Bab 2 - Abnormalities
Waktu sudah menunjuk pukul 5 sore. Matahari sudah lelah dan sudah ingin mengistirahatkan dirinya. Yume baru saja selesai latihan kendo. Ia segera melepas semua bogu yang dikenakannya dan menyimpannya kembali ke lemari penyimpanan di ruang ganti.
"Kami duluan ya, Yume-chan." Miyuki berkata dengan lantang sambil melambai-lambaikan tangannya di depan ruang ganti
"Iya." kata Yume sambil mengenakan kaus kakinya
Hanabi, Miyuki dan Reito mengenakan sepatu nereka dan beranjak keluar dari dojo sambil berbincang kecil
Yume akhirnya selesai berpakaian. Ia mengunci pintu ruang ganti dan mengambil tasnya yang diletakkannya di pojokan ruangan. Ia pun mengenakan sepatunya dan keluar gari dojo
Langit sudah berwarna biru keunguan. Sinar cerah matahari hanya mengintip kecil dari ujuk-barat dan bulang telah yergantung cukup tinggi di langit. Yume menatap langit yang semakin menghitam. Iris hitamnya terpaku pad alangitg elap dna ia menangkap sesuatu yang aneh. Di belakang sabit kuning bulan yang cerah itu ada sesuatu yang tak kalah besar dan cerahnya. Bulan sabit berwarna merah darah dengan gagahnya di termaram langit biru
Yume kemudian mengusap matanya dan menggelengkan kepalanya.
'Hayalan,' pikit Yume dan kemudian berjalan pulang dari sekolahnya.
Rumahnya terletak tidak terlalu jauh dari rumahnya, sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Walaupun langit sudah gelap, Yume sama sekali tidak takut untuk berjalan kaki. Tanpa terasa Yume sudah berdiri di depan pintu gerbang rumah bertingkat dua yang cukup besar. Lampu taman dan lampu teras dinyalakan, begitu juga kampu ruangan di dalamnya yang dapat terlihat dari celah sempit di bawah pintu.
Yume merogoh saku tasnya dan mengeluarkan serangkaian kunci yang disatukan dengan gantungan kucing hitam. Ia memilah kunci yang ada di genggamannya dan akhirnya memasukkan sebuah kunci perak ke lbang kunci di pintu rumahnya. Pintu pun berderit terbuka.
"Tadaima." Yume berusaha mengatakannya dengan volume sekecil yang dia bisa agar tidak ada yang mendengar namun sayangnya tidak berhasil.
Langkah tergesa dan berat dari dalam rumah langsung menyambutnya. Sesosok kecil dan hitam langsung menerjang Yume sehingga mereka berdua jatuh terduduk ke lantai. Seorang anak kecil dengan rambut hitam panjang memeluk Yume dengan erat.
"Okaeri, Onee-chan," gadis mungil ini menyambut kepulangan Yume dengan terlalu bersemangat. Wajah putihnya memerah dan berseri-seri. Iris hitamnya menatap sang kakak dengan senang dan kagum. Kakak satu-satunya itu adalah idolanya sejak kecil.
"Ugh, Ayaka. Kau berat," protes Yume sambil mencoba melepaskan pelukan sang adik yang melilit pinggul rampingnya
"Hehehehe." Ayaka terkekeh kecil sebelum melepaskan pelukannya dan berdiri dan mengayun-ayunkan kedua tangannya ke depan dan ke belakang. Yume pun bangkit dan menggosok bokongnya yang terasa nyeri sehabis mencium lantai yang dingin. Ia pun melepas sepatunya dan meletakkannya di lemari, mengambil sandal rumah dan memakainya. Ayaka menyambar tas Yume dan membawanya masuk ke rumah
"Ah, Okaeri, Yume. Sebentar lagi makan malam jadi. Sabar, ya." Seorang wanita yang cukup muda menyapanya dari dapur. Di pinggangnya terlilit celemek biru bermotif bulat-bulat. Rambut hitam panjangnya diikat tinggi. Wajahnya sangat ramah. Wangi curry menyebar ke seluruh penjuru rumah. Ayaka yang masih sangat bersemangat pun metarik-tarik rok Yume
"Ne Ne, Nee-chan ayo kita main," ajak sang adik yang hanya dijawab dengan helaan napas. Yume duduk di sofa putih terdekat dan menyilangkan kakinya.
"Aku sudah lelah. Kapan-kapan saja, Ayaka." Yume yang sudah lelah pun menutup matanya dan menyandarkan kepalanya di sofa. Ayaka yang tidak senang dengan penolakan pun cemberut dan memalingkan wajahnya. Yume yang melihat ini pun diam-diam merasa gemas melihat tingkah adiknya
"Kau kapan kembali ke asrama?" tanya Yume lagi sambil menggendong dan memangku Ayaka. Mereka saling bertatapan. Mata dingin dan teduh Yume bertabrkana dengan mata ceria dan penuh semangat Ayaka. Ayaka pun terkekeh kecil dan menampilkan sederet giginya yang putih dan rapi
"Besok. Makanya Onee-chan main dulu denganku."
"Nanti kau kelelahan. Istirahat saja."
"Aku tidak lelah."
"Hah...." Yume menghela napasnya. Ia tidak bisa berdebat dengan siapa pun walaupun dengan adiknya sendiri
"Ayaka, jangan ganggu kakakmu. Yume sudah lelah," kata Ibu Yume dari dapur. Ayaka pun menggembungkan pipinya. Yume hanya dapat mengusap lembut rambut hitam adiknya itu
"Lain kali, ya?" Yume berusaha membujuk adiknya yang keras kepala dengan mengusap rambut adiknya yang merupakan titik paling sensitifnya
"Hehehe. Janji?" kata Ayaka sambil mengangkat jari kelingkingnya di udara. Yume pun mengaitkan kelingkingnya sendiri di kelingking mungil AYaka
"Janji."
"Yeayyy." Ayaka pun akhirnya melompat turun dari paha Yume dan berlari ke arah ibu mereka sambil bertanya kapan curry-nya selesai.
Yume pun menyambar remote kontrol di sampingnya dan menyalakan televisi. Suara menggelegar keluar dari stereo, Yume pun segera mengatur volume dan mengganti-ganti saluran. Sebuah saluran berita menarik perhatian gadis bersurai hitam pendek itu. Pembawa berita asalah seorang wanita muda sipit dengan rambut hitam yang diminyaki. Suaranya halus dan tegas
.... Gempa bumi dan tsunami kecil kembali terjadi di beberapa belahan dunia. Gempa dan Tsunami ini diduga dikarenakan oleh pergerakan lempeng besar-besaran....
Gempa? Tak ada gempa disini, pikir Yume. Wangi curry yang memabukkan memecah konsentrasi Yume dari berita tersebut.
"Curry sudah siap, Yume. Ayo makan," kata ibu Yume dari dapur. Ayaka mengambil tiga piring porselen dari lemari dan menyusunnya di meja makan. Yume pun berdiri dari sofa putih empuknya dan berjalan ke arah meja makan. Yume menempatkan bokongnya di sofa tipis yang melapisi kursi kayu gelap nan keras itu. Sendok, garou, pisau, gelas dan perlaatan makan lainnya telah tersedia. Ibu Yume dan Ayaka pun melatakkan sepiring nasi dan curry di hadapan Yume. Yume langsung menepuk kedua tangannya di depan dada, menutup matanya dan berkata
"Ittadakimasu." Ayaka juga mengikuti Yume namun dengan suara yang lebih keras dan semangat yang membara
Yume memasukkan sesendok curry panas ke dalam mulutnya yang langsung membuat tenggorokannya serasa terbakar. Suara pembawa berita masih terdengar sayup-sayup dari televisi
.... Selanjutnya, telah ditemukan jurang kosong di dalam inti bumi. Lubang itu diduga merupakan black hole dan sekarang menjadi perbincangan panas penggila sci-fi di dunia....
"Black hole.... Sungguh kekanak-kanakan," gumam Yume sambil terus mengunyah makanannya. Ibunya yang mendengar gumaman Yume ini pun berkacak pinggang
"Yume. Dilarang berbicara saat makan!" Yume pun menatap ibunya sebentar dan mengangguk
Suasana tetap damai dan tentram saat makan malam berlangsung. Yumelah yang mendapat giliran mencuci piring hari ini maka, ia pun segera berjalan ke arah wastafel dengan membawa setumpuk piring bekas curry dan mencucinya. Ayaka telah disuruh untuk tidur karena mereka harus berangkat pagi-pagi buta keesokan harinya
"Yume. Kesini, nak," panggil ibu Yume setelah menidurkan Ayaka. Yume yang baru saja selesai mencuci piring pun mengelap tangannya dan melepas celemek yang digunakannya dan diletakkannya di sembarang tempat. Ibunya duduk di sofa yang tadi diduduki Yume sepulang sekolah. Yume pun duduk di seberang Ibunya
"Ada apa, Okaa-san?" tanya Yume
"Besok setelah mengantar Ayaka kembali ke asrama, ibu harus pergi ke luar kota untuk bisnis. Kau mengerti apa yang harus kau lakukan?" kata Ibu Yume mulai serius dan sedikit cemas. Yume hanya mengangguk sedikit
"Biaya hidupmu akan ibu transfer ke rekeningmu," Yume kembali mengangguk "Jangan lupa untuk mengunci pintu sewaktu keluar dari rumah, jangan sering-sering makan makanan siap saji. Masaklah sesekali," Yume kembali mengangguk sambil menopang dagu
"Jangan lupa untuk mematikan lampu sebelum tidur, jangan lupa untuk menjaga kebersihan, jangan...."
"Okaa-san, aku mengerti." Amanah panjang Ibu Yume dipotong oleh Yume yang bosan mendengar ceramah singkat ini setiap kali ibunya melakukan perjalanan bisnis. Ibu Yume pun tersenyum dan bangkit berdiri. Ia mengelus rambut hitam Yume dan berkata
"Jaga dirimu baik-baik ya, nak. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Okaa-san." Sekali lagi, Yume hanya mengangguk dan menatap punggung ibunya yang berjalan naik tangga dengan tatapan kosong.
****
Keesokan pagiterbangunterbangun, mendapati rumahnya sudah sepi. Langit masih berwarna biru kelabu. Yume pun melirik jam yang tergantung tak jauh dari tenpat tidurnya. Jarumnya yang keriting pendek mengarah ke angka enam dan yang panjang lurus, mengarah ke angka dua belas. Sambil menghela napas, malas, Yume pun menyibak selimut yang melilitnya dan bangkit berdiri.
Koridor rumahnya gelap dan dingin. Langkah kaki Yume bergema, mengisi koridor dengan langkah bertempo sedang dan teratur. Tangan kanannya mengacak rambut hitam oendeknya dan tangannya yang lain mengusap matanya yang minus. Seperti yang telah diduganya, tidak ada siapapun di rumah itu. Lantai satu sangat sepi dan hanya diterangi oleh sebuah lampu di dekat dapur. Di atas meja makan, sepiring omelet telah terbungkus rapi dengan sebuah pesan singkat di dekatnya.
Yume mengabaikan pesan ibunya dan membuka kulkas, mengambil sekotak susu dan menyalakan televisi. Saluran masih berada di saluran berita yang belum diganti dari kemarin malam.
Berita pada pagi ini adalah semakin banyaknya warga yang tak sadarkan diri dan terpaksa masuk ke rumah sakit. Berbagai rumah sakit lokal telah dipenuhi oleh warga, baik yang masih muda maupun ynag sudah tua. Diduga penyebab dari penyakit dadakan ini adalah keracunan skala besar....
Yume menyimak berita itu fokus tak fokus. Sambil menuang susu itu ke dalam gelas, Yume sekali lagi mengusap matanya. Langit masih terlalu gelap walaupun sudah menunjukkan pukul enam pagi. Ia pun mengecek jam lagi, mengira jam dinding kmarnya mati. Setelah memastikan bahwa ia tak salah membaca jam, Yume pun menghabiskan sarapannya, mencuci piring dan bersiap ke sekolah.
****
Jalanan tetap ramai walaupun langit masih gelap. Banyak orang berlalu-lalang dengan terburu-buru sambil sesekali melemparkan tatapan bingung ke langit. Yume berjalan santai dengan sebuah buku catatan kecil di pegangannya. Sesekali ia akan membenarkan letak kaca matanya dan berkomat-kamit kecil. Langit yang gelap sedikit menyusahkannya dalam membaca. Ia pun akhirnya memandang ke langit. Dilihatnya langit sanagt jernih tanpa awan sedikitpun. Namun, matahari yang seharusnya berbentuk bukat penuh kini hanya tinggal seperempat. Bentuknya persis seperti kue tart yang dibagi menjadi empat dan seperempat bagiannya tergantung di langit. Tak hanya itu, entah mata Yume yang membayangkanb hal itu saja atau memang itulah yang terjadi, lima buah bintang jatuh bersamaan dengan kecepatan yang tak dapat diikuti mata. Yume pun hanya dapat menggelengkan kepalanya sambil berpikir bhwa apa yang dilihatnya hanyalah khayalan semata.
"Yume." Seseorang memanggil Yume dari belakang dan yang dipanggil hanya pura-pura tidak mendengar sapan itu
"Hari ini gelap, ya?" kata Mizuna sambil menyamakan tempo langkah mereka
"Lumayan."
"Ne, Yume-chan, bolehkah pulang sekolah nanti aku datang ke rumahmu? Sudah lama aku tidak berkunjung," kata Mizuna semangat
"Terserah. Asalkan kau tidak menghancurkan rumahku seperti waktu itu lagi."
Mizuna yang merupakan teman lama Yume pun bersorak kegirangan. Mizuna tak henti-hentinya berceloteh tentang bibi penjual sayur yang selalu bilang bahwa Mizuna semakin pendek, atau paman penjual Takoyaki yang mengatakan Mizuna semakin gemuk atau hal-hal sepele lainnya. Celotehan Mizuna pun berhenti ketika Kahize datang dari belakang dan menarik rambut Mizuna dengan keras.
"Yume, apakah pulang sekolah nanti kau ada rencana?" tanya Kahize, melirik sekilas ke arah Yume
"Kenapa?" Jawaban yang memang kurang sopan, tetapi teman-temannya sudah bebal dengan jawaban seperti ini.
"Aku rencananya ingin membuat proyek tertentu," kata Kahize dengan cengiran lebar. Mizuna menatapnya bingung dan mimik mukanya sangat bodoh
"Hah? Proyek? Sekarang kau merangkap jadi kuli bangunan, ya?" Kahize pun menjitak ubun-ubun Mizuna sampai ia meringis
"Tentu saja tidak, bodoh."
"Hei! Kau lebih bodoh dariku!" Tangan kiri Mizuna di pinggang dan telunjuk tangan kanannya berada lima centi dari hidung Kahize. Alisnya menukik turun dan wajahnya memerah. Marah.
"Hei hei, ada apa ini?" Sebuah suara terdengar dri sebelah kiri Yume. Hinote berjalan ke arah mereka dengan raut bertanya-tanya kepada Yume. Yume menatap Hinote sekilas dan menghela napasnya.
"Biasa." Jawaban Yume singkat, padat dan to the point. Hinote pun ikut menghela napas dan melerai mereka berdua sebelum semuanya terlambat.
Hinote masih berkutik untuk melerai Mizuna dan Kahize ketika iris Obsidian Yume menangkap sosok Inari yang berjalan lesu ke arah mereka.
"Oh! Halo, Inari," sapa Mizuna yang baru selesai dileraikan oleh Hinote. Inari twrsentak ketika mendengar sapaan Mizuna dan segera memasang senyunan.
"Pagi semuanya." Inari menyapa balik dan berjalan dengan tempo yang lebih cepat ke arah mereka.
"Inari-chan~" Mizuna langsung memepuk Inari tanpa sebab. Inari pun memepuk puncak kepala Mizuna sejenak sebelum berusaha melepaskan diri karena mereka dotatap oleh orang yang berlalu-lalang di jalan
"Pagi, Yume," sapa Inari
Tak ada jawaban dari Yume. Ia hanya menatap Inari dengan tatapan dingin lama, tak ada suara yang keluar sama sekali. Inari hanya membalas tatapan Yume sebentar sebelum bola matanya bergulir ke teman-temannya yang lain. Tak nyaman.
Percakapan terus berlanjut seiring mereka berjalan. Yume berjalan di paling belakang dengan Hinote. Hinote bermain telepon canggihnya dengan headset yang menyumbat kedua telinga. Yume tetap memandang punggubg Inari dan sesekali melirik ke seberang jalan.
Perasaan Yume aneh. Ia merasa bahwa mereka telah ditatap daari tadi tetapi, ketika Yume berusaha mencari si penguntit dia tidak menemukan siapapun. Dan kemudian semuanya berhenti.
Langkah semua orang terhenti di tempat, begitu juga dengan waktu, napas dan pergerakan. Semuanya berhenti kecuali Yume. Ia menabrak Inari yang tak bergerak sehingga terjatuh. Kemudian ia mendengarnya, teriakan penuh kesengsaraan yang smaar namun audibel. Yume hanya dapat melihat ke sekitarnya dengan tercengang. Semuanya terjadi dalam sekejap mata dan ketika Yume mengedipkan matanya lagi, semuanya kembali bergerak.
"Yume?" Hinote menatap Yume yang terduduk dengan bingung
"Apa itu yang barusan?" tabya Yume kepada Hinote. Hinite hanya mengernyit dan membantu Yume berdiri
"Kau kenapa terjatuh?" tanya Hinote
"...."
"Yume?" Yume yabg diam hanya menimbulkan pertanyaan lain. Ia mulai cemas melihat yume dan akhirnya Yume kembali bersuara
"Tidak. Tidak maslaah. Hanya bayanganku saja."
Yume kembali berjalan santai namun was-was. Ia merasakan dan menyaksikan sesuatu yang diluar akal namun terjadi. Sesuatu yang jika diceritakan kepada Mizuna atau Kahize, langsung membuat mereka memjingkrak kegirangan. Sesuatu yang dibenci dan dianggap Yume tidak ada.
¤¤¤¤¤
Seseorang mengamati Yume dalam diam. Bukan dalam jarak yang dekat, tetapi tidak juga jauh. Matanya tak bisa lepas dari gadis emosional bersrai hitam pendek itu. Keringat dingin menetes dari pelipisnya yang sudah mulai bekerut
"Dia telah datang.... Dia si penyelamat sekaligus si penghancur...." Orang itu berbisik lirih, bingung dengan tindakan apa yang harus diambilnya selanjutnya....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top