadi suka nasehatin orang lain sih, lu jadi nyebelin tau gk Vin, gua lebih suka sifat lu pas masih jadi playboy walaupun ada beberapa sifat lu gua gk suka pas itu." Dirgan mengeluarkan unek-unek nya yg dia tahan selama ini.
"Huft... Gua berubah karena ada hati yg harus gua jaga, gua bener bener gk bisa mengecewakannya, 𝘨𝘶𝘢 𝘨𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘯𝘨𝘦𝘬𝘩𝘪𝘢𝘯𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘭𝘦𝘯𝘵𝘦𝘳𝘢 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘬𝘶 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢." Nevin berkata dengan diakhiri sebuah gumaman yang tidak didengar oleh siapapun.
"Lah playboy kek elu mana bisa jaga hati, semuanya di rayu rayu, pacarnya bisa lebih dari satu, semuanya kek mainan lu tau gk." Dirgan mengoceh.
"Oh shit man, klo lu gk tau apapun mending diem deh Dir, dulu lu emang bisa ngerti segalanya tentang gua, tapi sekarang gua bukan orang yg sama kek dulu, pola pikirku jauh berbeda dari waktu itu." Nevin melirik Dirgan sekilas.
"Gua ada salah ya sama lu sampe sampe lu kek benci banget sama gua." Dirgan menatap sendu Nevin.
"Gk bro, lu gk ada salah ke gua (gua cuma gk suka liat lu yg deket sama orang yg mirip dengan elestial)." Ucap Nevin. (widih ada yg cemburu nih-S. Ayon).
"Sampe sekarang aku benar benar heran sama kalian berdua, kalian yg biasanya akur sekarang dah gk akur lagi, ada masalah apa sebenernya." Seorang pria tampan berambut milk brown dengan mata berwarna silver murni tersenyum sambil mendekati mereka berdua.
Dan terlihat juga ada 2 pria tampan yang mengikuti pria bermata silver tersebut, pria yang satu berambut Brown dan mata berwarna Diamond Blue, dengan senyuman lebar terpampang diwajahnya.
Dan pria satu lagi berambut hitam dengan warna mata yang berbeda yaitu berwarna Amethyst dan Merah Ruby dengan senyum tipis yang terlihat diwajahnya.
"Gatau nih pah, Nevin keliatan kayak benci banget sama aku pah, padahal aku gk salah apa apa loh." Dirgan berkata tanpa memandang papah nya.
"Ekhem... Dirgan, Klo bicara sama orang lain tuh harus menatap lawan bicaranya." Ucap pria bermata Diamond Blue a.k.a Arvin Alastair Dominic Kusuma.
"Loh Uncle Arvin, Uncle Blane, tumben ngumpul bareng disini." Dirgan menatap polos kedua Uncle nya itu.
"Kami kesini karena kami kira kau akan membawa Marvel dan Malik kesini, eh tau taunya yg balik cuma kamu doang."
Jawab Arvin.
"Sebenarnya kenapa kedua putraku tidak ingin ikut kesini, mereka tidak seperti biasanya yang selalu ikut jika diajak." Blane tanya ke Dirgan sambil menduduki dirinya di sofa.
Dan di susuli oleh Nathaniel dan adiknya yaitu Arvin, kedua kakak beradik itu menyimak Blane yg sepertinya ingin meng-intrograsi Dirgan.
"Katanya mereka berdua ingin istirahat di rumah, yaudah aku cuma meminta mereka mengantarkan ku tdi." Dirgan menatap polos Blane.
"Kau tau Dirgan, kau tidak bisa berbohong padaku, jadi katakan yg sebenarnya atau kau ku gantung terbalik di pohon yg ada di belakang mansion ini." Blane mengubah raut wajahnya menjadi datar.
"Hey ngapain lu pen ngegantung putra gua di pohon anj." Nathaniel menatap sinis Blane.
"Shut up, Nathan." Blane membalas tatapannya Nathaniel dengan tatapan dingin.
"(Oh shit man) baiklah baiklah, Marvel tidak ingin datang kesini karna malas uncle, untuk Malik sih i don't know, mungkin saja Malik ingin menemani Marvel." Dirgan menjawab sejujur jujurnya.
"Oke satu pertanyaan lagi, bagaimana mobilmu bisa terdeteksi mengebut sampai batas kecepatan mobilmu dan berakhir di kota Semarang." Tanya Blane.
"Hah? Gak gak mungkin putraku bisa mengebut sampai sebegitunya, apa lagi keluar kota sendirian." Nathaniel menyangkal ucapan Blane.
"Lalu bagaimana alat pelacak yang ku pasang di mobilnya Dirgan bisa mengirim sinyal keberadaan Mobil itu di Semarang Nathan." Blane menatap Nathaniel dengan tatapan meminta penjelasan.
"Ya gua gk tau lah anjir, kan gua gada di tempat kejadian." Nathaniel menatap polos Blane.
"Gk bapak gk anak sama aja, Dirgan bisakah kau jujur, tidak biasanya kau membohongi kami." Blane menatap sinis Dirgan.
Nathaniel dan Arvin juga ikut mengintimidasi Dirgan karena mereka berdua juga penasaran dengan hal itu.
Dirgan yg di intimidasi oleh tiga orang sekaligus hanya bisa bungkam karena dia berjanji kepada Marvel untuk merahasiakan semua itu.
Blane yg melihat Dirgan diam kembali mengangkat suaranya. "Dirgan, jujurlah pada kami semua, gada yang salah kalo kamu mau jujur, lagian kenapa sih kamu kaya takut banget ngasih tau kita, ada yang ngancem kamu kah?."
"Positif thinking aja, mungkin Dirgan takut sama elu Blane." Arvin menyahuti ucapan Blane.
"Ni bocah takut ke gua kenapa, apa gua seserem itu." Blane mengernyitkan dahinya.
"Ayolah Dirgan katakan saja pada kami, kami benar benar penasaran tau." Nathaniel membujuk putra semata wayang nya.
"Dirgan bingung pengen jelasin dri mana dulu." Dirgan berkata dengan lirih.
"Ohhh klo bingung mau ngasih tau dari mana tinggal kasih tau dari awal mula kronologi nya." Arvin menyahuti ucapan Dirgan.
Tiba tiba ponsel Dirgan berbunyi
𝘋𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘯𝘨~
𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘺𝘰𝘶 𝘤𝘢𝘯 𝘩𝘦𝘢𝘳 𝘮𝘦~
𝘖𝘱𝘦𝘯 𝘶𝘱 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘰𝘰𝘳~
𝘐 𝘰𝘯𝘭𝘺 𝘸𝘢𝘯𝘵 𝘵𝘰 𝘱𝘭𝘢𝘺 𝘢 𝘭𝘪𝘵𝘵𝘭𝘦~
𝘋𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘯𝘨~
𝘰𝘶 𝘤𝘢𝘯'𝘵 𝘬𝘦𝘦𝘱 𝘮𝘦 𝘸𝘢𝘪𝘵𝘪𝘯𝘨~
𝘐𝘵'𝘴 𝘢𝘭𝘳𝘦𝘢𝘥𝘺 𝘵𝘰𝘰 𝘭𝘢𝘵𝘦~
𝘍𝘰𝘳 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘰 𝘵𝘳𝘺 𝘢𝘯𝘥 𝘳𝘶𝘯 𝘢𝘸𝘢𝘺~
"Bentar Dirgan pen ngangkat telpon dulu." Dirgan mengangkat telponnya sambil berkata, "𝐻𝑒𝑙𝑙𝑜, 𝑉𝑒𝑙? 𝑊ℎ𝑎𝑡'𝑠 𝑢𝑝? 𝐼𝑠 𝑠𝑜𝑚𝑒𝑡ℎ𝑖𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑝𝑝𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔?"
"Nada deringnya kenapa harus lagu itu." Nathaniel bergumam pelan.
"𝐼𝑓 𝑦𝑜𝑢 𝑠𝑡𝑖𝑙𝑙 𝑤𝑎𝑛𝑡 𝑡𝑜 𝑙𝑖𝑣𝑒, 𝑖𝑡'𝑠 𝑏𝑒𝑡𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑜 𝑠ℎ𝑢𝑡 𝑢𝑝, 𝐷𝑖𝑟𝑔𝑎𝑛." Ucap Marvel dri dalam telpon (gada yg bisa denger ucapannya Marvel soalnya speaker nya gk on) .
"𝑅𝑒𝑙𝑎𝑥 𝑉𝑒𝑙 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑥, 𝐼 𝑤𝑜𝑛'𝑡 𝑡𝑒𝑙𝑙 𝑎𝑛𝑦𝑡ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑢𝑛𝑙𝑒𝑠𝑠 𝑦𝑜𝑢 𝑎𝑠𝑘 𝑚𝑒 𝑡𝑜." Dirgan berkata dengan nada yang meyakinkan.
"𝐼'𝑚 𝑗𝑢𝑠𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑟𝑒." Marvel lalu memutuskan telpon secara sepihak.
"Sialan, minimal bilang sampai jumpa kek atau gimana palahan mutusin telpon secara sepihak." Dirgan menggerutu karna Marvel.
"Siapa yg menelpon Dirgan." Nevin mulai berbicara setelah sedari tadi diam sambil menyimak.
"Ohh tdi yg telpon tdi Marvel, dia cuma bilang sesuatu doang sih gada hal yg penting yg dia bicarain." Dirgan menjawab pertanyaan Nevin.
"Ohh (Ini tubuh yg gua tempati gk pernah deket sama Marvel apa gimana dah)." Nevin hanya menjawab singkat saja.
"Hey hey jangan mengubah topik kalian, Dirgan putra semata wayang ku yg paling ku sayang, bisa ceritakan kronologi nya." Nathaniel membujuk putranya.
"Sayangnya Dirgan dah gada mood buat cerita, jadi lain kali aja ya ayah lagian Dirgan dah janji buat gk ngasih tau siapapun, dadah Dirgan mau kekamar dulu." Dirgan pergi menuju kamarnya yang terletak di lantai 2.
"Lahhhhh padahal gua dah penasaran banget." Nathaniel merengek seperti anak kecil.
"Tumben banget mulut Dirgan gk kek ember." Gumaman Nevin terdengar oleh ke-3 pria dewasa yang ada di dekatnya.
"Ohya kan ada Nevin disini." Blane tiba tiba menyeletuk gumaman Nevin.
"Oh iya, Nevin kamu kan deket sama Dirgan, mungkin aja kamu tau sesuatu." Arvin bertanya ke putranya yang sedari tadi bermain ponsel.
"Daddy, daddy kan tau aku sama Dirgan dah gk sedeket dulu lagi, lagian dari tadi aku cuma ribut sama Dirgan." Nevin menatap malas ayahnya.
"Tidak bisa diharapkan." Blane merotasikan matanya.
.
.
.
.
.
"Vel, tdi lu telpon an sama siapa." Malik melepas headset yg terpasang di kedua telinganya.
"Oh gua cuma ngingetin si Dirgan biar mulutnya gk kek ember, klo mulutnya ember bisa bisa muncul masalah." Marvel sedang meminum segelas soda setelah itu dirinya meletakkan kembali gelasnya di meja.
"Owh gua baru inget tu bocah mulutnya kek ember pecah, btw vel maaf klo pertanyaan ku agak mengganggu hanya saja siapa yg ngebunuh kekasihmu dan apa alasannya." Malik sudah terlanjur penasaran.
"Siapa yg membunuh? Sampai sekarang aku tidak tahu pasti, tapi aku mencurigai dua orang, apakah aku harus mencari keberadaan mereka berdua." Marvel menatap langit langit rumahnya.
"..."
"Jujur aku mencurigai Weko dan Urekan hanya saja Miguel bilang bukan Urekan pelakunya, dah hanya tersisa Weko yg harus ku selidiki." Marvel sedikit memiringkan kepalanya.
Marvel menggapai Chardonnay glass berisi minuman bersoda yang berada di atas meja, tiba tiba Marvel tertawa dan Malik menatap bingung Marvel. Lalu...
𝐏𝐘𝐀𝐑𝐑𝐑....
Gelas yang di pegang erat oleh Marvel pecah berkeping-keping menyebabkan tangannya mengeluarkan darah dan Malik tersentak.
"Ahahahahhahaha... Ahh~ aku baru ingat pasti Weko yang mengincarku dan Miguel, karena setelah Jacob tiada kami mulai sedikit membangkang dan juga Weko adalah saudara dari mantan ayah angkatku, dan pastinya pak tua itu menyuruh Weko untuk membunuh kami." Marvel berkata dengan senyum lebar diwajahnya.
"V-vel tanganmu berdarah." Malik menunjuk pada tangannya Marvel yang berdarah
"Ah ini jangan khawatir dengan telapak tanganku, luka kecil ini tidak seberapa, dulu aku bahkan mendapatkan luka yg lebih mengerikan dari luka kecil ini." Marvel mengibaskan tangan kirinya yang tidak terluka beberapa kali menandakan dia tidak apa apa.
"Tetep aja itu bisa infeksi, lu tunggu sini bentar." Malik beranjak dari duduknya menuju dapur untuk mengambil P3K.
Sedangkan Marvel hanya memandang sekilas tangan kanannya yang terluka lalu kembali mengabaikan luka itu, selang beberapa menit Malik datang dengan membawa kapas, alkohol, perban dan hansaplast.
Lalu Malik dengan telaten mengobati telapak tangan Marvel yang terluka, dan raut wajah Marvel tetap terlihat bodoamat seolah-olah luka itu tidak sakit.
"Sudah Vel." Malik menaruh barang barang yang baru saja dia gunakan di atas narakas.
"Makasih bang walaupun gua gk butuh itu, btw kau kelihatan telaten banget dah, dah sering ngobatin orang lain kah?" Marvel melihat tangan kanannya yang di perban, dan terlihat perban yang melilit tangannya sangat rapih seolah-olah Malik sudah sering memasangkan perban pada orang lain.
"Ohh gua sering ngobatin Ivan, soalnya dia sering cedera setelah pertandingan antar asrama yang rutin diadakan setiap tahun." Malik tersenyum sambil menjawab pertanyaannya.
"Ivan? Itu nama kekasihmu kah? Nama yang bagus." Marvel menatap Malik yang senyum senyum sendiri bak orang gil- maksudku orang yg jatuh cinta :D
"Iya itu namanya, Aaaaa~ aku jadi rindu sama Ivan hweeeee." Malik cemberut seperti anak kecil.
"Perasaan baru beberapa hari lu gk ketemu dia, kok lu dah rindu aja gitu, gua aja yg dah lama gk ketemu sama Miguel juga rindu sih palahan rindu banget gua hehehe." Marvel terkekeh hanya karena ucapannya sendiri.
Malik sweatdrop mendengar ucapan Marvel, "astaga naga."
"Yakali gua gk rindu sama ayang yg dah bertahun tahun gk ketemu." Marvel tersenyum lebar.
"Vel keknya elu harus berhenti tersenyum deh, soalnya keliatan maksa banget senyumannya." Malik tersenyum kikuk.
"Senyumanku seburuk itu kah? Padahal gua lagi ngebiasin diri buat senyum." Marvel menghilangkan senyumannya dari wajahnya.
"Klo lu pen biasain diri mendingan di depan kaca dulu deh Vel, klo lu langsung senyum tanpa latihan keknya yg liat senyumanmu jadi ketakutan." Malik tersenyum canggung.
𝐂𝐤𝐥𝐞𝐤𝐤...
"Permisi." Leo memunculkan kepalanya di celah pintu.
"Kenapa kesini bang, ada urusan kah?" Malik berisyarat kepada Leo untuk masuk dan duduk.
Leo yang melihat isyarat itu langsung masuk dan duduk di samping Malik, dan Leo yang melihat telapak tangan Marvel yang di perban pun bertanya, "itu tangan kenapa Les?"
"Oh ini cuma karena gak sengaja pecahin gelas, dan lu bisa gk jangan panggil gua pke nama lama gua, gua sekarang pke nama bocah yg punya tubuh ini anjir, klo lain kali lu manggil gua pke nama lama gua dan ada yg denger bisa berabe gua." Marvel menatap malas Leo.
"Hehehe sorry soalnya dah jadi kebiasaan, btw kenapa lu manggil gua." Leo bertanya kepada Marvel, Malik yg mendengar ucapan Leo hanya ber- "oh" ria.
"Gua mau nanya apakah mereka adalah orang penting di kelompok kita." Marvel melempar amplop coklat berisi biodata lengkap beberapa orang.
Leo membuka amplop itu dan melihat siapa saja orang yg dimaksud Marvel, lalu dia menjawab, "oh mereka cukup berpengaruh pada kelompok kita Les, hanya saja mereka bukan orang penting, memang ada apa Les?"
"Bunuh mereka."
𝐃𝐄𝐆...
Ucapan Marvel membuat Malik tersentak kaget, "bunuh?" gumam Malik.
"Hey Eles, lu gk lupa ngasih tau sodara lu tentang pekerjaan mu yg lain kan?" Leo berbisik bisik.
"Gua lupa cok, soalnya kukira itu gk terlalu penting." Bisik Marvel.
"Tunggu Vel, kenapa lu pen ngebunuh mereka? Apa salah mereka?" Malik mengernyitkan dahinya.
"Apa salah mereka? Mereka memiliki banyak kesalahan, tetapi ada satu kesalahan yang tidak bisa aku toleran, aku tidak mentoleransi seorang pengkhianat." Raut wajah Marvel mendatar dan membuat suhu ruangan tersebut turun.
"Les lu dah lama gk aktif bagaimana lu tau klo mereka pengkhianat." Leo mengerjap bingung.
"Tsk aku sudah tau mereka berkhianat setelah pertemuan pertama kita dengan dengan Fortress." Marvel berkata dengan merotasikan matanya.
"The Fuck? BUSET LAMA BET ANJIR, KENAPA LU DIEMAJA." Leo syok sebesar besarnya.
"Gua awalnya gk kepikiran buat ngeberesin mereka, makanya gua biarin mereka bersenang senang." Marvel menjawab dengan nada datar.
"Hehehehehahahahaha kok bisa gua kenal sama orang kek lu." Leo berekspresi tertekan dengan tingkah laku sahabatnya.
𝐓𝐢𝐧𝐠...
Suara notifikasi yang berasal dari ponsel milik Malik mengalihkan perhatian mereka bertiga, dan Malik membaca pesan yang masuk lalu mencebik kesal.
Marvel yang melihat raut wajah Malik lalu bertanya, "lu kenapa dah."
"Gpp cuma cwe ku minta ketemuan di taman kota sekarang." Ekspresi malas terlihat jelas di wajahnya Malik.
"Bilang aja ketemuannya nanti sore, klo jam segini tuh diluar masih panas panasnya, klo nanti cwe lu ngeluh ngeluh kepanasan entar lu yg disalahin." Leo merespon ucapan Malik.
"Lu tau sifat cwe kah?" Tanya Malik.
"Cwe tuh gk mudah di tebak, tapi beberapa sih gua tau soalnya gua sering ngedate bareng cwe." Leo mengedikkan bahunya.
"Leo itu Playboy bang, jadi gk aneh klo dia tuh sering ngerayu cwe sana sini, walaupun Leo sering main bareng cwe sebenernya dia tuh belok." Marvel mengatakan kebenaran.
"Kukira normal ternyata belok." Malik menanggapi ucapan Marvel.
"Heh gua beloknya cuma ke satu cwo ya, lagian gua mainin cwe karena sampe sekarang orang yang gw suka gk pernah peka." Ucap Leo.
"Emang lu suka sama siapa bang." Malik bertanya kepada Leo.
Leo yg ditanya hanya menjawab, "kamu nanya."
Marvel tiba tiba beranjak dari duduknya dan membersihkan semua yang ada di meja, kegiatan yang Marvel lakukan tiba tiba membuat Malik dan Leo menatap Marvel bingung tetapi Marvel tetap mengabaikan mereka berdua.
"Vel lu ngapain ngeberesin itu, biarin aja Vel nanti gua yg bersihin." Malik mengerjapkan matanya bingung.
Leo juga ikut beranjak membantu Marvel membersihkan meja walaupun dia tidak tahu maksud dari tindakan Marvel, sedangkan Malik hanya bisa menatap bingung mereka berdua.
Lima belas menit kemudian meja yang sebelumnya berantakan sekarang sudah rapih kembali, dan hanya ada 3 cangkir kopi yang di buat Leo barusan.
"Bang kok elu sih yg bikin kopi, padahal gua sama Marvel tuan rumahnya." Malik menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hehehhe gua dah biasa kek gitu, biasanya tuh klo gua dateng ngunjungin Eles pasti langsung bikin kopi buat gua sama Eles, gua bakalan melakukan apapun yg Eles suruh karena tanpanya pasti sekarang gua dan Jerry cuma jadi preman yang gk punya tunuan hidup.
Karna Eles kami bisa lanjutin sekolah bahkan sampe lulus kuliah, dia juga mengajak kami membangun perusahaan dari nol, orang yg sering di juluki iblis oleh orang orang sebenernya malaikat." Kata Leo dan Marvel hanya dengan mengangguk anggukan saja kepalanya mendengar ucapan Leo.
"Ohya Vel, kata bang Leo tdi elu mulai dari nol kan pas bangun perusahaan, dapet duitnya dari mana Vel? Kan modal buat bikin perusahaan gk dikit." Tanya Malik
"Ohhh uangnya itu gabungan uang tabungannya Miguel dan gua, terus gua juga dapet tambahan duit dari pekerjaanku sebagai tentara bayaran, gua juga pas itu dah punya kelompok Mafia sendiri sih makanya gua punya modal buat bikin perusahaan." Marvel mengesap kopinya.
"Ohhh begitu ya menarik." Malik menganggukkan kepalanya dan tiba tiba-
𝐂𝐤𝐥𝐞𝐤𝐤...
-pintu depan terbuka, dan masuklah seorang wanita cantik berumur 40an yang masih terlihat seperti wanita berumur 30an.
"L-loh ibunda, bukannya ibun di LN ya." Malik tercengang dengan kedatangan ibunya.
𝐓𝐛𝐜...
𝟑𝟎𝟎𝟎 𝐰𝐨𝐫𝐝𝐬
Hehehehe sorry ges gua jaring up, soalnya males buka wp 👉👈, yg penting gua dah up klo gitu gua ngilang lagi ya, see you next Chapter Bye ٩(ര̀ᴗര́)
𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘶𝘱𝘢 𝘥𝘪 𝘭𝘪𝘬𝘦𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘶𝘺𝘴 𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘪𝘵𝘶 𝘨𝘳𝘢𝘵𝘪𝘴-𝘓𝘦𝘰
𝐾𝑎𝑙𝑎𝑢 𝑔𝑘 𝑙𝑖𝑘𝑒 𝑝𝑎𝑛𝑡𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑝-𝑆. 𝐴𝑦𝑜𝑛
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top