03: There is Something Wrong?
Sebenarnya, aku tidak punya rencana untuk bekerja di negeri musuh, tapi karena terpaksa aku akan melakukannya.
Yah, kurasa bekerja juga ada gunanya. Uangku sudah habis, kalau sudah waktu gajian, aku akan membeli sesuatu yang ingin kubeli.
Baru seminggu aku bekerja di sini, entah kenapa pelanggan di sini semakin berkurang (walau aku bisa sedikit santai).
Bell menghela napas. "Kenapa bisa sepi, ya?"
"Tidak apa-apa, Bell. Kita tunggu saja," balas Zer.
Akhir-akhir ini juga, Bell terlihat tidak bersemangat sejak toko kue ini kehilangan pelanggannya. Dia seharusnya memasak di dapur, tapi kini dia lebih sering duduk di bagian kasir bersama Zer--yang posisinya berada di kasir sekaligus pemilik toko kue.
Kulirik jam di tempat ini, masih jam 2 siang, itu artinya jam pulang masih sangat lama.
Karena tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku lebih memilih untuk membaca buku tentang Element Virtue sambil menunggu waktu pulang yang masih sangat lama.
Di daftar isi, mataku tak sengaja melihat tulisan 'Rahasia Gelap' beserta dengan halaman yang tercantum. Dengan tidak sabar, aku langsung mencari dan menemukan halaman itu hanya beberapa detik.
Kertasnya sobek.
Kenapa selalu bagian terpenting kertasnya sobek?!
Buku ini benar-benar parah--karena tiga lembar kertas yang sepertinya berisi 'rahasia' itu sudah sobek tanpa tersisa.
"Yurryl, kau baca apa?" tanya Bell mendadak saat aku sedang kesal dengan buku ini.
Oh, tidak.
Apa yang harus kujawab?!
Eh, sebentar.
Sebelum aku memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Bell, aku ingin memastikan terlebih dahulu apakah penglihatanku masih baik-baik saja.
Bell memakai kalung, sama persis seperti yang ada di buku.
Setelah aku mencari Element apakah itu di dalam buku, akhirnya aku tahu kalau Bell adalah pemilik Element Virtue, Element of Happiness.
Di dalam hati, aku berteriak gembira karena telah menemukan pemilik pertama--atau kedua, tapi pikiran itu langsung menghilang saat aku sadar kalau aku harus menunggu mereka Virtue Up.
Bagaimana caranya agar mereka Virtue Up?!
"Yurryl, kau kenapa?" tanya Bell sekali lagi dengan tatapan heran.
"Oh, aku sedang membaca buku...." Aku menjeda kalimatku, karena sedaritadi aku lupa untuk memikirkan jawaban. "Oh! Aku membaca buku sejarah."
"Sejarah apa?"
"Sejarah ... Skyrly World dan Bersh World," jawabku asal-asalan karena hanya itu yang terlintas di kepalaku.
Bell ber-oh ria, seperti tidak tertarik dengan ucapanku.
Tring!
Suara bel dari pintu terbuka membuat kami langsung menoleh kalau itu memang benar pelanggan yang datang.
Ada seorang pria tua yang entah kenapa tidak duduk terlebih dahulu untuk memesan makanan--tapi justru lebih memilih untuk melihat sekelilingnya.
Bell yang terlihat senang, langsung menghampiri pria tua itu. "Oh, selamat datang, Pak. Apa ada yang bisa--"
"Ah, maaf, saya salah masuk toko," jawab pria tua itu langsung meninggalkan toko kue ini dengan wajah yang tidak bersalah.
Bell nampak lesu kembali. "Oh, Zer. Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan usaha orang tuamu lagi."
"Jangan bicara begitu, Bell!" Zer meninggikan suaranya. "Kenapa hari ini kau tidak bersemangat? Kau baik-baik saja?"
"Maaf, Zer. Aku hanya merasa tidak enak badan."
Zer menghembuskan napasnya. "Kalau begitu, kau harus istirahat dulu. Maaf karena tidak memperhatikanmu."
Bell terdiam dengan wajah yang masih seperti tadi. Aku tidak tahu kenapa dia bisa sampai seperti itu, biasanya dialah yang paling berisik di toko.
"Sebentar, Bell libur?" tanyaku.
Zer menatapku datar. "Bukan libur, Bell butuh istirahat."
"Lalu, siapa yang memasak?"
"Kalau Bell tidak bekerja, berarti kita semua juga seperti itu."
"Oh, benarkah?" Aku langsung berdiri dengan wajah yang sangat bahagia karena ini hari pertama aku libur bekerja. Sadar kalau sedaritadi Zer menatapku aneh, aku langsung berdeham. "Maksudku, sampai kapan kita libur?"
"Sampai Bell sembuh," jawabnya masih menatapku datar. "Dan sudah kubilang ini bukan libur!"
Aku memutar bola mataku malas. "Yah, yah, yah, apapun itu, kita hanya perlu menunggu Bell sembuh dan kembali bekerja, bukan begitu?"
"Maaf, karena aku, kalian jadi tidak bekerja." Bell menunduk dalam.
"Yurryl, jaga bicaramu." Zer membalasku dengan tatapan tajam.
"Iya, aku tahu, maaf." Aku langsung membuang muka, karena aku merasa kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun. "Jadi, apa yang harus kulakukan?"
"Terserah kau mau kemana, yang penting jangan ganggu Bell." Setelah usai mengatakan itu, Zer mengantarkan Bell pulang untuk beristirahat (aku tahu karena mereka menuju ke arah sana).
Sayang sekali mereka hanya saling menganggap kakak-adik.
***
Aku lebih memilih untuk berjalan daripada terbang karena aku ingin melihat pemandangan yang tidak akan aku temukan di Bersh World. Uh, lagi-lagi aku membandingkan negeri asalku dengan negeri musuh.
Sebagian peri-peri di sini ada yang menatapku aneh, mungkin karena aku mengelus-elus beberapa batang pohon hanya untuk memastikan apakah pohon itu benar-benar hidup atau tidak.
Aku melakukannya karena di negeri asalku sangat jarang kutemukan pohon yang benar-benar hidup atau masih tumbuh. Kalaupun pohon itu hidup, kebanyakan daunnya sudah rontok.
"Yurryl?"
Langkahku terhenti karena aku mendengar ada peri yang menyebut namaku barusan. Karena tidak tahu dimana keberadaannya, aku mempertajam alat pendengaranku.
"Apa kau .., Yurryl?"
Aku langsung menoleh ke belakang karena aku yakin asal suaranya berasal dari sana. Dan benar saja, ada seorang gadis berambut putih dengan bonekanya sedang menatapku lekat-lekat.
Karena dia hanya diam menatapku, aku pun bertanya, "Darimana kau tahu namaku?"
Gadis itu terlihat terkejut. "Ka-kau tidak mengenalku?"
"Tidak, siapa kau?"
"Ah, sepertinya aku salah peri." Dia langsung menundukkan kepalanya. "Maaf menganggu waktumu, permisi." Aku tidak tahu kenapa, gadis itu langsung terbang meninggalkanku yang masih penuh tanda tanya.
***
Gadis itu sangat misterius bagiku. Dia bisa tahu namaku, sedangkan aku tidak pernah berkenalan dengannya.
Oh, satu lagi. Dia juga memakai kalung yang sama seperti Bell dan gadis yang ada di lapangan waktu itu, hanya saja warna kalung mereka berbeda.
Eh, jangan-jangan ... peri itu pemilik Element Virtue?
Mungkin karena aku terlalu sibuk memikirkan apakah gadis itu pemilik Element Virtue atau bukan, tanpa sadar aku telah sampai ke tempat yang sebenarnya tidak kusukai.
Perpustakaan.
Tempat ini adalah perpustakaan umum--karena di sini banyak peri-peri yang membawa sejumlah buku di tangan mereka. Entah bagaimana bisa, hatiku seperti memaksaku untuk masuk ke sana dan tanpa kusadar, kakiku melangkah masuk ke sana.
Ruangan di dalamnya sangat luas dan besar, membuatku takjub dengan susunan-susunan buku di sini. Tidak sedikit juga peri-peri yang sedang membaca buku di sini.
Aku bingung, kenapa aku bisa kagum dengan tempat ini, ya?
Sebenarnya aku sama sekali tidak ada niat untuk membaca buku apapun di sini, tapi pikiran itu langsung sirna saat aku tak sengaja melihat buku dengan tema 'sihir' tergeletak di sebuah meja.
Karena tidak tahu siapa yang akan membaca buku ini, aku langsung membuka daftar halaman sihir sesuai abjad yang tertera.
Setelah kupikir-pikir, ternyata aku tidak ingat sihir apa yang aku kuasai.
"Permisi." Suara yang entah darimana itu berhasil membuatku tersentak dan langsung menoleh. "Maaf, aku duduk di sini."
Tanpa pikir panjang, aku langsung meninggalkan laki-laki yang menegurku itu--karena aku merasa kalau dia mengira aku telah mengambil tempat duduknya.
"Ah, sebentar," panggilnya lagi. "Aku tidak mengusirmu, kau boleh duduk di sini."
Aku menoleh ke arahnya lagi, dia membawa beberapa banyak buku--dan itu memberikanku sebuah ide dan langsung memasukkan rapat-rapat buku Element Virtue ke dalam tasku.
"Kalau bisa, apa aku boleh membaca buku tentang sihir itu?"
"Hm...." Dia tampak berpikir, tapi tak butuh lama untuk menunggunya menjawab, "Baiklah, tapi gantian, ya."
Aku mengangguk dan langsung membaca buku itu karena dari awal aku sudah penasaran.
Hanya saja, aku bingung mau membaca bagian sihir yang mana.
Aku menoleh ke arahnya untuk menanyakan sesuatu. Sebelum hal itu terjadi, aku menatapnya bingung saat dia sudah memakai kacamata.
"Sejak kapan kau pakai kacamata?" tanyaku mencoba untuk mengingat-ingat kalau dia sebelumnya tidak memakai benda itu.
"Aku sedikit rabun, jadi pakai kacamata."
"Oh, begitu." Aku masih menatapnya, karena dia terlihat sangat berbeda jika memakai kacamata. "Hei, apa nama sihirmu?" tanyaku pada lelaki itu tanpa terlebih dahulu menanyakan apakah dia sudah punya sihir atau belum.
"Magic of Fume," jawabnya menatapku sejenak, lalu melanjutkan kembali aktivitas membacanya.
Aku pun segera mencari inisial 'F' di daftar isi agar aku tahu dimana halaman sihir itu berada.
Setelah menemukannya, aku membaca sedikit informasi yang tertulis di sana. Sihir ini tidak cocok untuk menyerang (karena hanya sekedar mengeluarkan asap), tapi lebih berguna untuk kabur atau mengelabui musuh.
"Oh, kau sedang membaca bagian sihirku?" tanyanya mendekatkan diri agar dia bisa melihat isi buku yang kubaca.
"Sihirmu ... tidak terlalu menarik."
Dia menatapku datar, lalu menjaga jarak duduk kami. "Memangnya kau sendiri sudah punya sihir?"
"Punya," jawabku seadanya. "Kau tidak perlu tahu sihir apa yang aku kuasai."
"Yah, terserah." Dia melepas kacamatanya dan langsung berdiri tegak. "Aku mau pulang. Bukunya akan kupinjamkan padamu."
"Wah, serius?"
"Iya, tapi kau harus meminta izin dengan pengawas perpustakan. Kembalilah besok, aku mau membaca buku itu."
Setelah usai mengucapkan kalimat terakhirnya denganku, dia langsung pergi keluar perpustakaan--tak lupa berbicara dengan seorang peri yang sepertinya bertugas sebagai pengawas.
Aku melihatnya dari kejauhan, hingga punggungnya itu tidak terlihat lagi orangku.
Aku ... lupa menanyakan namanya.
***
-Revisi-
10 - 3 - 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top