Bab 3 - Spinning world
Langit temaram hitam memayungi kelima anak muda yang berjalan beriringan. Canda tawa mengisi perjalanan mereka. Wajah mereka lelah namun semangat mereka tetap berkobar, entah dalam api semangat ataupun api kebosanan. Mereka berjalan berpasangan. Pasangan yang paling depan adalah seorang gadis bersurai hitam panjang yang diikat keatas dengan pita biru dan pria seumuran yang memiliki rambut berantakan pendek. Mereka berceloteh riang sepanjang jalan sambil sesekali menggerak-gerakkan tangan mereka
Di bais kedua adalah seorang gadis berambut sepunggung yang gikepang dan dibiarkan jatuh di pundaknya. Tangannya memegang sebuah buku dan pandangan matanya sesekali berpindah dari buku ke kedua orang di depannya itu sambil melemparkan senyuman pasrah dan lelah.
Di paling belakang adalah pria berpotongan rambut sedikit panjang dengan gadis bersurai pendek sebahu. Mereka terlihat tidak kompak walaupun mereka sangat kompak mengenakan kacamata kotak berwarna hitam. Pria yang bersurai panjang itu memasukkan sebelah tangannya di kantung dan sesekali membenarkan letak kacamatamya sedangkan gadis di sebelahnya hanya diam termenung dengan eksppresi dingin menyeramkan
"Hei, Yume! Berhentilah berekspresi seperti itu." Gadis berambut pendek itu yang merasa namanya dipanggil pun melirik si sumber suara sekilas lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan
'Bukan urusanmu. Diamlah, Hinote. Aku sedang berpikir." Mendengar jawaban yang tidak menyenangkan ini, si pria yang dipanggil Hinote pun berdecih dan membuang pandangannya ke kios 24 jam yang sangat terang.
"Yume, aku mungkin menginap di rumahmu, ya?" kata gadis yang berjalan di tengah sambil menoleh ke belakang. Gadis yang dipanggil Yume hanya mengangguk sekilas
"Aku juga!" Seru gadis yang berjalan di paling depan sambil emangacungkan jarinya
"Kau sudahh menghubungi ibumu?" tanya Yume sambil melirik ke arah gadis di paling depn
"Ah.... Nanti aku hubungi ketika sampai di rumahmu," kata gadis yang bernama Mizuna santai. Pria di sebelahnya pun menoleh dan bertanya
"Kalian mau ke rumah Yume?"
"Yap, Kahize-kun." jawab Mizuna, bersemangat
"Kenapa aku tidak diajak?" Kahize yang berjalan di paling depan tiba-tia berhenti membuat semua temannya yang berjalan di belakang terpaksa ikut berhenti
"Bukankah tadi kau bilang bahwa kau ada urusan yang ak bisa kau tinggalkan malam ini>" tanya hinote
"Hm.... Aku ada bilang begitu?" kata Kahize santai yang membuat Inari yang berjalan di tengah menghela napas
"Kahize-kun, kau bilang orang tuamu sedang ke luar dan kau harus menjaga adikmu di rumah," kata Inari mengingatkan. Kahize langsung terpekik dan berlari mendahului mereka
"Aku harus cepat-cepat. Terima kasih sudah mengingatkanku, inari." Kahize berteriak tanpa memperpendek langkahnya. Inari hanya bisa menggeleng dan Mizuna melambaikan tangannya
"Aku akan mampir ke rumahmu sebentar. Setelah makan malam aku pulang," kata Hinite. Yume berdecih dan bergumam
'Kau pikir rumahku itu restoran?" Hinote yang mendengar ini pun hanya mendengus
"Rumahmu adalah restoran gratis bagiku. Toh ibumu selalu bilang bahwa tidak masalah jika aku makan dan tinggal di rumahmu," kata Hinote sambil menyeringai. Yume hanya kembali berdecih dan berjalan lagi
**
Rumah Yume tidak terlalu jauh dari sekolah tetapi, tidak dekat juga. Butuh sekitar 15 menit untuk sampai ke rumahnya dengan berjalan kaki. Rumahnya yang seharusnya kosong dan sepi kembali diramaikan dengan teman-temannya yang selalu rutin mampir paling tidak seminggu sekali. Yume memasukkan kunci ke dalam lubang kunci di pintu dan memutarnya. Dari pintu terdengar bunyi 'klik' sekali sebelum Yume membuka pintu. Ia kemudian menyalakan lampu terdekat dan membuka sepatunya, diikuti dengan Mizuna, inari dan Hinote yang menutup pintu
"Ojama Shimasu," kata Mizuna dan ia mengekori Yume yang meletakkan tas sekolahnya di sofa bergaya minimalis berwarna hitam favoritnya. Mizuna langsung menjatuhkan dirinya di atassofa berbentuk telur berwarna abu-abu
"Kalian mau makan apa?" tanya Yume seraya mencuci kedua tangannya. Inari menoleh dari koleksi patung ibu Yume di dekat ruang tamu dan berkata
"Apa pun yang kau mau."
"Aku mau Omurice!" seru Mizuna daei sofa
"Aku ikut saja," kata Hinote yabg duduk tak terlalu jauh dari tas Yume
Yume berdecih sekali sebelum mengambil beberapa telur dari kulkas. Ia menyibukkan diri di dapur dan kemudian Hinote kembali berkata
"Mau kubantu?" Yume melirik ke arahnya sekilas
"Terserah kau saja." Mendengar jawaban dari Yume, Hinote beranjak berdiri dan berjalan menuju dapur seraya menggulung lengan bajunya dan mencuci tangan.
Inari masih berkutik memandangi koleksi patung dan gerabah ibu Yume yang sangat eksotis. Berbagai patung manusia dengan beragam gaya dan ekspresi menghiasi meja persegi berukuran sedang yang berukir. Mizuna bangkit dari sofa telurnya dan berjalan-jalan. Ia melihat sekeliling dari ruang tamu di paling depan sampai dapur di paling belakang.
"Tak ada yang berubah," pikir Mizuna sama sekali. Ia pun berjalan ke lantai atas. Di lantai atas ada ruang istirahat kecil dengan beberapa rak buku dari kayu yang penuh. K kiri adalah kamar ibu Yume dan adiknya. Mizuna pun pergi ke kanan. Tak jauh dari sana ada pintu berwarna abu-abu metal yang tak lain dan tak bukan adalah kamar Yume. Di ujung lorong adalah pintu berwarna hitam. Mizuna belum pernah melihat pintu itu. Ia pun berjalan ke arah pintu hitam mistis itu dan memutar kenopnya.
Ruangan itu sangat gelap dengan bau debu yang cukup menyengat. Mizuna menekan saklar lampu di sebelah pintu dan lampu pun menyala, memberi penerangan yang lebih dari cukup. Ruangan itu adalah gudang. Berbagai patung yang pecah dan retak doletakkan tak tersentuh di ruangan ini, memberi tempat bagi debu untuk melapisinya. Tak jauh dari sana adalah kardus yang berisi kanvas dengan berbagai ukuran. Kanvas itu adalah hasil corat-coret artistik Yume. Yume sangat berbakat dalam menggambar, sayangnya ia sudah lama berhenti menggambar karena beberapa alasan. Tak jauh dari sana adalah kardus berukuran sedang yang ditutup rapat. Kardus itu menarik perhatian Mizuna. Ia berjalan ke arah kardus itu dan menggeser papan kayu usang yang digunakan untuk menimpa kardus itu. Dengan tingkat keingintahuan yang snagat tinggi, Mizuna pun membuka kardus itu. Beberapa album foto besar dan hitam langsung menyambutnya. Kardus itu berisi album foto, kamera, boneka dan kacamata bundar emas yang sangat tua. Mizuna langsung tahu siapa pemilik barang-barang tersebut dan berkeinginan untu menutup kardys itu. Tetapi pikiran dan kelakuannya sma asekali tidak sinkron. Mizuna mengambil sebuah album foto bersampul kulit dan membukanya. Debu langsung berterbangan bebas ke udara dan beberapa menerjang eajah Mizuna, membuatnya terbatuk kecil.
Di halaman paling depan album itu adalah foto keluarga kecil beranggota sepasang suami istri dengan kedua anak. Anak yang sudah berusia sekitar empat tahun digendong oleh si wanita dan yang satunya yang lebih kecil digendong oleh si pria. Senyum terlukis indah di keempat wajah mereka dan baru saja Mizuna ingin membalik halaman yang kedua, sebuah suara dalam dan dinginsegera mengagetkannya
"Mizuna! Apa yang kau pegang?"
Mizuna langsung menjatuhkan album itu dan menoleh ke belakang. Yume berdiri di depan pintu sambil menyilangkan kedua tangannya. Bahunya bersandar pada daun pintu dan tatapannya tajam. Pandanan matanya Kemudian terfokus ke album bersampul kulit yang dipegang Mizuna dan pandangannya semakin dingin. Mizuna yang sadar kemana arah pandangan yume pun mengembalikan album itu ke tempat asalnya.
"Ah! Maaf, aku tadi oenasaran apa isinya dan...." Yume membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Mizuna. Merasa akan ditinggal,Mizuna pun segera mengejar Yume dan menutup pintu di belakangnya.
"Yume-chan...."
"Jangan masuk ke sana lagi," bisik Yume dan mereka berdua diam.
Di bawah, Inari sudah menunggu di meja makan sedangkan Hinote meletakkan omurice di atas piring dan membawanya ke depan
"Kau lama sekali, Yume." Hinote protes dengan celemek berwarna merah muda bercorak bunga-bunga kecil. Mizuna yang melihat penampilan Hinote pun langsung menahan tawa.
"Apa yag kau.... Hentikan pemikiranmu!" Hinote langsung melepaskan celemek yang nelingkari pinnggang rampingnya ketika ia mengerti apa yang Mizuna tertawakan
"pwahahaha. Note-kun, kau sangat cocok menggunakan itu." Mizuna todak bisa menahan tawanya lagi. Yume yang berdiri di sebelahnya hanya menyeringai kecil. Wajah Hinote langsung memerah.
"Kupoting jatahmu, Mizuna."
Mendengar ancaman dari Hinote, mulut Mizuna langsung terbuka dan beragam macam rengekan dimuntahkannya sehingga akhirnya Hinote menyerah. Malam itu adalah makan malam yang paling ramai bagi yume. Memang berisik dan mengesalkan, tetapi sangat nyaman bagi gadis bersurai hitam itu.
Setelah selesai makan, mereka berbincang sedikit seraya menonton televisi dan akhirnya Hinote permisi untuk pulang ketika waktu menunjukkan pukul 7.30 malam. Malam itu dingin dan terasa sepi. Sangat dingin samapi-sampai terasa bahwa salju akan turun. Inari, Mizuna dan Yume oun akhirnya merasa kedinginan dan akhirnya memutuskan untuk mandi dan beranjak tidur.
"Mizuna, piyama untukmu aku letakkan di dekat pintu," kata Yume dari kamar mandi. Sekat tipislah yang membatasi antara Yume dan Mizuna. Mizuna pun berteriak
"Terima kasih, Yume-chan."
Yume telah keluar dari kamar mandi sebelum Mizuna selesai berbicara. Ia pun masuk ke kamarnya dimana Inari sedang duduk termenung. Pemandangan ini adlah pemandangan yabg cukup langka, karena Inari sangat jarang termenung.
Suara pintu yang menutup, membangunkan Inari dari lamunannya. Piyama biru Yume terpasang sanagt pas divtubuh ramping Inari.
"Yume." Inari memanggil. Yume duduk di sisi ranjangnya sambil melepaskan kacamatanya dan bergumam
"Apa yang akan kau lakukan jika dunia bergantung sepenuhnya padamu?" Yume menoleh ke arah Inari ketika mendengar apa yang dikatakannya
"Apa maksudmu?"
Inari menoleh ke arah Yume. Iris coklat tuanya tenggelam di dalam dinginnya irus hitam Yume. Mereka saling menatap, lama dan akhirnya kontak mata mereka diputuskan oleh Mizuna yang masuk kedalam kamar dengan handir di lehernya. Mizuna yang kebingungan melihata adegan tatap menatap ini pun berkata.
"Um.... Apa aku mengganggu?"
Inari segera memasang senyumnya dan berkata, "Tidak apa-apa. Tadi kami sedang lomba siapa yang paling lama tidak berkedip. Hahaha."
"Hei! Kenapa kalian tidak mengajakku?" Mizuna segera melempar handul yang melilit lehernya ke lantai dan mendapat tatapan tajam dari yume
Mizuna segera melompat ke ranjang, ke sebelah Yume. Yume segera berdiri dan memungut handuk yang dolempar Mizuna dan menggantungnya ke tempat yang benar.
Malam itu berjalan dengan tenang. Cahaya merah dari rembulan sama sekali tidak dihiraukan oleh ketiga gadis yang asyik dengan dunia mereka sendiri, menghiraukan hujan cahaya tak jauh dari daerah mereka. Si gadis bersurai hitam ikut terbawa suasana dan mengacuhkan semua pengalaman tak masuk akal yang dirasakannya.
***
Langit biru cerah kembali dihiasi dengan matahari sabit. Angin lembab tak wajar bertiup dari selatan. Daun pepohonan menari lembut seirama dengan angin yang membelai mereka. Yume duduk di dalam kelasnya, termenung. Tangan kiri yang digunakannya untuk menopang dagunya diletakkan di atas meja. Tangan kanannya memegang pensil mekanik dalam posisi siap menulis. Pandangannya kosong ke luar jendela. Kebosanan dan lamunannya memaksa otak bervolume besar Yume untuk mengingat kejadian tidak menyenangkan yang menimpanya kemarin.
Sebuah panggilan menyadarkan Yume dari lamuannya. Sebuah buku tebal diletakkan lima sentimeter dari tangan kanannya. Mizuna menarik kursi terdekat dan duduk di sebelah yume
"Yume, dari kemarin kau melamun saja," kata Mizuna memulai percakapan. Yume todak menaggapi. Ia kembali melihat ke luar jendela, menghela napas dan berkata
"Anggap saja aku sedang hobi melamun."
Todak puas de gan jawaban Yume, Mizuna mengembungkan pipinya dan berceloteh tantang guru Matematika yang memintanya mengerjakan soal di papan tulis yang sulit sekali
"...padahal ia sudah tahu bahwa aku tidak bisa meng.... Apa kau mendengarku, Yume?"
"Aku mendengarmu. Langsung saja, katakan apa maumu." Mizuna yang sedaritadi lupa dengan apa yang ingin dikatakannya kepada Yume langsung mengingatnya kembali. Ia mebolak-balikkan buku tebal yang dibawanya tadi dan menunjukkannya kepada Yume. Yume melirik buku itu. Buku tersebut adlaah buku ensiklopedia fantasi.
"Yume, lihat bagian ini." Mizuna meletakkan telunjuknya keparagraf tiga. Yume membaca cepat paragraf itu.
...Pintu akan terbuka bila matahari tak lagi sepenuh sebelumnya. Bulan merubah warna dirinya dan waktu tak lagi bersedia menjalankan tugasnya dengan benar. Gerbang akan terbuka dan semuanya akan menyatu....
"Lalu?" tanya Yume kurang mengerti dengan apa yang mizuna maksudkan
"Kau tahu, Yume? Gerbang ke dunia fantasi telah terbuka!" kata Mizuna antusias. Ia berdiri dari kursinya dan menatap Yume, berbinar-binar.
"Buktinya?"
"Semua diskripsinya persis dengan apa yang terjadi di dunia kita saat ini." Mizuna menjelaskan dengan semangat
"Yayaya. Terserahlah." Yume membali mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Mizuna tetap melanjutkan celotehannya sampai Inari datang dan menepuk bahu Yume, menyadarkannya dari lamunan, lagi. Yume melirik ke arah Inari sekilas dan dibalas dengan senyuman.
"Yume, melamun itu tidak baik." kata Inari. Yume menepis tangan Inari dan berkata dengan dibgin.
"Seridaknya lebih baik dari senyum palsumu itu." Inari terdiam, begitu juga debgan Mizuna. Bola mata Mizuna mengarah krpada Yume dan Inari bergiliran. Inari menatap Yume.
"Apa maksudmu, Yume-chan? Inari-chan baik-baik saja." kata Mizuna bingung
"Tidak apa-apa, Mizuna. Yume hanya sedang emosi," kata Inari dengan senyuman
"Yo!" Kahize berjalan masuk ke kelas dengan roti di mulutnya. Satu tabgannya di kantung dan yang satunya di udara. Mizuna berbalik dan membalas menyapa
"Hey ho!" Mizuna kembali menyapa Kahize dan mengangkat tangannya tinggi ke udara
Hinote menyusul di belakang Kahize sambil membenarkan letak kacamatanya berkali-kali, tanda bahwa dia sedang kesal. Iris hitam berlapis kacamata Hinote pun melihat tatapan tajam dan dingin dari Yume dan menghela napas.
"Yume, berhentilah berkata tajam. Kalau orang lain adalah lawan bocaramu, sudah lasti bahwa kau akan lebih dibully."
Yume berdiri dengan sedikit dramatis, mengibaskan rambut pendeknya dan berbalik menuju pintu kelas
"Bukan urusanmu." Yume berbisik kepada Hinote sebelum keluar dari kelas, meninggalkan teman-temannya yang hanya bisa diam termangu menatap kepergiannya
***
Langkah Yume bergema di koridor sepi dan panjang itu. Langit berwarna suram dan gemuruh mulai terdengar dari kejauhan. Semua murid sudah pulang karena takut kehujanan. Yume yang mengikuti ekskul melukis bersama dengan Mizuna da n Inari pun terpaksa tinggal di sekolah. Namun, Inari pulang lebih dahulu dengan alasan lupa membawa payung dan langit mendung
Yume melihat ke luar jendela selafi membawa peralaan melukisa yang diletakkan di dalam kotak kardus. Langin berwarna abu-abu gelap dan terlihat kilat di langit. Tak lama kemudian, indera pendengaran Yume menangkap suara derap langkah dari ujung koridor. Yume melirik sekilas dan kembali berjalan
"Ada apa?"
"Kau lama sekali, Yume-chan." Mizuna mengibaskan surai hitamnya dan menarik kotak kardus tingkat dua itu dari tangan Yume, meninggalkan Yume bertangan kosong.
"Mau kau apakan?"
"Kardus ini kelihatannya berat jadi aku bantu membawakan satu," kata Mizuna dengan senyuman riang
Yume berdecih sekilas tetapi tak mengambil kardus itu. Yume kembali menatap ke luar jendela dan Mizuna juga melakukan hal yang sama. Mereka berjalan dalam diam sebelum Mizuna membuka suara
"Kelihatan seperti akan badai."
Yume menghela napas sekilas dan membalas, "Lebih baik kita tidak terlalu lama hari ini." Kata-kata Yume dijawab dengan anggukan sekilas dari Mizuna.
"Ne, Yume-chan," panggil Mizuna. Yume hanya bergumam kecil
"Menurutmu apa yang salah dengan Inari-chan?"Mizuna menoleh ke Yume yang masih memandang ke luar jendela lalu iris mereka bertemu. Iris Yume sangat dingin seperti ingin membekukan iris Mizuna yang membara. Yume menghela napas dan memutuskan kontak mata mereka
"Entahlah. Dia tidak mau memberi tahu kita. Tak ada urusannya bagiku."
"Pfftt...." Mizuna menahan tawa mendengar jawaban dari Yume dan langsung direspon dengan dingin dari Yume
"Apa?" Mizuna langsung terbahak-bahak dan menjawab
"Kau memang tsundere, Yume-chan." kata Mizuna tak kuasa menahan tawa
"Diamlah."
Mereka pun kembali berjalan dan akhirnya berhenti di sebuah kelas. Mizuna menggeser pintunya menggunakan kakinya dan masuk, disusul oleh Yume. Di dalam kelas itu ada seorang gadis bersurai coklat muda yang duduk di depan kanvas ukuran A3. Tangan kirinya memegang palet cat minyak dan tangan kanannya dengan lincah menari di atas kanvas itu, memberi warna pada kanvas putih polos itu. Ketika Yume dan Mizuna masuk, gadis ini menaikkan kepalanya dan tersenyu,
"Terima kasih telah membawa peralatannya, Kinoshita-san," kata gadis itu. Suaranya halus. merdu. dan penuh wibawa.
"Tidak masalah, Haikara-senpai."
Yume mengambil kanvas miliknya yang diletakkannya di paling belakangnya dan memasangnya di depan tempat duduknya. Mizuna memeluk kanvas miliknya dan memasangnya di sebelah Yume. Yume memasang kanvasnya dengan posisi potrait dan Mizuna dengan posisi Landscape. Gadis yang dipanggil Senpai oleh Yume, yang melihat ini pun berkata.
"Apakah hari ini kau ingin melukis pemandangan, Yasuda-san?" Senyuman terukir dengan indah dan rapi di wajah mulusnya
"Benar sekali, Aoi-san." Haikara Aoi hanya mengangguk-angguk kecil dan kembali menyibukkan dirinya dengan kanvasnya
Yume mengambil palet, kuas dengan beberapa ukuran, dan cat minyak dari kotak kardus yang dibawanya tadi. Ia kembali ke tempat duduknya dan menyandarkan punggungnya. Ia melipat kedua tangannya di dada dan kembali menoleh ke luar jendela dan merenung. Tak lama kemudian, ia memutar kanvasnya ke posisi landscape. Mizuna yang baru saja memoleskan Base berwarna biru cerah pun angkat bicara
"Oh? Langka sekali melihatmu melukis dengan posisi landscape, Yume-chan. Mungkin besok langit akan berwarna hijau." Yume memang jarang sekali melukis pemandangan. Ia lebih terbiasa melukis dengan aliran kubisme dan abstrak dengan gradasi warna yang sempurna
"Hum."
Baru saja Yume ingin memoleskan cat minyak ke kanvasnya, petir langsung menyambar turun, membuat semua lampu padam. Dibutakan oleh kegelapan, Yume pun menurunkan tangannya dan mengambil ponselnya di dalam tasnya.
"Ah.... Sayang sekali lampunya padam padahal sudah hampir selesai," Haikara Aoi pun menurunkan tangannya "Mungkin aku lanjutkan besok," gumammnya lagi
"Hari ini sampai di sini saja. Kalian boleh melanjutkannya besok."
"Yume pun berdiri dan membereskan peralatannya. Mizuna juga ikut membereskan barang-barangnya setelah menggerutu kecil seperti "Baru saja mulai", "Mengesalkan sekali"
***
Lampu padam memasksa semua kegiatan di sekolah diberhentikan. Dan hujan yang sudah mulai turun langsung membuat sekolah otomatis sepi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top