07: Clue (3)

Aku sedang terbang entah kemana hanya untuk mencari keberadaan Flora. Aku baru tersadar kalau aku tidak tahu dimana alamat rumahnya atau tempat yang sering dia kunjungi.

Oh, sebentar. Bukankah perpustakaan adalah tempat yang sering dia kunjungi? Yah, walaupun aku baru sekali melihatnya di sana, tapi kuputuskan untuk pergi ke tempat itu.

***

Setelah aku memasuki tempat ini, mataku tidak melihat langsung keberadaannya, mungkin aku harus mencarinya di sudut-sudut perpustkaan yang luas ini.

Oh, fakta kalau aku menemukan Aru di sini bukanlah salah, buktinya dia sedang duduk manis membaca buku di meja saat kami pertama kali bertemu.

Jika aku ingin mencari di sudut perpustakaan, aku harus melewati mejanya diam-diam karena hanya untuk hari ini aku belum mau bertemu dengannya.

Aku berjalan perlahan di belakangnya saat dia sedang sibuk dengan bukunya. Tidak ada tanda-tanda kalau dia menyadari keberadaanku, itulah yang membuatku sedikit lega.

"Oh, jadi kau ke sini lagi?"

Laki-laki itu tiba-tiba berbicara, karena perbuatannya itu, aku mati-matian untuk tidak mengeluarkan suara dan berusaha mencoba untuk menjauh darinya.

"Kau tidak mendengarku, Yurryl?"

Aku sudah sangat yakin kalau aku tidak menimbulkan suara-suara yang dapat mengalihkan perhatiannya. Namun, bagaimana lagi, aku harus berbuat apa kalau dia menyadari keberadaanku?

"Apa maumu?" ujarku dengan nada jengkel.

"Kau mau baca buku?" tanyanya yang sedaritadi tidak menatapku.

"Tidak, aku mencari Flora."

"Kalian sudah mulai akrab, ya?"

"Tidak, kami hanya sebatas kenalan," jawabku apa adanya.

"Honesty akan duduk bersamaku jika dia ke sini," balas Aru. "Dan kau sekarang tahu kalau dia tidak ada di sini, 'kan?"

"Begitu, ya. Justru kalian berdualah yang terlihat akrab." Aku menyimpulkan dengan pendapatku sendiri. "Kalian ... berpacaran?"

"Eh? Bukannya dia yang mengira kita berpacaran?" Akhirnya Aru menjawab dengan menatapku.

"Terserah, aku tidak peduli," balasku berusaha untuk cuek. "Apa kau tahu dimana tempat yang biasanya Flora kunjungi?"

"Dia sering ke perpustakaan, hanya itu. Aku tidak tahu banyak tentangnya."

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Aku bergegas menuju pintu keluar tempat ini, tapi baru beberapa langkah, suaranya kembali terdengar.

"Cepat sekali kau mau pergi."

"Aku ada urusan." Aku menatapnya datar. "Dan kau tidak perlu ikut campur."

"Baiklah, itu terserah padamu," jawabnya yang benar-benar membuatku ingin segera meninggalkannya.

Saat hal itu terjadi, dia tidak mengatakan apapun, mungkin dia ... sudah tidak peduli?

Dan entah kenapa, rasanya berat jika aku meninggalkan tempat ini.

***

Aku menghela napas berat, karena sedaritadi aku belum menemukan peri yang ingin kutemui. Apa sebaiknya aku tidak perlu ikut campur lagi, ya?

"Hoi, Yurryl!"

Bingo!

Aku menoleh ke belakang, di sana ada Flora yang sedang terbang menuju ke arahku. Kurasa aku tidak perlu mencarinya, dia yang akan mencariku.

"Aku baru saja ingin bertemu denganmu," ujarku saat dia sudah mendarat di tanah.

Flora tersenyum kecut. "Kau ini kemana saja?"

"Seharusnya aku yang bertanya begitu."

"Oke, lupakan. Sebelumnya, aku ingin memberitahumu sesuatu, sesuatu tentang Mary."

"Oh, kenapa dia?" Aku mendadak menjadi penasaran.

"Kau benar, bisa jadi kalau dia adalah pelakunya."

"Kau menemukan petunjuk?"

"Mary bersikap aneh saat kuminta dia untuk jujur." Flora menjawab sambil menopang dagu. "Saat kutanya kenapa dia berbohong, dia bilang dia takut akan menjadi tersangka."

Jawaban yang diberikan oleh Flora benar-benar membuat masalah ini semakin rumit. Aku tidak menyangka kalau seandainya pelakunya benar-benar Mary, karena peri terdekat tidak biasanya menjadi sang pelaku.

"Tapi, aku juga mencurigai satu peri lagi."

"Oh, siapa?"

"Bell."

Dan untuk kedua kalinya, Flora tampak tak percaya dengan apa yang kukatakan.

***

Setelah kami berdua sampai di tempat tujuan, Flora seketika langsung berteriak apa yang terjadi.

"KENAPA RUMAH MEREKA BERDUA BISA HANCUR BEGITU?!"

Ya, itu tidak sepenuhnya salah--karena yang hancur hanya atap kamar Bell.

"Ayo, kita--"

"KENAPA INI BISA TERJADI?!" Flora masih saja berteriak, tanpa mendengarkan apa yang ingin kukatakan.

"DENGARKAN AKU DULU." Aku menekankan kalimatku, agar Flora tahu kalau aku juga ingin didengar. "Petunjuknya ada di kamar Bell, ayo kita masuk."

Saat memasuki rumah ini, aku baru sadar kalau Zer masih ada di sini. Baiklah, yang kami lakukan sekarang jangan membuat keributan.

"Jangan teriak, Zer ada di kamarnya," sahutku menatap tajam Flora.

"Zer juga melihatnya?"

Oh, jangan bertanya kenapa Flora bisa mengenal Bell dan Zer. Kedua gadis itu adalah pemilik Element Virtue, mereka sudah pasti saling mengenal peri-peri yang berhubungan dekat dengan mereka, karena itulah aku tidak bertanya apapun kepada Flora.

"Ya, kami berdua melihatnya," balasku. "Lihat, apa yang sudah Bell perbuat."

Flora menautkan alisnya. "Tunggu sebentar, kau tidak bilang kalau Bell yang melakukannya."

"Aku sudah mengatakannya tadi." Kutatap dia dengan tatapan datar. "Bell tiba-tiba berubah menjadi sosok aneh dan dia menghancurkan kamarnya sendiri."

"Seperti apa dia?"

"Kulitnya pucat, rambutnya menghitam, matanya berubah menjadi merah, lalu tiba-tiba matanya mengeluarkan darah dan dia memuntahkan banyak darah," jawabku berusaha mengingat-ingat yang terjadi tadi. "Yah, kira-kira begitu."

"Se-sebentar, apa ini ada hubungannya dengan kasus pembunuhan kakaknya Mary?"

Aku mengangguk. "Sebelum dia berubah, ada bekas darah di kasurnya, dan bekas darah itu adalah petunjuknya."

"Astaga, ini benar-benar membuatku pusing." Flora mengelus-elus pelipisnya. "Lagipula, kenapa Bell bisa menjadi seperti ini?"

"Ah, kalau itu ... ceritanya panjang."

"Hoi, kalian bisa ke turun ke bawah?"

Jantungku langsung berdegup kencang saat suara Zer tiba-tiba memanggil kami dari lantai bawah. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan setelah tahu kami ada di sini.

Tanpa pikir panjang, kami berdua turun ke lantai bawah karena diminta langsung oleh Zer.

"Zer, tolong jelaskan semuanya!" seru Flora menarik kerah baju Zer sambil menatapnya dengan tajam.

"Itu yang akan kulakukan," balas Zer tampak tak masalah dengan perlakuan Flora pada dirinya. "Kita duduk dulu, aku akan menceritakan semuanya."

Flora hanya membuang wajahnya yang kesal, tapi tak lama, akhirnya dia menurut.

Zer menceritakan semua yang terjadi. Dari tingkah laku Bell yang aneh, sampai Bell bisa jadi seperti ini.

Ngomong-ngomong, keadannya jauh lebih baik daripada sebelumnya--yang terlihat sangat frustasi dengan apa yang terjadi. Kukira dia akan marah-marah karena kami membuat keributan di atas, tapi untunglah hal itu tak terjadi.

"APA?! KAU MENGURUNG BELL SAMPAI DIA KELAPARAN DAN MENJADI MONSTER?! KAU GILA?!" Flora langsung berteriak saat Zer baru saja selesai bicara.

"Aku tidak mengurungnya, aku hanya menghukumnya," balas Zer dengan jawaban yang tidak sepenuhnya salah. "Aku melakukannya karena dia melakukan kesalahan, jadi...."

"Jadi, ini salah siapa?" tanya Flora masih dengan tatapan tajamnya.

"Salahku," jawab Zer dengan singkat dan jelas. "Aku yang membuatnya menjadi seperti ini."

Tunggu, seseorang yang membuat Bell menjadi seperti ini?

"Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku--"

"Sebentar." Aku sengaja memotong pembicaraan mereka, agar mereka mendengarkanku lebih dulu. "Ada satu hal."

Mereka berdua diam menatapku, tanpa bertanya apakah yang ingin kubicarakan--mungkin karena mereka tahu kalau aku akan memberitahu mereka tanpa ditanya.

Aku menoleh ke arah Zer. "Zer, kau pernah bilang kalau Bell tampak sedang dikendalikan, 'kan?"

"Ah, iya."

"Mungkin saja Bell memang sedang dikendalikan, oleh seseorang."

"Dikendalikan? Apa sihir semacam itu ada?" tanya Flora terlihat tak percaya.

"Entahlah," jawabku melirik ke arah lain, berusaha menghindari kontak mata dari mereka.

Tentu saja sihir itu sudah ada.

***

-Revisi-
19 - 5 - 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top