02: First Job
Uh ... ini sangat aneh....
Kuperhatikan rambut hitamku yang kini berubah warna menjadi merah di depan kaca sebuah butik. Benar-benar tidak terlihat seperti diriku yang asli.
Aku sangat ingat kejadian yang menimpaku tadi....
"Sebentar, Yurryl!"
Aku menoleh ke arah Coral dengan perasaan lelah karena daritadi dia terus memanggilku. "Ada apa lagi?"
"Kau harus mengecat rambutmu!"
Aku memutar bola mataku dengan malas. "Aku tidak punya waktu."
Coral menarik tanganku dan menyemprotkan sesuatu ke rambutku. "Kalau kau ketahuan, kau bisa gagal nanti!"
"Apa yang kau lakukan pada rambutku?!"
Coral hanya diam, dia sepertinya sedang sibuk menyemprotkan sesuatu yang aneh pada rambutku. Setelah dia tidak memainkan rambutku lagi, barulah aku sadar kalau kegiatannya itu telah usai.
"Sempurna!"
Aku memperhatikan rambutku yang sudah berubah total dari yang aslinya. Mungkin iulah yang membuatku berteriak panik karena aku tidak menyukai warna ini pada rambutku.
"APA-APAAN INI?!"
"Hei, tenang saja. Cat ini permanen, jadi tidak akan ada yang tahu kalau kau adalah peri Bersh," balas Coral dengan senyuman aneh yang terukir di wajahnya.
"APA?! PERMANEN?!"
Aku menghembus napas lelah dengan apa yang sudah terjadi. Masih tidak nyaman, aku terus memainkan rambutku yang kini berbeda dengan harapanku.
Sebenarnya ini lebih baik daripada aku harus ketahuan hanya karena rambut hitamku kelihatan. Peri Bersh dan Skyrly sangat mudah dibedakan melalui warna rambut mereka, aku sangat tahu itu. Peri Bersh berwarna hitam, dan peri Skyrly warna apapun selain hitam.
Tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya, aku memilih terbang untuk mencari tempat yang cocok agar aku bisa membaca buku yang diberikan oleh Coral tadi.
Tak lama, akhirnya aku menemukan tempat yang sesuai dengan keinginanku. Lapangan yang sangat luas dan ... ramai--karena ada beberapa peri di sana yang memainkan sebuah permainan yang tidak kuketahui namanya. Tapi setidaknya, mereka tidak mengangguku.
Aku menyender pada batang pohon yang daunnya sangat banyak. Jangan bilang kalau aku berlebihan, karena di Bersh World hampir seluruh pohon tidak berpenampilan seperti ini.
Aku membuka buku dengan perasaan malas yang menyelimuti. Sebelumnya, aku tidak pernah baca buku dengan tema apapun, sekalipun buku itu memiliki sampul yang menarik.
Aku membaca bab pertama, tentang asal mula Element Virtue terbentuk. Menurutku ini tidak terlalu penting, jadi aku lebih memilih untuk membaca bab yang lain.
Entah sudah berapa lama aku membolak-balikkan kertas, akhirnya aku menemukan gambar dimana letak energi itu berada.
Setiap energi memiliki warna masing-masing yang terletak pada kalung pemilik mereka. Ini membuatku sulit mengerti, karena di buku ini pemilik Element tidak tertulis.
Yang benar saja, aku harus mencari kelima pemilik Element?!
DUARGH!
Kepalaku seketika terjatuh karena tertimpa oleh sesuatu yang keras--membuat badanku terbaring lemas di tanah.
"Ah, maafkan aku!" ujar seorang peri mengulurkan tangannya kepadaku. "Kau baik-baik saja?"
Aku menerima ulurannya sambil mengelus kepalaku yang sakit karena terbentur entah karena apa. "Itu tadi sakit."
"Aku benar-benar minta maaf!" Peri itu membungkukkan badannya.
"Sudah-sudah, pergi sana."
"Eh? Kau tadi sedang membaca buku, ya?" tanyanya yang masih belum juga pergi. "Wah! Aku teringat masa lalu!"
"Hei, Flora! Lempar bolanya!" seru seorang peri berteriak dari sisi lapangan.
"Aku datang!" seru peri di depanku yang kini kutahu namanya. "Sampai jumpa, maaf yang tadi, ya!"
Aku hanya bisa diam oleh tingkah lakunya--atau mungkin semua tingkah laku peri Skyrly, yang tidak akan pernah kutemukan di Bersh World. Ditambah lagi, gadis tadi memakai kalung yang aneh.
Sadar kalau itu adalah sesuatu yang janggal, aku melihat kembali isi buku yang memperlihatkan gambar kalung itu.
Dia ... pemilik Element Virtue.
***
Ada dua alasan mengapa saat ini aku belum mengambil energi gadis tadi.
Pertama, aku harus menunggu mereka Virtue Up, yaitu suatu proses dimana sisi pemilik Element mereka aktif. Mereka Virtue Up dikethui dengan cara tubuh mereka yang bercahaya.
Dan kedua, kertas pada halaman berikutnya telah sobek. Yang artinya, aku tidak tahu cara kedua untuk mengambil energinya, kecuali aku harus memakai cara pertama walaupun terpaksa.
Ah, ngomong-ngomong, tanpa sadar uangku langsung habis dalam sekejap (karena aku tidak membawa banyak uang) hanya untuk membeli makanan yang rasanya aku akui sangat enak.
Tidak seperti di Bersh World, makanannya tergolong mahal dan rasanya yang tidak sesuai harapan. Mungkin karena rasa makanan di sini lebih dari apa yang kubayangkan, aku menghabiskan seluruh uangku untuk membeli macam makananan--dan saat ini, aku membawa tujuh bungkus makanan yang berbeda.
Aku seharusnya tahu kalau aku tidak boleh membandingkan negeri musuh dengan negeri asalku. Ini sama saja aku mendukung negeri musuh--walaupun negeri musuh jauh lebih baik menurutku.
Aku kini sedang duduk di sebuah taman sambil menikmati makanan yang kubeli. Kalau membaca buku, akan kulakukan nanti saja.
"Uhm, permisi." Seorang peri menghampiriku dengan sejumlah kertas yang ada di tangannya. "Kami sedang kekurangan pekerja dan membuka lowongan. Mungkin anda bisa mendaftar kalau belum punya pekerjaan," jelas peri itu sambil memberikanku selembar kertas yang dia pegang.
Aku melihat kertas itu yang ternyata isinya formulir pendaftaran untuk melamar kerja. Aku langsung mengembalikan kepada pemiliknya karena tidak tertarik.
"Eh? Apa anda sudah punya pekerjaan?" Peri itu bertanya pertanyaan yang aneh menurutku.
Aku menatapnya datar. "Maaf saja, kami tidak bekerja."
"Huh? Siapa kami?"
Kami berdua saling memandang bingung seperti tidak mengerti apa yang sedang diperbincangkan. Setelah berpikir sebentar, barulah aku sadar kalau aku sedang tidak berada di Bersh World lagi.
"Ma-maaf, aku tadi hanya bercanda. A-aku tidak punya pekerjaan, sepertinya aku akan melamar kerja di tempatmu."
Peri itu mengembangkan senyumannya. "Wah, baguslah!"
"Err, apa aku perlu mengisi kertasnya?"
"Tidak perlu, kau diterima!" Peri itu masih mengembangkan senyumannya. "Kau bisa bekerja hari ini."
Tubuhku seketika melemas mendengarnya. "Hari ini?"
"Lho, kau maunya hari apa?"
Aku tertawa renyah. "Ka-kalau begitu, hari ini saja."
Peri itu tiba-tiba menatapku aneh. "Yah, sebaiknya kau habiskan dulu makananmu."
Ini membuatku malu.
"Hei, coba lihat peri itu! Makanannya banyak sekali! Apa dia tidak takut gemuk, ya?"
"Kalau aku jadi dia, setidaknya aku akan memakan makanannya di rumah. Apa dia tidak malu dilihat banyak peri, ya?"
Telingaku memanas saat mendengar dua peri yang sedang membicarakanku dengan suara kecil--walaupun aku bisa mendengarnya. Saat mau berdiri untuk memarahi mereka, peri yang membuka lowongan kerja tadi langsung menahan tanganku.
"Sudahlah, biarkan saja mereka," sahutnya sambil sesekali melirik peri-peri yang membicarakanku. "Kau bisa memakan makananmu di tokoku nanti."
Daripada aku mengamuk dan ketahuan siapa diriku yang asli, aku lebih memilih bersabar untuk yang pertama kalinya.
Yah, sebenarnya ini sangat aneh.
Kenapa ada peri Skyrly yang mirip dengan peri Bersh?
***
Peri itu mengajakku ke sebuah tempat yang dimana aku akan bekerja di sini, untuk yang pertama kalinya.
Peri itu membuka pintu tokonya dengan wajah gembira. "Zer! Aku kembali!"
Aku langsung tersentak saat mengetahui kalau tempat ini adalah toko kue--mungkin karena aku tidak terlalu memperhatikan isi kertasnya, jadi daritadi aku tidak tahu jenis pekerjaan apa yang akan kulakukan.
Masalahnya, aku tidak bisa memasak!
Seorang peri laki-laki muncul dari sebuah ruangan. "Wah, Bell. Kau sudah dapat pegawai?"
"Ya, ini dia." Peri yang bernama Bell itu menepuk pundakku sambil tersenyum, tapi tiba-tiba senyumannya langsung memudar. "Karena banyak peri Skyrly yang sudah punya pekerjaan, aku hanya bisa temukan satu. Maaf."
"Tidak apa-apa, Bell," balas laki-laki itu tersenyum, lalu menatapku. "Siapa namamu?"
"Yurryl," jawabku singkat.
"Aku, Bell! Maaf, ya, aku lupa memperkenalkan diri." Peri yang mengajakku untuk bekerja tadi akhirnya memperkenalkan namanya, lalu dia menunjuk si laki-laki tadi. "Dan ini, Zer! Salam kenal, Yurryl!"
"Ah, iya, salam kenal," balasku melihat mereka dengan tatapan aneh. "Apa pekerjaaanku?"
Bell terlihat bersemangat. "Sebagai pelayan! Kau akan layani dan menerima pesanan mereka, oke?"
Aku menggaruk kepalaku, masih bingung dengan salah kata yang jarang kudengar. "Melayani? Caranya?"
"Hei, kau yakin tidak salah memilih pegawai, 'kan, Bell?" gumam Zer dengan suara kecil yang masih bisa terdengar olehku.
Bell menghembuskan napasnya. "Caranya, sapa mereka dengan ramah, tulis pesanan, bawakan pesanannya, dan bereskan piring-piring saat mereka sudah selesai makan. Itu sudah termasuk melayani, Yurryl. Kau tidak mengerti?"
"A-aku mengerti. Akan kulakukan nanti."
"Bagus! Sekarang pakai celemek ini!" Bell memberikanku celemek coklat seperti yang dikenakan oleh Zer dan dirinya sendiri (entah sejak kapan dia memakainya).
Aku memakai celemek itu dengan perasaan tidak nyaman. Aku tidak tahu kenapa, aku belum terbiasa menggunakan ini, jadi sedikit aneh saat memakainya.
"Baiklah, selamat kerja!" Bell langsung masuk ke ruangan yang tertutupi oleh kain agar ruangan dalamnya tidak terlihat.
"Pekerjaan Bell sebagai apa?" tanyaku entah kenapa bisa diriku penasaran.
"Koki, dia yang memasak."
"Bagaimana kalau ramai? Dia masak sendirian?"
"Untuk itulah kami membutuhkan pegawai." Zer menatapku datar. "Kalau kau ada waktu, jangan lupa untuk membantunya."
Aku menatapnya tak kalah datar. "Aku tidak bisa memasak."
"Tapi setidaknya, kau belajar darinya."
Tidak, itu terlalu susah.
Aku menutup rapat mulutku agar tidak mengucapkan kalimat itu. Alasannya, aku tidak suka memasak dan memasak itu adalah hal yang sulit. Untuk apa mempelajari sesuatu yang tidak disukai?
***
Toko kue buka pada jam 7 pagi dan tutup saat jam 9 malam. Hari ini tidak ada pelanggan, jadi aku bisa sedikit santai sambil menikmati makananku yang tersisa.
Dan di sinilah masalahnya dimulai.
Aku tidak tahu harus menetap dimana, yang artinya sama saja 'aku tidur dimana?'.
"Sudah malam, apa kau bisa pulang sendiri, Yurryl?" tanya Zer saat dia selesai mengunci pintu tokonya.
Aku hanya bisa diam, karena sekarang aku tidak ada tempat tinggal.
"Mau aku antarkan? Dimana rumahmu?" Tawaran Zer benar-benar membuatku bingung untuk menjawab apa.
Agar tidak dicurigai, akhirnya aku membuka suara. "Ru-rumahku ... bu-bukan di sini."
"Lho, kau dari daerah lain, Yurryl?" tanya Bell menatapku cemas. "Maafkan aku! Seharusnya aku memintamu mengisi formulirnya."
Huh? Daerah lain?
"Begitu, ya." Zer mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau begitu, dimana penginapanmu?"
Keringatku telah banyak bercucuran dan jantungku serasa mau lepas. Dengan mulut gemetar, aku pun menjawab, "U-uangku sudah habis, jadi aku tidak menginap di penginapan."
Suasana seketika menjadi hening, bahkan membuatku tidak berani melihat mereka. Aku hanya takut mereka tidak akan mempercayaiku dan bisa saja penyamaranku terbongkar.
"Bagaimana kalau Yurryl menginap di rumah kami?" Aku langsung menatap ke arah Bell saat dia berbicara hal itu dengan santainya. "Kau mau, Yurryl?"
Aku berpikir keras agar aku tidak salah memilih pilihan; tidur di luar atau menginap di rumah Bell. Bodohnya aku, siapapun pasti akan memilih pilihan kedua.
"Ba-baiklah." Aku akhirnya membuka suara.
Tanpa basa-basi, aku langsung diajak menuju ke rumah mereka berdua.
***
"Tunggu, kalian serumah?" tanyaku saat kami sudah sampai di tempat tujuan.
"Ya, kenapa?" balas Bell memasuki rumahnya setelah membuka pintunya.
Rumah Bell atau Zer--atau bisa dikatakan rumah mereka berdua--benar-benar sangat berbeda dengan tempat tinggalku. Aku belum pernah melihat rumah serapi ini. Apa mereka selalu membersihkan rumah mereka setiap hari?
Namun, aku masih penasaran apa hubungan antara Bell dan Zer. Untuk itulah aku bertanya kepada mereka, "Hei, kenapa kalian bisa satu atap?"
"Kami berdua sudah dari kecil serumah, tapi kami tidak ada hubungan darah," jawab Zer.
"Jadi?" Aku memiringkan kepalaku.
"Jadi, kami berdua sudah menganggap satu sama lain seperti keluarga!" Kini Bell yang membalas.
"Keluarga? Kalian sudah menikah?"
"BUKAN BEGITU!" Mereka berseru dengan bersamaan.
Aku tersentak saat mereka mengeluarkan suara yang memekakan telingaku. Aku hanya berpendapat, mereka sudah seperti suami-istri yang baru nikah. Apalagi saat mereka mengucapkan 'keluarga', jadi aku berpikiran begitu.
"Kami sudah menganggap satu sama lain sebagai kakak-adik! Bukan suami-istri!" Zer menegaskan suaranya, menatapku dengan tatapan tajam.
"Sudah-sudah, ayo tidur." Bell menarik tanganku ke lantai atas. "Ayo, kuantarkan ke kamarmu."
Bell membuka sebuah ruangan yang berhadapan dengan ruangan lainnya. Tentu saja, itu adalah kamar.
"Kau tidur di sini." Bell memberikanku sebuah kunci yang tadi dia gunakan untuk membuka kamar ini. "Selamat malam. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku di kamar ini." Lalu Bell memasuki kamar yang berhadapan dengan kamar yang kini sudah aku tempati.
Hm, ada yang aneh.
Apa aku yang salah lihat, ya?
***
Tok! Tok! Tok!
"Yurryl! Kau sudah siap?"
Aku membuka mataku dengan sekuat tenaga (karena aku masih mengantuk), ditambah dengan suara ketukan pintu yang terus dilakukan oleh seorang yang bernama Bell, akhirnya aku berdiri dengan wajah mengantuk.
"Kenapa?" tanyaku menggosok-gosokkan mataku.
"ASTAGA! JADI DARITADI KAU BELUM BANGUN?!"
Aku menutup telingaku saat dia berteriak dengan suara kencang. Aku tidak paham, apa yang dipermasalahkannya?
Bell menghela napas. "Astaga, kau baru bangun, ya?"
"Emangnya kenapa?"
Bell mengembungkan pipinya. "Kalau kau memang susah bangun pagi, setidaknya kau menghidupkan jam alarm! Kalau begini, kita bisa terlambat! Cepat mandi dan bersiap-siap! Aku akan menunggu di bawah."
Saat Bell sudah turun ke bawah, aku masih saja mematung di depan pintu.
Kenapa? Kenapa? Kenapa?
AAAAARGH! KENAPA AKU HARUS MANDI?!
***
-Revisi-
3 - 3 - 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top